Sidang Kedua BPUPKI

Sidang BPUPKI yang kedua dilaksanakan tanggal 10-17 Juli 1945 dengan tambahan anggota baru sebanyak enam orang : 1). Abdul Fatah Hasan 2). Asikin Natanagara 3). Soerio Hamidjojo 4). Mohammad Noor 5). (Nama tidak ditemukan) dan 6). Abdul Kaffat. Sidang membicarakan antara lain mengenai bentuk negara, luas negara, soal pembelaan, soal keuangan, warga negara, mengenai daerah, dan mengenai hukum dasar negara.

a. Bentuk Negara
Dalam pembicaraan dalam sidang mengenai bentuk negara Indonesia, apakah berupa kerajaan atau republik, 55 suara menginginkan republik, enam suara menginginkan kerajaan, dua suara menginginkan bentuk lain dan satu suara blanko. Jumlah suara seluruhnya 64.

b. Batas dan Luas Negara
Pada tanggal 11 Juli 1945 sidang BPUPKI membicarakan batas dan luas negara. Keputusan lainnya yang diambil dalam sidang tanggal 11 Juli 1945 tersebut adalah terbentuknya tiga panitia, yaitu : (1) Panitia untuk merencanakan hukum dasar yang diketuai Ir. Sukarno dengan anggota 19 orang. Panitia ini didampingi oleh seorang anggota istimewa Jepang, Miyano. (2) Panitia untuk menyelidiki soal-soal keuangan dan ekonomi, yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta sendiri. Panitia ini didampingi oleh seorang anggota istimewa Jepang, Tokonami Kaka. (3) Panitia untuk membela tanah air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosuyoso dengan anggota 23 orang, didampingi oleh dua orang anggota istimewa Jepang, Tanaka Kakka dan Matuura.
Ada tiga usulan mengenai luas negara : pertama, seluas Hindia Belanda; kedua, seluas Hindia Belanda ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Irian Timur, Timor Portugis (sekarang Timor Timur); dan ketiga, seluas Hindia Belanda ditambah dengan Malaya tetapi tanpa Irian Barat.
Dari 66 suara yang masuk, 19 suara memilih butir pertama, 39 suara memilih butir kedua, sedangkan 6 suara memilih butir ketiga; 1 suara memilih lain-lain daerah dan 1 suara blanko. Butir kedua berarti seluas Hindia Belanda ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Irian Timur, Timor Portugis (sekarang Timor Timur) (Kusuma, 2004: 262).

c. Hukum Dasar
Dalam rapat Panitia Perancang Hukum Dasar, telah dibentuk Panitia Kecil Perancang Hukum Dasar yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo dengan tujuh anggota yaitu Mr. Wongsonegoro, Mr. Achmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. Singgih, H. Agus Salim, dan Dr. Sukiman. Dua hari kemudian, pada tanggal 13 Juli 1945, Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk menerima laporan Panitia Kecil. Panitia Kecil menguraikan dasar rancangan UUD, di antaranya adalah : kedaulatan dilakukan oleh MPR yang bersidang sekali dalam lima tahun. Dalam membentuk UU, Presiden harus semufakat dengan dengan DPR. Untuk tugas sehari-hari Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi, dan ia dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri-menteri, yang bertanggungjawab kepadanya. Kemudian, dibentuk pula panitia penghalus bahasa, yang terdiri dari Prof. Dr. Husein Djajadiningrat, H. Agus Salim dan Prof. Dr. Soepomo, untuk menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD itu.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI dalam persidangannya menerima Panitia Perancang UUD, yang diketuai Ir. Sukarno, yaitu mengenai tiga hasil keputusan panitia, yaitu : (1) Pernyataan Indonesia Merdeka; (2) Pembukaan UUD; dan (3) Undang-undang Dasar (batang tubuh).
Dalam rapat pleno tanggal 16 Juni 1945 , Ketua BPUPKI dalam kata akhirnya mengatakan : “ Naskah UUD ini kita terima dengan sebulat-bulatnya.” Kusuma mencatat bahwa : “Sekalian anggota, kecuali Tuan Yamin, berdiri.” (2004 : 432).

d. Perekonomian, Pembelaan Tanah Air Dll.
Selanjutnya pada sidang pleno BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945, ada pembahasan soal tanah, soal Perekonomian Indonesia Merdeka, soal Keuangan Indonesia Merdeka, soal Kesejahteraan Sosial, soal Pembelaan Tanah Air, Rancangan UUD Ketiga, soal Pengunduran Diri Liem Koen Hian (Arsip Pringgodigdo No. 5645).

e. Pendidikan dan Pengajaran
Pada tanggal 17 Juli 1945, BPUPKI membahas soal Pendidikan dan Pengajaran (Garis-garis Besar)yang terdiri dari sepuluh poin.

Dengan diterimanya hasil-hasil dari ketiga panitia tersebut, maka selesailah sudah tugas BPUPKI. Menurut Kusuma, semua rancangan atau hasil-hasil dari BPUPKI kemudian diserahkan kepada PYM Gunseikan Kakka melalui surat tertanggal 18 Juli 1945 perihal Laporan tentang pekerjaan Dokuritsu Zyunbi Tyosa Kai. Sementara menurut ENI, laporan BPUPKI disampaikan kepada Saiko Shikikan. Saiko Shikikan Jawa berada di bawah Saiko Shikikan Nanpo Gun yang dipimpin oleh Jenderal Terauchi, pembesar militer tertinggi untuk Daerah Selatan termasuk Indonesia, yang bermarkas di Saigon, Vietnam (Masyhuri, 2004 : 29-30, Kusuma, 2004 : 171).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan