Adisutjipto
Pada tanggal 29 Juli 1947, pesawat terbang Dakota kepunyaan Patnaik, yang membawa obat-obatan dari Singapura ditembak jatuh oleh pesawat pemburu Belanda ketika akan mendarat di Meguwo , Yogyakarta. Seluruh penumpangnya tewas. Mereka itu antara lain adalah Adisutjipto, Dr. Abdulrahman Saleh, Adisumarmo Wirjokusumo, ex Wing Kommander Constantine, Ny. Constantine, ex Squadron Leader Haxelhurst (Supeni, 2001 : 268-270).
Kali ini saya ingin menyampaikan biografi singkat Adisutjipto. Berikutnya Abdulrahman Saleh, Adisumarmo, insya Allah.
Adisutjipto lahir di Salatiga. Ayahnya pensiunan penilik sekolah. Kakeknya bernama Mbah Wirjo dari Wonosari, Magelang, keturunan seorang Empu, pengikut Pangeran Diponegoro, telah meramalkan bahwa Adisutjipto tidak akan berumur panjang. Kakeknya menjulukinya Palgunadi, tokoh pewayangan yang jujur, gagah berani tetapi mati muda.
Adi belajar di sekolah penerbangan Belanda di Kalijati, Subang. Di sekolah tersebut prestasinya sangat menonjol. Masa pendidikan yang tiga tahun dapat diselesaikan dalam dua tahun. Dari 10 siswa bangsa Indonesia hanya dia dan Sambudjo Hurip berhasil meraih Brevet Penerbang Militer Tingkat Atas. Karirnya cukup cemerlang, antara lain menjadi ajudan Komandan Lapangan Tergang Maguwo merangkap sekretaris Koninklijk Nederlands-Indische Luchtvaarts Maatschappij (maskapai penergangan Belanda) seluruh Hindia Belanda.
Ketika Jepang masuk, Adisutjipto bekerja pada sebuah perusahaan bus di Salatiga. Setelah proklamasi kemerdekaan RI, bersama Suryadarma ia membina dan membangun kekuatan udara Indonesia. Dari sinilah lahir Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan yang kemudian menjadi AURI lalu TNI-AU. Sebagai modal awal, ia memperbaiki pesawat peninggalan Jepang dari jenis Nishikoren dan Churen. Pada tanggal 27 Oktober 1945 di pangkalan udara Maguwo, ia menjadi putra pertama Indonesia yang menerbangkan pesawat churen berlambang Merah-Putih. Kemudian pada tanggal 27 Agustus 1946 ia memimpin terbang formasi dengan pesawat Nishikoren, Chikiu dan Churen. Ketika mendarat sebagian besar pesawat rusak berat dan beberapa penerbangnya terluka.
Sekolah penerbangan pertama Indonesia ia dirikan di Kalijati, Subang, pada awal Desember 1945. Dengan pesawat yang tidak memenuhi syarat ia mendampingi sendiri para calon penerbang. Salah seorang muridnya adalah bekas gurunya di sekolah tinggi kedokteran (Stovia) Jakarta, Dr. Abdulrachman Saleh.
Pada masa agresi
militer I Belanda, ia sering menembus blokade lawan untuk mencari dukungan ke
India, Filipina dsb. Menjelang gugurnya, ia berada dalam pesawat yang membawa
bantuan obat-obatan Palang Merah Internasional dari India. Sesudah singgah di
Singapura, pesawat itu menuju Yogyakarta. Kedatangannya diketahui Belanda
karena koran The Malayan Time memuat beritanya. Maka ketika hendak mendarat di
lapangan terbang Maguwo, pesawatnya ditembak jatuh oleh pesawat pemburu
Kittyhawk Belanda. Gugur bersamanya adalah juru radio opsir muda udara I
Adisumarmo Wirjokusumo dan komodor muda udara Prof Der Abdulrachman Saleh.
Satu-satunya penumpang yang selamat adalah Abdulgani Handonotjokro, seorang
pedagang yang ikut terbang dari Singapura.
Ia meninggalkan seorang istri dan seorang anak. Untuk mengabadikan namanya, nama pangkalan udara Maguwo, Yogyakarta, diubah menjadi Adisutjipto.
Semasa hidupnya ia menerima sejumlah tanda jasa, di antaranya Bintang Maha Putra Kelas IV dan Satya Lencana Perang Kemerdekaan. Pangkat terakhirnya ialah Marsekal Muda TNI anumerta (Willie Japaries, 2004 : 98).
Komentar
Posting Komentar