Benteng Republik Indonesia

 

Setelah naskah Persetujuan Linggajati ditandatangani, muncul reaksi pro dan kontra, baik di lingkungan bangsa Indonesia maupun Belanda. Di kalangan bangsa Indonesia, beberapa partai menyatakan menentang, yakni Masyumi, PNI, Partai Wanita Rakyat, Angkatan Komunis Muda (Acoma), Partai Rakyat Indonesia, Laskar Rakyat Jawa Barat, Partai Rakyat Jelata, Barisan Pemberontak RI,  Barisan Benteng dan KRIS. Pada tanggal 12 Desember 1946, mereka membentuk badan oposisi bernama Benteng Republik Indonesia. Sedangkan partai-partai yang mendukung adalah PSI, PKI, Pesindo, BTI, Laskar Rakyat, Partai Buruh Indonesia, SOBSI, Parkindo, dan Partai Katolik dan Partai Rakyat Pasundan .

Pertentangan pendapat mengenai Persetujuan Linggajati ini berjalan terus, dan karena itu banyak hambatan dalam pelaksanaannya. pada tanggal 16 Desember 1946, Tweede Kamer mulai bersidanhg untuk membicarakan soal persetujuan Linggajati tersebut.

Pada tanggal 30 Desember 1946, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, yang bertujuan untuk meredakan sikap pro dan kontra ini melalui penyempurnaan susunan KNIP guna memperolah dukungan untuk meratifikasi. Penambahan jumlah anggota KNIP menjadi 413 orang  ini menyebabkan oposisi yang hebat di kalangan partai-partai yang menentang Persetujuan Linggjati  (Supeni, 2001 : 256 ; Masyhuri, 2004 : 394-395). Sesudah debat panjang lebar, pada tanggal 17 Januari 1947 Badan Pekerja KNIP membatalkan Peraturan Presiden  Nomor 6 Tahun 1946 tersebut.

Sementara itu pada tanggal 5 Januari 1947 Komisi Jenderal Belanda datang lagi ke Indonesia. Pada tanggal 22 Januari perundingan antara Delegasi Indonesia dengan Komisi Jenderal dimulai lagi (Supeni, 2001 : 257).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan