Negara Indonesia Timur
Pada tanggal 7-24 Desember 1946 Konferensi Denpasar memutuskan berdirinya Negara Indonesia Timur (NIT) dengan Sukawati sebagai Presiden dan Nadjamudin Daeng Malewa sebagai Perdana Menteri (Supeni, 2001 : 255).
Pihak yang tidak menyetujui pembentukan NIT, secara berkelakar mempelesetkan kepanjangan NIT dengan “negara ikut tuan” (Belanda). Meski begitu ide-ide nasionalis tetap kuat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya, dipakai sebagai lagu kebangsaan NIT, dan seorang Bugis yang pro Republik nyaris terpilih sebagai presiden.
Selain di Indonesia Timur, sebuah negara yang terpisah pun dibuat di Kalimantan Barat di bawah Sultan Abdu Hamid II dari Pontianak pada bulan Mei 1947. Sjahrir memprotes pembentukan kedua negara yang dilakukan secara sepihak itu, namun sia-sia (Ricklefs, 2004: 452).
Pembentukan NIT
NIT dibentuk berdasarkan keputusan Konferensi Denpasar tanggal 7-24 Desember 1956. NIT meliputi 13 daerah, yakni : Sulawesi Selatan, Minahasa, Sangihe dan Talaud, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor, Maluku Selatan dan Maluku Utara. Ibu kotanya Makassar. NIT merupakan hasil perundang-undangan Hindia Belanda dalam bentuk “verordening” atau peraturan perundang-undangan, dan karenanya tidakk didahului oleh suatu mukadimah sebagaimana lazimnya dapat dilihat pada undang-undang dasar suatu negara. Oleh sebab itu, peraturan ini pun dimuat dalam Lembaran Negara Hindia Belanda No. 143.
Ada yang mengatakan bahwa NIT ini adalah ciptaan van Mook (Belanda). Akan tetapi ada juga yang membantah pendapat ini, karena apa yang dicapai dalam Konferensi Denpasar dalam mewujudkan peraturan pembentukan NIT adalah hasil perundingan yang bebas dan sed erajat antara wakil-wakil yang hadir dalam konferensi itu. Presiden NIT adalah Tjokorde Gde Rake Soekawati , memimpin mulai 24 Desember 1946 – 16 Agustus 1950, berasal dari Bali. NIT diwijudkan sebagai suatu negara lengkap dengan lembaga-lembaga pemerintahan, seperti Badan Perwakilan Sementara, Ketua dan Kepala Negara.
Sistem pemerintahan NIT berbentuk parlementer. Oleh sebab itu, selain presiden, NIT mempunyai Perdana Menteri. NIT mengalami delapan kali perubahan kabinet :
1. Kabinet Nadjamoedien Daeng Malewa I (13 Januari – 2 Juni 1947). Pelantikan Kabinet NIT yang pertama ini dilakukan oleh Presiden NIT pada tanggal 13 Januari 1947 di Gedung Raad van Indie di Jakarta;
2. Kabinet Nadjamoedien Daeng Malewa II (2 Juni – 11 Oktober 1947);
3. Kabinet S. J. Warrouw (11 Oktober – 15 Desember 1947);
4. Kabinet Ide Anak Agung Gde Agung I (15 Desember 1957 – 12 Januari 1949);
5. Kabinet Ide Anak Agung Gde Agung II (12 Januari 1949 – 7 Desember 1949);
6. Kabinet J. E. Tatengkeng (27 Desember 1949 – 14 Maret 1950);
7. Kabinet D. P. Diapari (14 Maret – 10 Mei 1950);
8. Kabinet I. Poetoehena (10 Mei - 16 Agustus 1950).
Perdana Menteri Ide Anak Agung Gde Agung meletakkan jabatannya sebagai tanda protes terhadap penyerbuan Belanda yang melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap pusat pemerintahan RI di Yogyakarta pada bulan Desember 1949. Sebagai negara bagian, NIT akhirnya menyatakan membubarkan diri dan bergabung dengan RI ketika RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950 (Dwi Purwoko, 2004 : 65).
Komentar
Posting Komentar