Piagam Bandung yang Layu Sebelum Berkembang

 


Dalam pidatonya pada Seminar Pancasila di Universitas Gajah Mada Yogyakarta 20 Februari 1959 Bung Karno berkata bahwa ia  akan meminta Konstituante untuk menyetujui anjurannya kembali kepada UUD 1945 dan bersama sama menandatangani Piagam Bandung yang berbunyi bahwa Republik Indonesia sekarang berundang-undang dasar UUD 1945. Diharapkan Piagam Bandung tersebut sudah ditandatangani sebelum 17 Agustus 1959 supaya pada tanggal 17 Agustus 1959 Republik kembali kepada Republik yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Apakah Piagam Bandung Itu ?

Pada tanggal 2 Maret 1959 pukul 19.30 dalam Rapat Pleno DPR Perdana Menteri Djuanda menyampaikan pidato mengenai pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Dalam pengantar pidatonya Djuanda menyampaikan bahwa sejak tahun 1949 negara menghadapi kesulitan-kesulitan di bidang politik, ekonomi, militer dan kemasyarakatan. Kelemahan terjadi antara lain karena banyaknya partai-partai dan fraksi-fraksi dalam DPR, tidak adanya stabilitas pemerintahan, dan penyelewengan-penyelewengan di bidang sosial ekonmomi sehingga pemerintah harus meninggalkan sistem yang lama dan menempuh jalan baru (Supeni, 2001 : 353-354). Dalam keterangan ini Djuanda juga mengulas Piagam Bandung.

Isi Piagam Bandung di antaranya akan memuat :

a.       diakuinya Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 sebagai dokumen historis;

b.      bahwa segala hal hasil Konstituante yang telah dicapai diserahkan kepada Pemerintah;

c.       bahwa pemerintah membentuk suatu Panitia Negara untuk meninjau segala peraturan-peraturan hukum yang berlaku dan badan-badan kenegaraan guna disesuaikan dengan Undang-undang Dasar 1945;

d.      berlakunya UUD 1945 bagi segenap bangsa Indonesia sejak penandatanganan Piagam Bandung.

Rancangan Piagam Bandung diajukan oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja di tengah perdebatan mengenai Piagam Jakarta pada tahun 1959. Pemerintah Soekarno-Djuanda pada tahun itu tengah merencanakan pengembalian Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) dan berupaya meyakinkan Konstituante (yang berkedudukan di Kota Bandung) untuk menerima pengembalian tersebut. Namun, Blok Islam saat itu menginginkan pemberlakuan kembali Piagam Jakarta. Dalam piagam ini, sila pertama Pancasila berbunyi "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", alih-alih "Ketuhanan yang Maha Esa". Untuk memenuhi keinginan Blok Islam, Soekarno menyatakan dalam pidatonya di hadapan Konstituante pada 22 April 1959 bahwa jika Konstituante setuju, ia akan mengeluarkan "Piagam Bandung" yang akan secara resmi mengakui Piagam Jakarta sebagai suatu dokumen historis. Kemudian, pada 21 Mei 1959, Djuanda menjelaskan kepada anggota Konstituante bahwa Piagam Bandung akan memuat pertanyaan berikut : 

“... diakui adanya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang ditandatangani oleh Sukarno, Mohammad Hatta, AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, AK Mudzakkir, Agus Salim, A Soebardjo, A Wahid Hasjim, dan Moh Yamin sebagai dokumen historis dan yang menjiwai penyusunan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi bagian daripada Konstitusi Proklamasi tersebut.”

Namun, usulan Piagam Bandung masih belum memenuhi keinginan blok Islam, karena mereka ingin agar frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" ditambahkan ke dalam Pasal 29 UUD 1945 yang mengatur soal kedudukan agama dalam negara. Usulan ini gagal mendapatkan dukungan mayoritas anggota Konstituante pada 29 Mei, sehingga blok Islam menolak mendukung pengembalian UUD 1945. Soekarno kemudian mengeluarkan Dekrit Presiden Republik Indonesia 1959 yang membubarkan Konstituante dan menyatakan kembali ke UUD 1945, sehingga rancangan Piagam Bandung tidak pernah disahkan (p2k.stekom.ac.id, 21 Juli 2021).

Meskipun akhirnya tidak pernah disahkan, Piagam Bandung sering menjadi acuan dalam pembahasan di Konstituante.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Muhammad Yamin

B.M. Diah

PSII di Zaman Jepang