Pendidikan dan Pengajaran
Pada tanggal 17 Juli 1945 pagi BPUPKI sidang membahas pemindahan ibukota dan pendidikan dan pengajaran. Pemindahan ibukota Indonesia Merdeka ditolak dengan 45 suara, mufakat 19 suara. Laporan pendidikan dan pengajaran ditambah dua poin, angka rum IX dan X, diterima secara bulat (Laporan tentang pekerjaan Dokuritsu Zyunbi Tyosa Kai, No. D.K. I/17-9, 18 Juli 1945).
Saya ingin memanjakan pembaca dengan memuat keseluruhan laporan pendidikan dan pengajaran tersebut, khususnya bagi rekan-rekan sejawat para pendidik dari jenjang terendah hingga yang paling tinggi.
“SOAL-SOAL PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
(Garis-garis Besar)
I. Dengan Undang-undang berkewajiban belajar, atau peraturan lain, jika keadaan suatu daerah memaksanya, Pemerintah memelihara pendidikan dan kecerdasan akal budi untuk segenap rakyat dengan cukup dan sebaik-baiknya, seperti ditetapkan dalam Undang-undang Dasar, Pasal 31.
II. Dalam garis-garis adab kemanusiaan, seperti terkandung di dalam segala pengajaran agama, maka pendidikan dan pengajaran nasional bersendi pada agama dan kebudayaan bangsa serta menuju ke arah keselamatan dan kebahagiaan masyarakat.
III. Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
IV. Untuk dapat memperhatikan serta memelihara kepentingan-kepentingan khusus dengan sebaik-baiknya, teristimewa yang berdasarkan agama dan atau kebudayaan, maka pihak rakyat diberi kesempatan yang cukup luas untuk mendirikan sekolah-sekolah partikelir, yang penyelenggaraannya, sebagian atau sepenuhnya, boleh dibiayai oleh Pemerintah. Pengawasan dari Pemerintah atas usaha-usaha sekolah-sekolah partikelir itu, hanya mengenai syarat-syarat untuk menjamin kebaikan pelajaran dan ketentraman umum.
V. Tentang susunan pelajaran pengetahuan umum harus ditetapkan suatu daftar pengajaran sedikit-dikitnya (minimum leerplan), yang menetapkan luas-tingginya pelajaran pengetahuan dan kepandaian umum, serta pula pendidikan budi pekerti, teristimewa pendidikan semangat bekerja, kekeluargaan, kebaktian, cinta tanah air, serta keprajuritan. Syarat-syarat itu diwajibkan untuk semua sekolah, baik kepunyaan negeri maupun partikelir.
VI. Susunan sekolah diatur sebagai berikut :
1. Mulai tingkatan Sekolah Rakyat sampai tingkatan Sekolah Menengah Tinggi diadakan sekolah pengetahuan umum dan sekolah kepandaian khusus (vakschool).
2. Untuk murid-murid yang tidak akan meneruskan pelajarannya, maka tiap-tiap Sekolah Rakyat diadakan sambungannya, yaitu “kelas masyarakat” untuk mengajarkan permulaan kepandaian khusus yang sesuai dengan alam dan masyarakat di tempat kedudukan sekolah masing-masing, (pertanian di desa-desa, perdagangan dan pertukangan di kota, pelajaran dan perikanan di keliling pantai, dsb.), dan pelajaran ilmu kemasyarakatan yang praktis.
3. Tiap-tiap sekolah pengetahuan umum mempunyai hubungan lanjutan dengan sekolah kepandaian khusus.
4. Sekolah-sekolah menengah atau menengah tinggi dibagi menjadi Bagian A (dari Alam) dan Bagian B (dari Budaya), untuk menyesuaikan pengajaran dengan pembawaan anak-anak murid.
5. Pada sekolah-sekolah menengah atau menengah tinggi putri daftar pelajarannya yang mengenai pengetahuan umum, sama dengan daftar pelajaran sekolah yang sejenis untuk anak-anak lakiu-laki.
6. Lamanya belajar di masing-masing tingkatan sekolah (pertama, rakyat, menengah dan menengah tinggi) adalah tiga tahun.
7. Tentang sekolah-sekolah khusus, yakni sekolah kepandaian (vackschool), maka untuk segala kepentingan masyarakat dan kebudayaan harus diadakan sekolah-sekolah khusus yang cukup. Misalnya, sekolah-sekolah tani, pertukangan, teknik, dan sebagainya, juga sekolah-sekolah kesusasteraan, musik, pelukis, ukir-ukiran, dan sebagainya.
8. Sekolah-sekolah untuk mendidik guru-guru harus dipertimbangkan . Bahkan, untuk pengluasan pendidikan dan pengajaran yang sehebat-hebatnya, harus diadakan usaha-usaha untuk mendidik guru dengan cara kilat. Baik untuk penyelenggaraan sekolah-sekolah guru biasa, maupun untuk pendidikan guru secara kilat, maka kegiatan rakyat dengan sekolah-sekolah partikelir harus dipergunakan sebaik-baiknya.
