Hukuman Mati Terhadap Wolter Monginsidi

 

Bertentangan dengan semangat persetujuan, pemerintah Belanda melaksanakan hukuman mati terhadap seorang pemuda pejuang, Wolter Monginsidi, pahlawan kemerdekaan di Sulawesi pada tanggal 2 September 1949. Tindakan Belanda itu menimbulkan kritik dan protes keras dari seluruh masyarakat Indonesia (Supeni, 2001 : 304).

Sumber yang lain mengatakan bahwa hukuman mati terhadap Wolter dilakukan pada tanggal 5 September 1949.

Robert, yang akrab dengan panggilan Bote, dilahirkan di desa Malalayang, Sulawesi Utara. Ia anak ketiga. Ayahnya seorang petani kelapa. Robert tidak sempat menamatkan pendidikannya di MULO karena pecan Perang Pasifik pada tahun 1942. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Guru di Ujungpandang pada saat Jepang berkuasa. Ia kemudian masuk ke Sekolah Nasional yang didirikan oleh Dr. Sam Ratulangi dan Lanto Daeng Pasewang setelah Indonesia merdeka.

Sewaktu pasukan pendudukan Australia mendarat di Sulawesi dengan diboncengi pasukan Belanda (NICA), Robert segera bangkit memimpin teman-temannya menentang Belanda. Pada akhir Oktober 1945 Robert memimpin serangan umum untuk merebut kekuasaan. Serangan umum itu dapat digagalkan dan Robert ditangkap Belanda. Dua bulan kemudian ia dilepaskan.

Robert kemudian mendirikan Lapris (Laskar Pemberonak Rakyat Indonesia Sulawesi), gabungan laskar-laskar bersenjata di  Sulawesi Selatan. Belanda pun membuat sayembara dengan imbalan uang bagi siapa pun yang dapat menunjukkan tempat persembunyian Robert.

Pasukan Belanda di bawah Kapten Westerling yang terkenal kejam, mengadakan pembersihan besar-besaran dan menelan korban puluhan ribu jiwa. Robert tertangkap pada akhir Februari 1947.

Setelah delapan bulan dalam penjara Robert meloloskan diri namun tertangkap sembilan hari kemudian. Robert akhirnya dijatuhi hukuman mati. Pada 5 September 1949 Robert dihukum tembak. Ia dibaringkan dengan Alkitab sebagai alas kepalanya. Pada hari Pahlawan 10 November 1950 jenazahnya dipindahkan dari pemakaman Kristen Pampang ke Taman Makam Pahlawan Ujungpandang atau Makassar (Soebagijo I.N., 2004 :358).

Hukuman mati terhadap Wolter diberikan oleh Menteri Kehakiman Indonesia Timur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan