Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Tokoh Komunis di Minangkabau

Kisah Haji Datuk Batuah dan Natar Zainuddin. Haji Ahmad Khatib alias Haji Datuk Batuah (HDB). Ia lahir tahun 1895, di Koto Laweh, Padang Panjang. Ayahnya, Syekh Gunung Rajo, adalah seorang pemimpin Tarekat Syattariyah. Datuk Batuah sempat mengenyam pendidikan dasar di sekolah Belanda. Setelah tamat, ia menuntut ilmu di Tanah Mekah selama 6 tahun, yakni dari tahun 1909 hingga 1915. Di sana ia berguru pada Syech Ahmad Khatib al-Minangkabawi . Begitu pulang dari Mekah, Datuk Batuah langsung bergabung dengan Sumatera Thawalib. Awalnya, ia menjadi murid Haji Rasul. Dia dianggap murid paling cerdas dan dinamis. Karena itu, ia pun diangkat menjadi Asisten pengajar oleh Haji Rasul. Sumatera Thawalib perguruan yang progresif, membolehkan guru dan murid-muridnya mempelajari pemikiran radikal Marxisme dan Komunisme yang disebut sebagai “Ilmu Kuminih”. HDB bertemu Natar Zainuddin, seorang buruh komunis saat ditugaskan Haji Rosul ke Aceh. Pada tahun 1923 HDB dan Natar menghadiri kongres SI di Bandu

Sarekat Islam Merah

Setelah dilakukannya Disiplin Partai dalam tubuh SI, anngota Sarekat Islam yang mendukung Semaun-Darsono menyatakan keluar dari SI yang dipimpin Tjokroaminoto. Mereka kemudian menamakan diri Sarekat Islam Merah atau Sarekat Rakyat. PKI masih merealisasikan taktik front persatuan dan berusaha memperbaiki kembali kerjasama dalam kubu SI. Akan tetapi usaha ini gagal karena kubu SI pada Kongres ke-7 CSI (Centraal Sarekat Islam) di Madiun pada tanggal 17-20 Februari 1923, mempertajam ketentuan disiplin partai dan meningkatkan pendidikan kader SI dalam usaha memperkuat organisasi partai. Sesudah kongres di Madiun ini, hilanglah pengaruh PKI dalam SI yang asli (Sudiyono, 2004:206). Sebagai reaksi terhadap keputusan Kongres Nasional ke-7 CSI di Madiun itu pada tanggal 4 Maret 1923 kaum komunis mengadakan kongres di Bandung yang dihadiri oleh 16 cabang PKI, 14 Cabang SI Merah dan serikat-serikat  kerjanya. Kongres PKI tersebut kemudian mengambil keputusan bahwa di setiap tempat yang ada SI-Put

Filsafat Anhtropologi Feurbach

Feurbach dan Agama Kemanusiaan. Saya tidak mendapatkan lema Feurbach dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia. Tapi saya mendapatkan dua nama Feurbach pada Encyclopedia Americana Vol. 11. Keduanya sama sama belajar filosofi di Universitas Jena yang tersohor itu. Tapi yang terkait dengan konteks Historis Materialisme adalah Ludwig Andreas Feurbach (filsuf anthropologi) bukan Paul Johann Anselm von Feurbach (hakim dan filsuf hukum). Menurut James Collins dari St. Louis University, Feurbach adalah filsuf Jerman dan kritikus agama yang filsafat anthropologi nya menolong Marx dan Engels terbebas dari pengaruh Hegel. Filsafat Feurbach. Dalam bukunya Toward the Critique of the Hegelian Philosophy (1839) dan Principles of the Philosophy of the Future (1843), Feurbach pecah dengan Hegel, melawan idealisme Hegel dengan konsep "sense realism" (realisme indria). Kritik mendasarnya adalah kesalahan Hegel meletakkan realitas yang sesungguhnya yaitu pada roh dan pemikiran abstrak. Menurut Feur

