Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Perdangangan Indonesia-Jepang-AS Tahun 1930-an

Pada sekitar tahun 1930, dampak depresi terasa di Indonesia. Jepang segera melakukan penetrasi ekonomi secara damai dan bersamaan dengan itu memperluas kegiatan-kegiatan intelejennya. Jepang mendapat banyak simpati dari rakyat Indonesia yang menyambut gembira barang-barang Jepang yang murah dan pelayanan toko-tokonya yang sopan serta mengagumi kekuatan produknya. Meskipun begitu pada akhir tahun 1930 nilai perdagangan Jepang ke Indonesia menurun drastis.   Pada bulan Juli 1939 AS membatalkan perjanjian perdagangannya dengan Jepang dan mulai melakukan embargo terhadap pengiriman bahan-bahan strategis ke Jepang serta membekukan aktiva Jepang di AS. Hal ini justru menempatkan Indonesia semakin penting bagi Jepang (Ricklefs, 2003: 398).

Sukarno Sebagai Penulis Naskah Drama

Gambar
Semasa menjalani pengasingan di Bengkulu pada 1938 hingga 1942, Bung Karno diawasi dengan ketat. Di depan rumahnya ada rumah telik sandi yang mengawasinya 1x24 jam. Namun Bung Karno selalu punya cara untuk menyatu dengan rakyat. Jika di Ende Bung Karno mendirikan kelompok tonil Kelimutu dan menulis 13 naskah drama, di Bengkulu ia mendirikan kelompok tonil Monte Carlo. Di situ Bung Karno menjadi penulis naskah, sutradara, manajer, dan sekali gus produser kelompok sandiwara atau tonil tersebut. Sejumlah naskah yang ditulis dan dipentaskan Bung Karno bersama Monte Carlo selama menjalani "interniran" atau masa pengasingan di Bengkulu antara lain berjudul "Dr Sjaitan", "Chungking Djakarta", "Koetkoetbi", dan "Rainbow (Poeteri Kentjana Boelan)". Beberapa naskah tersebut telah dibukukan. Sedangkan naskah "Hantoe Goenoeng Boengkoek", dan "Si Ketjil (Kleinduimpje)" dapat direkonstruksi melalui beberapa ...

Sukarno Kembali Mengajar

Gambar
Saat menjalani pengasingan di Bengkulu (1938-1942), selain membangun masjid jami dan bermain tonil dalam kelompok sandiwara Monte Carlo, Bung Karno juga mengajar di Muhammadiyah dan Taman Siswa. Mengajar merupakan hal yang tidak asing lagi bagi beliau karena saat masih di Bandung pun Bung Karno mengajar di Ksatriaan Instituut milik Dr Setyabudi yang kini menjadi SMP Negri 1 Bandung. "Sebagai orang tahanan Bung Karno tentu saja tidak memiliki k ebebasan, kemanapun ia pergi, pejabat Politieke Inlichtingen Dienst (PID) selalu mengikutinya. Karena pengawalan yang ketat dari Belanda itu, Bung Karno hanya beraktivitas dalam bidang pendidikan dan sosial. Contohnya saja dalam bidang pendidikan, Pimpinan Muhammadiyah Bengkulu saat itu yakni Hasan Din, meminta Bung Karno untuk mengajar di perguruan Muhammadiyah Bengkulu. Ketika itu Bung Karno mengajarkan tentang pembaruan Islam di perguruan Muhammadiyah tersebut. Sementara itu di perguruan Taman Siswa, Bung Karno aktif me...

Masjid Sukarno

Gambar
Ketika berada dalam pembuangan di Bengkulu Ir Sukarno yang lebih dikenal dengan Bung Karno melakukan pelbagai kegiatan yang masih bisa ditelusuri hingga kini. Di rumah pengasingan Bung Karno masih tersimpan banyak buku naskah drama yang ditulisnya untuk bahan pentas kelompok sandiwara yang disutradarainya, di mana Bung Karno sendiri juga berperan sebagai aktor. Selain itu Bung Karno juga merancang sebuah masjid yang hingga kini masih berdiri megah di pusat kota Bengkulu. Bung Karno juga tercatat sebagai salah seorang ketua Muhammadiyah Bengkulu. Di Bengkulu pula Bung Karno menikah dengan Fatmawati, setelah sebelumnya menikah dengan Utari anak Cokroaminoto dan Inggit Garnasih. Rumah Bung Karno dan Rumah Fatmawati kini dijadikan museum.