9. Untuk dapat tenaga-tenaga pemimpin penyelenggara segala kewajiban negeri dan masyarakat yang penting-penting, maka harus diadakan universiteit dan atau sekolah-sekolah tinggi yang cukup, jangan dilupakan sekolah-sekolah tinggi untuk keprajuritan.
10. Biaya belajar harus serendah-rendahnya, dengan pembebasan uang belajar untuk mereka yang tidak mampu.
VII. Tentang pengajaran bahasa dan kebudayaan, dengan mengingat pasal-pasal 32 dan 36 Undang-undang Dasar dan pasal III dalam Garis-garis Besar ini sebagai berikut:
1. Bahasa Indonesia diajarkan dengan cukup di segala sekolah di seluruh Indonesia dan dipakai sebagai bahasa perantaraan, mulai di Sekolah Rakyat sampai Sekolah Tinggi.
2. Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, diwajibkan mengajarkan bahasa persatuan mulai kelas 3 pada sekolah pertama, dengan jaminan akan cukup pandaiknya anak-anak dalam bahasa Indonesia, bila mereka tamat belajar di Sekolah-sekolah Rakyat.
3. Bahasa Nippon sebagai bahasa asing yang terpenting di seluruh Asia, baik untuk keperluan hubungan negara-negara di Asia Timur Raya maupun untuk mudah mengambil kebudayaan Nippon, yang dapat memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia, diajarkan mulai kelas 5 di Sekolah Rakyat, dengan jaminan akan cukup pandainya anak-anak dalam bahasa itu, bila mereka duduk di Sekolah Menengah.
4. Di Sekolah Menengah Tinggi (=SMA) bagian Budaya diajarkan bahasa Arab dan Sanskerta.
5. Bahasa asing, yang kelak diakui sebagai bahasa perantaraan sedunia diajarkan mulai di Sekolah Menengah.
VIII. Selain di dalam sekolah-sekolah harus dipentingkan juga pendidikan rakyat dengan jalan sebagai berikut :
1. Latihan-latihan keprajuritan untuk pemuda-pemuda, laki-laki dan perempuan;
2. Pendidikan yang ditujukan kepada orang-orang dewasa;
3. Pendidikan khusus kepada kaum wanita dengan mempergunan Hunjinkai;
4. Memperbanyak bacaan dengan memajukan perpustakaan, penerbitan surat-surat kabar dan majalah-majalah;
IX. Mendidikan Balai Bahasa Indonesia
X. Mengirimkan pelajar-pelajar ke seluruh dunia".
Sumber : Kusuma, 2004 :458-460).
Saya ingin memanjakan pembaca dengan memuat keseluruhan laporan pendidikan dan pengajaran tersebut, khususnya bagi rekan-rekan sejawat para pendidik dari jenjang terendah hingga yang paling tinggi.
“SOAL-SOAL PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
(Garis-garis Besar)
I. Dengan Undang-undang berkewajiban belajar, atau peraturan lain, jika keadaan suatu daerah memaksanya, Pemerintah memelihara pendidikan dan kecerdasan akal budi untuk segenap rakyat dengan cukup dan sebaik-baiknya, seperti ditetapkan dalam Undang-undang Dasar, Pasal 31.
II. Dalam garis-garis adab kemanusiaan, seperti terkandung di dalam segala pengajaran agama, maka pendidikan dan pengajaran nasional bersendi pada agama dan kebudayaan bangsa serta menuju ke arah keselamatan dan kebahagiaan masyarakat.
III. Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
IV. Untuk dapat memperhatikan serta memelihara kepentingan-kepentingan khusus dengan sebaik-baiknya, teristimewa yang berdasarkan agama dan atau kebudayaan, maka pihak rakyat diberi kesempatan yang cukup luas untuk mendirikan sekolah-sekolah partikelir, yang penyelenggaraannya, sebagian atau sepenuhnya, boleh dibiayai oleh Pemerintah. Pengawasan dari Pemerintah atas usaha-usaha sekolah-sekolah partikelir itu, hanya mengenai syarat-syarat untuk menjamin kebaikan pelajaran dan ketentraman umum.
V. Tentang susunan pelajaran pengetahuan umum harus ditetapkan suatu daftar pengajaran sedikit-dikitnya (minimum leerplan), yang menetapkan luas-tingginya pelajaran pengetahuan dan kepandaian umum, serta pula pendidikan budi pekerti, teristimewa pendidikan semangat bekerja, kekeluargaan, kebaktian, cinta tanah air, serta keprajuritan. Syarat-syarat itu diwajibkan untuk semua sekolah, baik kepunyaan negeri maupun partikelir.
VI. Susunan sekolah diatur sebagai berikut :
1. Mulai tingkatan Sekolah Rakyat sampai tingkatan Sekolah Menengah Tinggi diadakan sekolah pengetahuan umum dan sekolah kepandaian khusus (vakschool).