Hegelianisme

Marx dan Engels dipengaruhi oleh Hegel. Apalagi Hegel adalah mahaguru bagi Marx. Hegel berfilsafat dengan metode dialektika. Dialektika adalah perkembangan yang berjalan saling berlawanan, yaitu tesis-antitesis -sintesis. Hegel memberi contoh dalam bentuk negara: diktatur (tesis)-anarki (antitesis)-dem okrasi konstitusional (sintesis). Kesimpulan Hegel "semua yang real bersifat rasional". Seluruh realitas bersifat subjektif dan subjek merupakan penentu realitas. Menurut Hegel, sejarah adalah sebuah proses yang memiliki suatu akhir yang rasional. Sejarah umat manusia berlangsung dalam langkah dialektis. Roh alam semesta merealisasikan diri sendiri dan bekerja ke arah kebebasan penuh. Proses penyadaran diri roh absolut itu sudah selesai dan sejarah telah mencapai sintesis terakhir secara definitif. Setelah Hegel tiada muncul perselisihan antara pengikutnya terkait soal rasionalitas negara dan dampak religius pemikiran Hegel. Kelompok Hegelian Tua (sayap kanan) mendamaikan agam

Friedrich Engels

Friedrich Engels (1820-1895) filsuf sosialis Jerman, tumbuh dalam keluarga pengusaha tekstil kaya raya yang berpandangan politik moderat dan taat agama Protestan. Walaupun mengecam pedas nilai keagamaan dan tradisi keluarganya, Engels tetap mendapat dukungan keuangan dari orang tuanya. Engels orang yang cerdas dan memiliki banyak minat di berbagai bidang khususnya kemiliteran. Ayahnya menghendaki Engels menjadi pengusaha dan itu dilakukannya dengan baik. Ia pun dikirim ke Bremen antara tahun 1838-1841 untuk mengurus ekspor. Dalam keseharian Engels tampil sebagai mana layaknya seorang pengusaha. Meskipun demikian ia selalu menyempatkan diri memuaskan minat besarnya sebagai intelektual. Ia belajar berbagai bahasa dan membaca berbagai tulisan tokoh Angkatan Muda Jerman yang terlarang, termasuk tulisan Angkatan Muda Hegelian yang menerima proses dialektika sebagai keyakinan. Pada masa itulah Engels berubah menjadi ateis dengan menolak dasar Kristiani yang dianggapnya irasional karena tidak

Mengenal Marxisme

Marxisme adalah dasar komunisme modern. Meskipun seorang Marxis belum tentu komunis. Rumus komunis adalah Marxisme plus Leninisme. Begitu menurut MPR (S). Orang orang komunis muda menambah satu isme lagi menjadi Marxisme Leninisme Maoisme. Ini baru komunis sejati. Setidaknya begitulah menurut laman-laman kiri internasional di Eropa Barat yang saya pantau. Sekali lagi Marxisme adalah dasar teori komunisme modern. Teori ini berasal dari teori-teori Karl Marx yang dituangkan dalam buku Manifest der Kommunistischen  Partei (Manifesto Partai Komunis, 1848) yang ia tulis bersama Friedrich Engels; dan Das Kapital (1867). PROLETAR Marx menulis tentang masalah pekerja yang ia beri nama Proletar. Marx prihatin karena kaum proletar bekerja berjam-jam dengan kondisi yang sangat menyedihkan dan upah yang sangat rendah. Banyak yang hidup di daerah kumuh dalam keadaan kekurangan makan. Menurut Marx, masalah kaum proletar ini disebabkan adanya lembaga "milik pribadi" dan penguasaan kekaya

Karl Marx Bapak Komunisme

Karl Heinrich Marx (1818-1883). Marx lahir di Trier, Jerman. Ayahnya pengacara yang mengagumi Immanuel Kant dan Voltaire, serta ambil bagian dalam perubahan sistem perundangan di Prusia. Marx menjadi mahasiswa Universitas Bonn (1835) selama setahun, untuk kemudian masuk universitas Berlin (1836), tempat ia belajar hukum dan filsafat. Dalam masa ini ia berkenalan dengan ajaran Hegel. Ia terpengaruh pula oleh pendapat Bruno Bauer, teolog muda, bahwa Injil semata-mata berisi fantasi manusia dan bahwa Yesus tidak pernah ada secara historis. Sebagai anggota kelompok Hegelian Muda yang reaksioner, Marx mengalami kesulitan mencapai tingkat doktoralnya di universitas tersebut. Namun akhirnya ia berhasil juga menjadi Doktor di Universitas Jena (1841). Pada tahun 1843 Marx menikah dan tinggal di Paris di mana ia berkenalan dengan Friedrich Engels dan sejumlah tokoh sosialis Perancis. Dalam masa ini ia beralih dari seorang liberal radikal menjadi sosialis, dan menghasilkan sejumlah tulisan penti

