Catatan Dari Seorang Teman

Catatan Dadang Kusnandar

Minggu` 28 Juni 2009 sesaat menunggu istri dan anak pulang dari pasar tradisional, saya mengirimkan pesan pendek (tapi cukup panjang) kepada Tomi Johan Agusta di Denpasar, Mas Adji Klewang di Malang, dr Ribka Tjiptaning di Jakarta, Mas Cahyo Suryanto di Surabaya, Mas Harjoko di Bandung, Mas Dahono di Jakarta. Saya mentransfer kegelisahan sekaligus impian yang cukup lama terpendam: Museum Komik.

Jika setiap selesai shalat Shubuh dan menyiapkan diri ke sekolah, anak saya menyalakan televisi 14 inchi terus memeloti film kartun luar, seketika terpikir betapa minimnya pengetahuan anak saya menyoal tokoh lokal. Meski anak saya yang baru saja naik kelas 8 di Cirebon itu tergolong rajin baca dan mengoleksi buku; tetap saja Naruto, dan sebagainya yang dikenal-- mungkin jadi idola. Saya agak yakin anak-anak lain pun melakukan hal yang sama, mungkin di seluruh Indonesia.

Isi sms saya : Yang terpikir sekarang adalah, ingin ada yang mau bareng-bareng wujudkan mimpiku mendirikan Museum Komik Indonesia di Bali. Bukan cuma teringat masa kecil, tapi agar anak-anak Indonesia idolakan tokoh lokal, bukan tokoh imajinatif Jepang dan sebagainya. Pesan panjang itu, tak berapa lama dirspon teman di Denpasar, "Wah masih mikir mas, karena terhalang modal. Ha ha ha". Teman di Bandung menjawab singkat, "Ayo kita buat." Dari Malang ada jawaban, "Saya juga sedang merancang ide serupa meskipun caranya berbeda. Pengen bikin Sanggar Komik terus anak-anak itu kuajak memerdekakan diridari style Jepang. Tapi masih belum terwujud". Dari Bandung sms pun berlanjut, "Bagusnya di Ubud atau di Negara, karena di sana Dikdasmennya bagus, bupatinya juga ok". Lantas saya balas sms ke Bandung, "Tolong mas yang koordinir karena saya tidak kenal bupati itu". Dia pun menyahut, "Insya Allah". Dari Denpasar ada pilihan alternatif, katanya, "Bagus di Ubud, kalau di Negara jauh".

Dokter Ning menjawab singkat, "Setuju, tapi kenapa harus di Bali". "Bali lebih pas karena volume kunjungan wisatawan yang tinggi. Menurut saya Jakarta kurang tepat", jawab saya.Mas Adji merespon lagi, "Benar-benar kabar bagus kang. Sampeyan sudah link up dengan Bli Dewa Demuhbening di MP?". Saya balas, "Belum. Baru mas Tomi. Apa id MP nya atau kabari saja sms-an kita siang ini". "Cari saja di daftar contact mas Tomi atau aku, id-nya demuhbening. Dia dan mas Tomi mengelola website Balicomic". Dari Bandung, Dian Hartati merespon, "Siapa tahu komik yang diterbitkan Mizan bisa masuk museum tersebut".
Mas Dahono dari Jakarta membalas, "Kenapa Bali? Bukannya Cirebon juga membutuhkan lokal hero?". "Bali sama saja kayak Jakarta. Kecuali pertimbangannya memang cuma dagang".

Pesan pendek yang lebih pas disebut pesan panjang karena di hp lama batas maksimalnya 1000 karakter, siang itu menyenangkan sekaligus menantang. Bukan belaga melawan opini yang tercipta dari film-film kartun Jepang di benak anak, apalagi berdalih neolib; melainkan bagi kami sangat penting lantaran anak-anak Indonesia lebih hafal Naruto daripada Jaka Sembung. Lebih paham dan dekat Shunchi Kudo daripada Si Pitung atau Bang Jampang. Lebih akrab dengan Maria Edogawa, Hatake Kakashi dan masih banyak lainnya ketimbang I Gusti Ngurah Rai.

