Reaksi Dunia Terhadap Agresi Militer Pertama
Setelah
terjadinya Agresi Militer I, pada tanggal 22 Juli 1947 PM Amir Sjarifuddin
menyampaikan pidato radio yang ditujukan kepada dunia dan terutama kepada
Australia dan berseru kepada Dr. Evatt, Menteri Luar Negeri Australia agar
hendaknya memperkuat bantuannya untuk menghentikan pertumpahan darah
selanjutnya dan memandang perjuangan bangsa Indonesia dengan kaca mata
keadilan, kemerdekaan dan kemanusiaan. Pada tanggal 24 Juli 1947, Presiden Sukarno berseru kepada Presiden
Truman, supaya AS menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan peperangan yang
sedang berkobar di Indonesia.
Sementara itu Sjahrir, selaku Duta Besar Keliling RI pada tengah malam tanggal 21 Juli 1947 berangkat dengan pesawat terbang ke luar negeri. Pada tanggal 23 Juli 1947, Sutan Sjahrir dalam perjalanan dari New York ke Singapura dan kemudian melanjutkan perjalanannye ke India untuk bertukar pikiran dengan Nehru dan Ali Jinnah.
Pada tanggal 29 Juli 1947, pesawat terbang Dakota kepunyaan Patnaik, yang membawa obat-obatan dari Singapura ditembak jatuh oleh pesawat pemburu Belanda ketika akan mendarat di Meguwo , Yogyakarta. Seluruh penumpangnya tewas. Mereka itu antara lain adalah H. Sutjipto, Dr. Abdulrahman Saleh, Adi Sumarmo, Wirjokusumo, ex Wing Kommander Constantine, Ny. Constantine, ex Squadron Leader Haxelhurst.
Reaksi Dunia
Pada tanggal 22 Juli 1947 Pemerintah AS menyatakan penyesalannya karena di Indonesia terjadi peperangan. Menteri Luar Negeri Inggris, E. Bevin bertemu Dubes AS di London untuk membicarakan kemungkinan campur tangan kedua negara itu di Indonesia. Pemertintah Belanda menyampaikan nota kepada Sekjen PBB, Trygve Lie, berisi penjelasan mengenai “Aksi Polisionil” nya di Indonesia. Pada tanggal 25 Juli 1947, Charles Livengood, Konsul Jendral baru dari AS untuk Indonesia berangkat menuju Indonesia melalui Den Haag.
Pidato Amir Sjarifuddin mendapat tanggapan positif dari dunia internasional . Pada taggal 25 Juli 1947 para mahasiswa dan kaum buruh Australia mengadakan demonstrasi menuju Kedutaan Belanda sebagai protes atas aksi militer Belanda. Pada tanggal 27 Juli 1947, Pemerintah Syria mengadakan protes keras kepada Dewan Keamanan karena adanya peperangan di Indonesia. Pada saat yang sama Ketua Lembaga India di Birmingham, Dr. D.R. Prem menyerukan kepada pemimpin-pemimpin India untuk membentuk Pasukan Sukarela India (India Brigade)guna membantu melawan peperangan yang dipaksakan kepada bangsa Indonesia.
Pada tanggal 30 Juli 1947, Pemerintah Australia memberikan instruksi kepada wakilnya di Dewan Keamanan PBB, Kolonel Hodgson, untuk memajukan permintaan resmi supaya soal Indonesia dengan segera dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan. India mengajukan permintaan kepada Dewan Keamanan agar Badan ini mengambil tindakan tentang soal Indonesia berdasarkan Pasal 35 dan 39 dari Piagam Perdamaian, karena soal Indonesia adalah suatu soal yang mengancam perdamaian dunia. Siam pesawat-pesawat Belanda berniat melarang pesawat-pesawat terbang Belanda mendarat di Siam.
Pada tanggal 30 Juli 1947, soal Indonesia dimasukkan dalam agenda Dewan Kemanan. Australia mengajukan usul supaya Dewan Keamanan berseru kepada kedua belah pihak untuk menghentikan permusuhan. AS mengajukan usul agar Dewan keamanan menawarkan jasa-jasa baik. Sementara itu Republik menginginkan arbitrage di bawah pengawasan PBB (Supeni, 2001 : 268-270).
Komentar
Posting Komentar