Historis Materialisme

Apakah Historis Materialisme Itu ? Hamka rutin mengikuti kursus yang diselenggarakan SI di Yogyakarta pada pertengahan era 1920-an. Tjokroaminoto mengampu materi Islam dan Sosialisme. “Beliau dalam kursusnya tidak mencela (Karl) Marx dan (Friedrich) Engels, bahkan berterima kasih kepada keduanya sebab teori Histori(s) Materialisme Marx dan Engels telah menambah jelasnya bagaimana kesatuan sosialisme yang dibawa Nabi Muhammad, sehingga kita sebagai orang Islam merasa beruntung sebab tidak perlu mengambil teori yang lain lagi,” sebut Hamka (Amelz, H.O.S. Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangannya, 1952: 36). Apakah Historis Materialisme itu.? Historis-materi alisme adalah salah satu buah pikir dari grootmeester (mahaguru) pergerakan kaum buruh, yakni : Heinrich Karl Marx, filsuf Jerman yang tinggal di Perancis. Ia mengajarkan mengenai historis materialisme. Sukarno dalam risalahnya Nasionalisme Islamisme Dan Marxisme menulis sebagai berikut : "Kita harus membedakan historis-m

Islam dan Sosialisme

“Bagi kita orang Islam, tidak ada sosialisme atau rupa-rupa isme yang lain-lainnya yang lebih baik, lebih elok, dan lebih mulia, selain sosialisme yang berdasarkan Islam.” —H.O.S. Tjokroaminoto Setelah Kongres Istimewa PKI pada 24 Desember 1920, pertentangan di tubuh CSI (Centraal Sarekat Islam) antara golongan Semaun dan golongan Tjokroaminoto semakin melebar. Melihat kenyataan tersebut para tokoh SI tidak tinggal diam. Dengan giat mereka menggembleng para anggota SI dengan paham "sosialisme berdasarkan Islam," baik melalui surat kabar SI maupun melalui pidato di Kongres Al Islam di Garut tahun 1922. Komite kongres ini diselenggarakan  bersama Muhammadiyah untuk meluaskan ide Pan Islamisme. Hubungan-hubung an dengan gerakan Islam di luar negeripun diusahakan (Sudiyono, ENI Vol. 12, 2004:205; Masyhuri, ENI Vol. 7, 2004:253). Dari sekian banyak artikel yang pernah ditulis Tjokroaminoto, ada dua judul yang paling mencuri perhatian, yakni “Apakah Sosialisme Itu” dan “Sosialisme

Abdul Muis Sastrawan Pejuang

Pada tahun 1922 meletus pemogokan besar-besaran pertama di dalam serikat buruh pegadaian yang dipimpin oleh Abdul Muis dari CSI. PKI merasa wajib menyatakan dukungannya. Pemogokan tersebut dapat dipatahkan pemerintah hanya dengan memecat pegawai yang mogok. Buntutnya, Abdul Muis dan Tan Malaka kemudian diasingkan. Biografi singkat Tan Malaka sudah saya sampaikan. Kini saya ingin menyampaikan informasi yang singkat mengenai Abdul Muis. Abdul Muis lebih terkenal sebagai sastrawan angkatan Balai Pustaka yang terkenal dengan novelnya Salah Asuhan (1928). Padahal ia juga seorang wartawan yang giat dalam pergerakan nasional. Semasa duduk sebagai anggota Volksraad (1920-1924) ia dikenal dengan rasa nasionalismenya  yang kuat. Abdul Muis (1890-1959) dilahirkan di Sungai Puar Bukittinggi, Sumatra Barat pada 3 Juli 1890. Ia adalah mahasiswa Stovia (Sekolah Tinggi Kedokteran) Batavia, namun tidak menamatkannya karena lebih tertarik akan dunia kewartawanan dan pergerakan nasional. Ia adalah tokoh

Tan Malaka (1897-1949)

"Terbentur. Terbentur. Terbentur. Terbentuk" (Tan Malaka). Tan Malaka lahir di Pandan Gading, Sumatra Barat dengan nama lengkap Ibrahim Datuk Sutan Malaka. Ia masuk sekolah dasar di Suliki pada tahun 1902 lalu melanjutkan ke sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock (dekat Bukit Tinggi). Oleh seorang pengajar yang bernama G.H. Horensma, Malaka didesak untuk melanjutkan pendidikan di negeri Belanda. Pada tahun 1912 ia berangkat ke Belanda bersama keluarga Horensma. Keluarga inilah yang mendukung Tan Malaka untuk bersekolah di sekolah guru Haarlem baik secara moral maupun material. Saat bersekolah di Belanda, Tan menonjol dalam mata pelajaran ilmu pasti, sehingga dipuji oleh gurunya, yang menyangka orang Indonesia tidak mampu memahami ilmu pasti. Tan juga mengagumi disiplin organisasi kemiliteran Jerman dan mencurahkan perhatian besar pada hal tersebut. Tidak mengherankan jika Tan membaca banyak buku kemiliteran. Revolusi Rusia tahun 1917 menambah minat Tan pada buah pikira