(Catatan pendek ini semoga menjadi sebuah tema diskusi dengan teman-teman yang namanya saya rujuk di atas, yang tergabung di situs ini. Terima kasih)

Komentar

  1. Terinspirasi hasrat adanya Museum Komik Indonesia di Ubud Bali, sebenarnya berangkat dari komunikasi yang cukup kerap bersama komikus asal Malang, mas Adji Prasetyo dan pencinta komik dari Denpasar, mas Tommy Johan Agusta melalui MP. Kami saling mengetengahkan berbagai materi dan masalah seputar komik dam dunia anak-anak indonesia khususnya yang kian hari kian lebih mencintai tokoh komik Jepang dan Amerika (ingat Sponge Bob). Jika disusuri sebenarnya tokoh komik indonesia sangat banyak dan beragam. Dari jago silat, jago pacaran, dan jago-jago lainnya.

    Ide tersedianya Museum Komik Indonesia itu semula masih tersamar, dan baru disampaikan melalui sms yang Minggu siang itu (28 Juni 2009)berlarian ke beberapa kota: Malang, Denpasar, Bandung, Jakarta dan Surabaya.

    Jika teman-teman mempunyai impian yang sama, mari kita wujudkan mimpi itu. Terima kasih. Selamat bekerja.

    Salam damai.
    Salam komik Indonesia.

    BalasHapus
  2. Mas Harjoko dan kawan-kawan penggemar komik dimanapun berada.
    Bersama komunitas penggemar komik Bali yang telah tergabung dalam web www.balicomics.com kami sambut gembira dan seakan tak percaya jika kawan-kawan ingin menggagas berdirinya museum komik di Bali, tepatnya di Ubud.
    Sebelum bercerita mengenai komik, ijinkan saya mempetakan Ubud sebagai desa seni yang telah mencengangkan penikmat seni hingga ke mancanegara. Berbagai galeri seni milik Nyoman Gunarsa, Made Wianta bahkan pelukis kesayangan Bung Karno Antonio Blanco pun hadir disana. Kami di Bali lebih terkejut lagi, ketika Museum Marketing telah di launching di desa ini, yang diresmikan oleh Phillip Kotler. Maka ajakan kawan-kawan untuk memilih desa ini sebagai tempat untuk museum sangatlah tepat.
    Berbicara masalah komik, kami di Bali pernah mempunyai ide untuk berbagi koleksi kepada penggemar lain, waktu itu idenya hanyalah berupa cafe comic. Dimana penggemar kami persilahkan untuk datang, membaca, dan menikmati suasana sembari minum kopi dan kue. Akan tetapi kendala modal adalah kendala yang klasik tapi nyata. Akhirnya bersama Mas Dewa (damuh bening) dan Pak David, mimpi itu kita kubur dulu dan lahirlah web.
    Secara pribadi koleksi komik kami tidaklah lengkap, akan tetapi dengan konsep bersatu kita teguh, maka koleksi kami bertiga rasanya telah layak untuk dimuseumkan. Karena selama ini kami selalu bahu membahu dalam diskusi dan mewujudkan impian itu, meskipun kami juga memiliki kesibukan di pekerjaan masing-masing.
    Mari kita diskusikan lebih detil lagi untuk menggapai impian yang sama. Salam hangat dari kami komunitas Balicomics

    Salam Damai
    Tommy Johan Agusta

    BalasHapus
  3. terima kasih belih Tommy di Bali dan kang Dadang di Cirebon. bung Totok Siswantara seorang kolumnis dari Bandung ternyata juga sudah melakukan browsing mengenai perkomikan di Nusantara ini ternyata komunitasnya cukup luas dan beragam. saya pun baru tahu ternyata di sunset boulevard Kuta ada museum komik indonesia. kalau begitu mari kita satukan minat dan potensi yang ada untuk membuat museum yang lebih lengkap dan memadai. trims dan salam komik:
    harjoko sangganagara (harsablog.blogspot.com)

    BalasHapus
  4. klik: dakusnandar.multiply.com
    ada lanjutan Museum Komik Indonesia dg titel Dua.

    BalasHapus
  5. kalau tidak salah yang di sunset rood itu museum kartun mas, kalau toh ada museum komik kok kami belum tahu ya keberadaannya, jadi penasaran nih

    salam damuhbening

    BalasHapus
  6. betul belih damuhbening. saya dapat telpon dari belih Tommy yang mengatakan bahwa museum di sunset boulevard itu memang museum kartun yang diolah kembali. Trims dan salam komik.

    BalasHapus
  7. Saya dukung!!
    (Tp saya bisa kontribusi apa ya? Hmm..)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan