Amir Hamzah (1911-1946)

 

 

Pada 3 Maret 1946, terjadi revolusi sosial di Sumtra Timur. Para Aristokrat tak luput dari sasaran massa.  Semua bangsawan Melayu pria di Sumatera Timur ditangkap dan dibunuh.

Amir Hamzah Gelar Pangeran Indra Putra, dikenal sebagai raja penyair Indonesia. Kehidupan Amir Hamzah berakhir ironis dan tragis. Ia yang sangat mencintai tanah airnya, bersama sejumlah keturunan bangsawan lainnya, dibunuh dalam revolusi sosial yang bergolah di daerah kediamannnya di Langkat pada tahun 1946. Makamnya hingga kini belum diketahui dengan pasti. Pada tahun 1965 ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Beberapa pengamat berpendapat bahwa di tangannyalah bahasa Melayu berada dalam puncak keindahannya. Oleh STA, Amir Hamzah disebut penyair terbaik dalam angkatannya. Ia dianggap sejajar dengan Chairil Anwar.  Syairnya bernafaskan keagamaan dan kecintaan pada tanah air, dengan irama dan gaya bahasa yang segar. Ia juga dikenal dengan kemampuannya mengungakapkan kata-kata Melayu dalam puisi modern yang kaya dengan bunyi bahasa . Ia dikenal taat beragama dan pandai berpidato.

Setelah menyelesaikan MULO, Amir Hamzah meneruskan ke AMS A.I. (Sastra Timur), lalu masuk RHS (Sekolah Tinggai Hukum). Bersama STA dan Armyn Pane, Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru (1933), yang terus terbit secara teratur hingga Jepang masuk Indonesia.

Walaupun berasal dari keluarga bangsawan di Langkat, Sumatra Timur, ia berjiwa kerakyatan. Pandangan hidupnya luas, yang dibuktikan dengan kenggotaannya dalam Jong Java. Amir Hamzah selalu berusaha menyesuaikan diri dengan tempatnya berada. Itu sebabnya ia tidak canggung bergaul dengan tokoh pergerakan asal Jawa seperti Mr. Raden Pandji Singgih dan K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat.

Ketika pergerakan pemuda sedang bergolak, Amir Hamzah menjabat Ketua Indonesia Muda Cabang Solo. Bersama Armijn Pane dan kawan kawan, ia menjadi utusan Indonesia Muda Cabang Solo ke Kongres Indonesia Muda yang diselenggarakan di Solo dari 29 Desember 1930 sampai 2 Januari 1931.

Sesuai adat, Amir Hamzah menikah dengan gadis pilihan orang tuanya, Puteri Tahura. Dengan demikian, ayahnya Bendahara Paduka Raja berbesanan dengan Sultan Langkat. Padahal Amir Hamzah sendiri sebetulnya mencintai Elik Sundari, yang kelak menikah dengan Iskaq Tjokrohadirsurjo  (pendiri PNI dan kelak menjadi Menteri).

 A


mir Hamzah antara lain memuat syairnya dalam Timbul, Panji Pustaka, dan Pujangga Baru. Kumpulan puisinya antara lain Buah Rindu (1937), Setanggi Timur (1939) yang merupakan karya terjemahan dan Nyanyi Sunyi (1941). Ia juga menerjemahkan Kitab Bhagawad Gita, beberapa bagian dari Sjirul Asjar, dan sebagian Perjanjian Lama ke dalam bentuk puisi. Semuar karya Amir Hamzah yang pernah dimuat dalam berbagai majalah dikumpulkan dan diterbitkan oleh H.B. Yassin dengan judul Amir Hamzah, Raja Pujangga Baru (1962) (Soebagijo I.N.,  ENI Jilid 6, 2004 : 324-325).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

B.M. Diah

PSII di Zaman Jepang

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)