Disiplin Partai di Tubuh Sarekat Islam

Setelah keliling dunia Pan-Islamisme dari Kabul sampai Istanbul, kini saya ingin mengajak para sahabat pemerhati sejarah untuk kembali ke tanah air. Sebelumnya sudah saya sampaikan adanya gesekan antara SI dan PKI. Buntut dari pertikaian SI dan PKI pada akhir tahun 1920 akibat tesis Lenin yang mengecam Pan-Islamisme dan Pan Asianisme, akhirnya pada Kongresnya yang ke-6 di bulan Oktober 1921, Sarekat Islam membuat keputusan mengenai Disiplin Partai. Keputusan ini dibuat oleh Haji Agus Salim dan Abdul Muis, karena Tjokroaminoto sedang dalam tahanan sehubungan dengan Peristiwa Garut. Dengan adanya disiplin partai maka seorang anggota SI tidak mungkin lagi menjadi anggota partai lain. Anggota-anggota  PKI kini dikeluarkan dari CSI (Central Sarekat Islam). Anggota Sarekat Islam yang mendukung Semaun-Darsono menyatakan diri keluar dari CSI yang dipimpin oleh Tjokroaminoto. Mereka kemudian menamakan diri sebagai Sarekat Rakyat atau SI Merah. SI Merah berhaluan Marxis (Purwoko, 2004:418). Kini

Sheikh Mohammad Abdouh (1849-1905)

Panglima Pan-Islamisme yang sinarnya berkilauan adalah Sheikh Mohammad Abdouh, Rektor Universitas Al Azhar dan Seyid Djamaluddin El Afghani (Sukarno, 2015:8). Siapa dan apa Seyid Djamalluddin El Afghani sudah saya sampaikan kemarin, kini giliran Sheikh Mohammad Abdouh. Berikut ini kisah singkatnya menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir dari UIN SGD dan para penulis Barat. Sheikh Mohammad Abdouh (1849-1905). Abdouh lahir di Mesir. Awalnya ia disuruh belajar membaca dan menulis agar dapat membaca dan menghafal Al-Qur'an. Dalam waktu dua tahun ia dapat menghafal Al-Qur'an. Abdouh juga disuruh orangtuanya mempelajari bahasa Arab. Lagi-lagi ia disuruh menghafal. Karena tidak puas dengan metode menghafal di luar kepala itu, Abdouh lari meninggalkan pelajarannya di Tanta. Karena ia yakin belajar tidak betmanfaat baginya, maka ia berniat menjadi petani. Pada tahun 1865, saat berusia 16 tahun, ia menikah. Niatnya menjadi petani tidak dapat diteruskan karena ia dipaksa orangtuanya kembali ke Ta

Seyid Djamaluddin El-Afghani

Seyid Djamaluddin El-Afghani (1839-1897). Dalam risalahnya yang berjudul Nasionalisme - Islamisme-Marxi sme yang dimuat pada majalah Suluh Indonesia Muda tahun 1926, Bung Karno menilai Seyid Djamaluddin El Afghani lebih radikal dari Sheikh Mohammad Abdouh (Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, 2005:8). Siapakah Djamaluddin El Afghani ? Berikut ini kisah singkatnya. (Bahan untuk tulisan ini sebagian saya dapat dari tulisan guru saya saat belajar filsafat pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Beliau adalah Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir dari Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung. Artikel beliau berjudul Pemikiran Islam Di Zaman Modern yang termuat pada Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Vol. 4 Berjudul Pemikiran dan Peradaban. Setelah saya banding-banding kan tulisan Prof. Tafsir ini adalah yang paling lengkap yang bisa saya dapatkan. Sebagai pembanding adalah pandangan pakar ke-Islaman dari Barat). Seyid Djamaluddin El Afghani (ejaan ini tetap saya gunak