2. Untuk murid-murid yang tidak akan meneruskan pelajarannya, maka tiap-tiap Sekolah Rakyat diadakan sambungannya, yaitu “kelas masyarakat” untuk mengajarkan permulaan kepandaian khusus yang sesuai dengan alam dan masyarakat di tempat kedudukan sekolah masing-masing, (pertanian di desa-desa, perdagangan dan pertukangan di kota, pelajaran dan perikanan di keliling pantai, dsb.), dan pelajaran ilmu kemasyarakatan yang praktis.
3. Tiap-tiap sekolah pengetahuan umum mempunyai hubungan lanjutan dengan sekolah kepandaian khusus.
4. Sekolah-sekolah menengah atau menengah tinggi dibagi menjadi Bagian A (dari Alam) dan Bagian B (dari Budaya), untuk menyesuaikan pengajaran dengan pembawaan anak-anak murid.
5. Pada sekolah-sekolah menengah atau menengah tinggi putri daftar pelajarannya yang mengenai pengetahuan umum, sama dengan daftar pelajaran sekolah yang sejenis untuk anak-anak lakiu-laki.
6. Lamanya belajar di masing-masing tingkatan sekolah (pertama, rakyat, menengah dan menengah tinggi) adalah tiga tahun.
7. Tentang sekolah-sekolah khusus, yakni sekolah kepandaian (vackschool), maka untuk segala kepentingan masyarakat dan kebudayaan harus diadakan sekolah-sekolah khusus yang cukup. Misalnya, sekolah-sekolah tani, pertukangan, teknik, dan sebagainya, juga sekolah-sekolah kesusasteraan, musik, pelukis, ukir-ukiran, dan sebagainya.
8. Sekolah-sekolah untuk mendidik guru-guru harus dipertimbangkan . Bahkan, untuk pengluasan pendidikan dan pengajaran yang sehebat-hebatnya, harus diadakan usaha-usaha untuk mendidik guru dengan cara kilat. Baik untuk penyelenggaraan sekolah-sekolah guru biasa, maupun untuk pendidikan guru secara kilat, maka kegiatan rakyat dengan sekolah-sekolah partikelir harus dipergunakan sebaik-baiknya.
9. Untuk dapat tenaga-tenaga pemimpin penyelenggara segala kewajiban negeri dan masyarakat yang penting-penting, maka harus diadakan universiteit dan atau sekolah-sekolah tinggi yang cukup, jangan dilupakan sekolah-sekolah tinggi untuk keprajuritan.
10. Biaya belajar harus serendah-rendahnya, dengan pembebasan uang belajar untuk mereka yang tidak mampu.
VII. Tentang pengajaran bahasa dan kebudayaan, dengan mengingat pasal-pasal 32 dan 36 Undang-undang Dasar dan pasal III dalam Garis-garis Besar ini sebagai berikut:
1. Bahasa Indonesia diajarkan dengan cukup di segala sekolah di seluruh Indonesia dan dipakai sebagai bahasa perantaraan, mulai di Sekolah Rakyat sampai Sekolah Tinggi.
2. Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, diwajibkan mengajarkan bahasa persatuan mulai kelas 3 pada sekolah pertama, dengan jaminan akan cukup pandaiknya anak-anak dalam bahasa Indonesia, bila mereka tamat belajar di Sekolah-sekolah Rakyat.
3. Bahasa Nippon sebagai bahasa asing yang terpenting di seluruh Asia, baik untuk keperluan hubungan negara-negara di Asia Timur Raya maupun untuk mudah mengambil kebudayaan Nippon, yang dapat memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia, diajarkan mulai kelas 5 di Sekolah Rakyat, dengan jaminan akan cukup pandainya anak-anak dalam bahasa itu, bila mereka duduk di Sekolah Menengah.
4. Di Sekolah Menengah Tinggi (=SMA) bagian Budaya diajarkan bahasa Arab dan Sanskerta.
5. Bahasa asing, yang kelak diakui sebagai bahasa perantaraan sedunia diajarkan mulai di Sekolah Menengah.
VIII. Selain di dalam sekolah-sekolah harus dipentingkan juga pendidikan rakyat dengan jalan sebagai berikut :
1. Latihan-latihan keprajuritan untuk pemuda-pemuda, laki-laki dan perempuan;
2. Pendidikan yang ditujukan kepada orang-orang dewasa;
3. Pendidikan khusus kepada kaum wanita dengan mempergunan Hunjinkai;
4. Memperbanyak bacaan dengan memajukan perpustakaan, penerbitan surat-surat kabar dan majalah-majalah;
IX. Mendidikan Balai Bahasa Indonesia
X. Mengirimkan pelajar-pelajar ke seluruh dunia".
Sumber : Kusuma, 2004 :458-460).
Komentar
Posting Komentar