Pidato Muhammad Yamin
Pada hari kedua sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, dimulai dengan mendengarkan pidato dari para anggota yang datang yaitu seperti: Muhammad Yamin, Margono, Sosroningrat, Wiranatakusuma, Soemitro, Woerjaningrat, Soerjo, Soesanto, Dasaad, Rooseno, dan Aris P. Untuk kepentingan menjernihkan kesimpangsiuran mengenai penggagas Pancasila, maka terlebih dahulu saya muat pidato Yamin, Sukarno dan Supomo. Berikutnya saya sampaikan pidato dari pembicara lainnya jiwa waktu dan kesempatan tersedia.
Intisari Pidato Muhammad Yamin adalah sebagai berikut :
A.
Bahan-bahan dicari tidak hanya di Jawa tapi juga di
selutuh Indonesia seperti Borneo, Selebes, Maluku, Malaya, Sumatra dan Sunda
Kecil.
B.
Tiga usaha yang harus dilakukan : (1) menungumpulkan
bahan untuk pembentukan negara; (2) menyusun UUD negara; (3) menjalankan isu
hukum negara Indonesia.\
C. Indonesia
Merdeka, sekarang !
1.
E’tat nation
= nationale staat = negara kebangsaan. Bukan dominion, protectorat, mandaat, Atlantic Charter.
2.
Tujuan Kemerdekaan : dasar kemanusiaan (internasionalisme),
dasar kedaulatan rakyat atau kedaulatan negara.
3.
Ke-Tuhanan.
Peradaban Indonesia mempunyai
Ketuhanan Yang Maha Esa.
4.
Dasar-dasar yang tiga :
a. Permusyawaratan
(Qur-an)-mufakat (adat).
b. Perwakilan
(adat)
c. kebijaksanaan
(rationalisme).
D.
Negara rakyat Indonesia :
1. Republik;
Negara Kesatuan, faham unitarisme.
2. Satu
kedaulatan: yang dijunjung oleh Kepala Negara, daerah dan rakyat.
3. Kepala
Negara, pemerintah daerah dan pemerintahan persekutuan desa (nagari, marga,
dll) dipilih secara timur dalam permusyawaratan yang disusun secara rakyat.
Pemerintahan Syariah.
4. Permusyawaratan,
pemilihan dan pembaharuan pikiran menjadi dasar pengangkatan dari segala
pemutusan urusan negara.
5. Nagari,
desa dan segara persekutuan hukum adat yang dibarui dengan jalan rasionalisme
dan pembaruan zaman, dijadikan kaki susunan negara sebagai bagian bawah.
6. Pemerintah
Pusat dibentuk di sekeliling Kepala Negara terjadi atas :
a. Dua
orang Wakil Kepala Negara
b. Satu
kementrian sekeliling seorang Perdana Menteri.
c. Pusat
Parlemen Badan-badan Perwakilan, yang terbagi atas Balai Pertemuan dan Balai Perwakilan Rakyat.
7. Antara
bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah, sebagai Pemerintah Daerah.
Untuk Pemerintah Urusan Dalam, Pangreh Praja sekarang mementingkan kekuasaan
kepada Negara Indonesia dan Pemerintah. Urusan Dalam bagi seluruh Indonesia
disusun kembali.
8. Pekerjaan
atas jalan desentralisasi atau dekonsentrasi yang tidak mengenal federalisme
atau perpecahan negara.
9. Indonesia
menjadi anggota yang berkedaulatan dalam permusyawaratan bangsa-bangsa Asia
Timur Raya dan dalam persaudaraan bangsa-bangsa sedunia.
a. Negara
Rakyat Indonesia, bukan negara golongan, negara angkatan atau negara bangsawan.
b. Pembelaan,
Perang Jihad (agama) – perang keraman (adat), menyempurnakan teknik dan
disiplin peperangan dan menyusun siasat perang (rasionalisme).
c. Budi
(moral) Negara Indonesia: yang ketiga.
1) Setia negara, rasa kebaktian (Syailendra dan
Sriwijaya)
2) Tenaga
rakyat: (kekuatan rakyat (Majapahit-Gajah Mada)
3) Kemerdekaan
: ingin merdeka (Indonesia Merdeka).
10. Kesejahteraan
Rakyat : Perubahan besar tentang kesejahteraan yang mengenai kehidupan ekonomi
dan sosial sehari-hari yang mengenai dari putra-putri negeri.
a. Daerah
Negara. Kemauan angkatan muda Indonesia : Sumatera, Jawa, Malaya, Borneo,
Selebes, Sunda Kecil, Maluku, Papua.
b. Penduduk
dan Putera Negara. Sebelum hari pelantikan Negara, diadakan ketentuan tentang
kedudukan golongan Peranakan, Arab, dan Tionghoa. Jalan memasuki daerah
keputeraan terbuka seluas-luasnya.
c. Bentuk
Negara : Berkat bantuan Bala Tentara Dai Nippon dan berkat kesungguhan
perjuangan rakyat Indonesia, ditakdirkan oleh Tuhan kita naik dari kedudukan
jajahan menjadi Negara Merdeka.
E.
Syair Indonesia Merdeka
Sumber : Kusuma, 2004 : 97-99, berdasarkan dokumen
dari Pringgodigdo Archief di Algemeen Rijksarchief (A.R.A.) Den Haag, yang kini
tersimpan di Arsip Nasional Jakarta. Sistematika mengalami perubahan dari saya.
Komentar
Posting Komentar