Biografi Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW (570 - 632). Islam secara umum dipahami sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw karena itu beberapa penulis barat menyebutnya Mohammedanism. Istilah ini dipopulerkan oleh H.A.R. Gibbs yang menulis buku berjudul MOHAMMEDANISM AN HISTORICAL SURVEY (1955). Umat Islam tidak sependapat dengan Gibb mengenai penggunaan istilah ini. Berikut ini biografi singkat Nabi Muhammad saw yang saya sarikan dari buku karya Ibnu Katsir (terjemahan bahasa Inggris) dan Heikal (terjemahan bahasa Indonesia). Khusus mengenai jumlah ekspedisi perang saya ambil dari Atlas al-Quran (Amākin-Aqwām-A 'lām) karya Dr. Syauqi Abu Khalil. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushayy bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luaiy bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin 'Addi' bin 'Addad bin Hamyasa bin Salaman bin Binta bin Sahai

Islam Selayang Pandang

Selain tentang kebajikan, Islamisme dapat pula meliputi ideologi atau ajaran tentang hal ikhwal kenegaraan dan kemasyarakatan.  Atas dasar ini muncul istilah Pan-Islamisme yaitu suatu usaha untuk meningkatkan persatuan atau solidaritas di antara negara-negara yang berideologi Islam atau menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai acuannya (Sudibjo, 2004:256). Karena baik Islamisme (ideologi) maupun Pan-Islamisme (persaudaraan) mendasarkan diri pada Islam, perlulah kiranya kita memahami selayang-pandan g apakah yang dimaksud dengan Islam itu. Berikut sebuah wawasan tentang Islam dari Djohan Effendi dalam Ensiklopedi NasionaI Indonesia : Islam secara umum dipahami sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw karena itu beberapa penulis barat menyebutnya Mohammadanism. Perkataan Islam berasal dari kata silm yang berarti damai. Karena itu Islam mengandung makna masuk ke dalam suasan atau keadaan damai dalam kehidupan individual maupun sosial. Sebagai agama, Islam mengajarkan nilai-nila

Pan-Islamisme

Pertikaian Terbuka SI-PKI. Pada bulan November 1920 surat kabar PKI (Partai Komunis Hindia) yang berbahasa Belanda Het Vrije Woord (Kata Yang Bebas) menerbitkan tesis-tesis Lenin tentang masalah nasional dan penjahahan, yang berisi kecaman-kecaman  terhadap Pan Islam dan Pan-Asianisme. Sementara itu SI (Sarekat Islam) kian lama kian dipengaruhi Haji Agus Salim dan para pendukung Pan Islamisme. Akibatnya terjadi pertikaian terbuka yang sengit. PKI dituduh anti Islam . Pertikaian terbuka secara berapi-api itu baik dalam pertemuan-perte muan maupun dalam surat-kabar membuat basis masa SI cenderung untuk keluar dari organisasi politik (Ricklefs, 2005:364) Upaya-upaya yang dilakukan oleh beberapa orang pemimpin untuk menyelesaikan pertikaian tersebut mengalami kegagalan. Pan Islamisme. Apakah Pan Islamisme yang menjadi sasaran kritik PKI dan Lenin ? Islamisme adalah suatu paham atau ajaran yang berdasarkan Islam. Dalam kehidupan politik ada sekurang-kurang nya dua aliran atau p

Soerjopranoto De Stakingskoning

Pada bulan Desember 1919 muncul upaya untuk menciptakan suatu federasi dari serikat buruh PKI dan SI yang diberi nama PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum Buruh). PPKB terdiri atas 22 serikat dan 72.000 orang anggota yang dipimpin Semaun. Akan tetapi Si Raja Mogok, Surjopranoto, dari serikat kerja CSI (Central Sarekat Islam), yang menjadi wakil ketua, menggugat kepemimpinan Semaun dan mengusulkan untuk memindahkan pusat PPKB dari Semarang ke Yogyakarta. Soerjopranoto lahir di Yogyakarta sebagai keturunan bangsawan namun memiliki jiwa kerakyatan. Sejak duduk di sekolah rendah (ELS) ia sering membela kawan-kawannya yang diejek Belanda. Sewaktu bekerja di Tuban, Yogyakarta dan Wonosobo ia sering berselisih dengan rekan sekerjanya bangsa Belanda karena diperlakukan tidak senonoh. Ia bahkan menyobek ijazah sekolah pertanian miliknya dan menyatakan keluar dari statusnya sebagai pegawai negri. Soerjopranoto melancarkan perjuangannya lewat organisasi Sarekat Islam. Ia terpilih menjadi wakil ketua P