Serangan Umum 1 Maret 1949
Pada tanggal 1 Maret 1949 terjadi serangan terhadap Yogyakarta. Serangan yang kemudian dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap Yogyakarta itu dilakukan oleh sekitar 2500 pasukan gerilya dan berhasil memukul mundur tentara Belanda selama enam jam. Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut berhasil meyakinkan dunia internasional bahwa TNI belum hancur sebagaimana sering dipropagandakan Belanda sebelumnya. Ada yang mengatakan bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto yang kemudia menjadi Presiden kedua Republik Indonesia (Purwoko, 2004:337).
Sumber lain mengatakan bahwa serangan umum ini digagas oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX .
“Seperti yang kita ketahui, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara, sebagai hari untuk memperingati Serangan Umum 1 Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Yogyakarta.” (kesbang.jogjakarta.go.id, 2 Maret 2023).
“Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Akhir Serbuan Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan dengan penguasaan Yogyakarta selama 6 jam. Letnan Kolonel Soeharto saat itu memimpin serangan ini. Adanya Serangan Umum 1 Maret 1949 membuktikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia tetap ada. Tokoh lain yang tidak terlepas dari peristiwa ini adalah Sultan Hamengku Buwono IX. Dia mempersilakan satuan-satuan pejuang di dalam maupun luar Yogyakarta ke istananya untuk saling berkomunikasi. Beliau merupakan tokoh kunci penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949. Berdasarkan wawancaranya dengan Radio BBC London tahun 1986, Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan dia melihat semangat rakyat makin lemah pada akhir Januari 1949. Sedangkan saat itu dia juga mendengar dari radio bahwa Dewan keamanan PBB pada awal Maret 1949 hendak membahas persengketaan Indonesia-Belanda. Hal tersebut dinilai menjadi alasannya melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949. Tujuannya adalah meningkatkan semangat dan harapan rakyat serta menarik perhatian dunia bahwa RI masih punya kekuatan.
Serangan umum dilancarkan jam 06.00 pagi seiring bunyi sirine pertanda jam malam berakhir. Belanda tidak siap dan tentara RI dalam waktu singkat memukul seluruh pasukan militer Belanda. Pada waktu inilah selama enam jam, Yogyakarta berhasil dikuasai tentara RI. Akhir Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah tepat pukul 12.00 ketika pasukan RI mundur. Saat pasukan bantuan Belanda datang, tentara RI sudah tidak di tempat. Belanda kemudian hanya bisa menyerang daerah sepanjang pengunduran pasukan republik.
Esok harinya, R. Sumardi menyampaikan peristiwa ini ke pemerintah PDRI di Bukittinggi via radiogram. Informasi tersebut kemudian disampaikan ke A. A. Maramis yang merupakan diplomat RI di New Delhi, India. Warta yang sama juga diberikan kepada L. N. Palar, diplomat RI di New York, Amerika Serikat. Serangan Umum pun dilansir ke luar negeri melalui pemancar radio yang ada di Wonosobo.
Meski hanya enam jam, dampak Serangan Umum 1 Maret 1949 cukup besar, di antaranya:
1. Menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia tetap ada dan TNI masih mampu menyerang ;
2. Mendukung diplomasi RI di forum PBB ;
3. Mendorong perubahan sikap Amerika Serikat yang akhirnya balik menekan Belanda agar berunding dengan RI ;
4. Menaikkan mental rakyat dan TNI yang bergerilya ;
5. Mematahkan mental dan semangat Belanda.
Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik Indonesia, mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat - artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda untuk selamanya ” (kesbangpol.kulonprogo.go.id , 2 Maret 2023).
“Sri Sultan HB IX sebagai Raja Keraton Yogyakarta kemudian mengirim surat kepada Panglima Besar TNI, Jenderal Sudirman untuk meminta izin diadakannya serangan. Sudirman pun menyetujui permintaan tersebut. Ia meminta kepada Sri Sultan HB IX untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III untuk melakukan serangan. Setelah perencanaan yang matang, tepat pukul 06.00, 1 Maret 1949, sirine dibunyikan, yang menandakan serangan telah dimulai.
Serangan besar-besaran pun dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Dalam penyerangan ini, Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat hingga ke batas Malioboro. Dalam waktu singkat, Belanda berhasil dipukul mundur dan meninggalkan pos-pos militer mereka. Lebih lanjut, sejumlah persenjataan yang dimiliki Belanda juga berhasil direbut tentara Indonesia. Dengan demikian, Serangan Umum 1 Maret 1949 berhasil dimenangi pihak RI. Untuk mengenang peristiwa ini, pemerintah menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Penetapan ini tercantum dalam Keppres Nomor 2 Tahun 2022.” (Verelladevanka Adryamarthanino , Tri Indriawati, kompas.com, 1 Maret 2023).
Komentar
Posting Komentar