Sukarno Diasingkan Ke Bengkulu

Saat dalam pembuangan di Ende, Sukarno terserang malaria. Berita tentang sakitnya Sukarno menimbulkan kehebohan di Jakarta dan menjadi pembicaraan di Volksraad. Thamrin mengajukan protes dan mengatakan bahwa kalau sampai Sukarno meninggal di Ende karena sakitnya, maka pemerintah Hindia Belanda harus bertanggungjawab. Protes Thamrin itu mendapat perhatian. Pada awal tahun 1938 Sukarno dipindahkan dari Ende, Flores ke Sumatra, tepatnya ke B engkulu. Dari Ende, Sukarno dan keluarganya naik kapal De Klerk ke Surabaya. Dari Surabaya menggunaan kereta api menuju Jakarta. Dari Jakarta dibawa dengan kereta api ke Merak kemudian menyebrang ke Sumatra dengan kapal Sloet van den Beele. Di Bengkulu Sukarno menjadi anggota Muhammadiyah dan selanjutnya menjadi ketua bidang pengajaran. Ketika itu ia banyak menyumbangkan artikel mengenai ke-Islaman kepada majalah Pandji Islam milik organisasi tersebut.Artikel-artikel ke-Islaman Bung Karno dimuat ulang dalam DBR I. Dari artikel-arti...

Kongres Rakyat Indonesia I

Pada tanggal 23-25 Desember 1939, Kongres Rakyat I diadakan di Jakarta dan dihadiri oleh wakil-wakil dari 99 komite daerah, partai-partai politik anggota GAPI, perhimpunan lainnya dan kalangan pers. Kongres memutuskan bahwa : (1) Kongres Rakyat Indonesia dijadikan badan tetap; (2) Aksi-aksi Indonesia Berparlemen diteruskan melalui komite-komite setempat yang telah didirikan di bawah GAPI; (3) Rencana kenegaraan yang akan diajukan dalam Kongre s Rakyat Indonesia II akan dipersiapkan oleh komite khusus yang terdiri atas wakil-wakil GAPI, PVPN, Istri Indonesia, Perdi (Perhimpunan Jurnalis Indonesia); (4) Bendera merah putih sebagai bendera negara, Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, dan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan, ditegaskan kembali. Alih-alih menanggapi positif, Pemerintah Belanda pada tanggal 10 Februari 1940, mengeluarkan pernyataan dalam Staten General yang isinya menolak gagasan aksi Indonesia Berparlemen. Pemerintah Belanda menyatakan tidak...

Gerakan Politik Indonesia

Pada tanggal 21 Mei 1939, di Jakarta berdiri GAPI (Gerakan Politik Indonesia) yang merupakan federasi perkumpulan politik Indonesia. Anggota GAPI adalah Parindra, Gerindo, PII, PPKI (Persatuan Partai Katolik Indonesia) , PSII, Persatuan Minahasa dan Paguyuban Pasundan. Kepengurusan federasi (GAPI) dijalankan oleh suatu sekretariat tetap yang terdiri dari sekretaris umum, seretaris pembantu,  dan bendahara. Abikusno (PSII) menjadi sekretaris umum, Amir Sjarifudin (Gerindo) sekretaris pembantu dan  Muhammad Husni Thamrin (Parindra) sebaga bendahara. Dasar-dasar federasi meliputi hak menentukan nasib sendiri, persatuan Indonesia,  demokrasi - politik- ekonomi -sosial, dan kesatuan aksi. Tujuan federasi adalah mengadakan kerjasama dan mempersatukan semua partai politik Indonesia, dan mengadakan kongres-kongres rakyat Indonesia. Sebelumnya, pada 4 Mei 1938, PSII dan Parindra  menyeponsori pembentukan Bapeppi (Badan Perantara Partai-partai Politik. Karena tidak bisa...

Majelis Islam A'laa Indonesia

Pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya berdiri Majelis Islam A'laa Indonesia (MIAI) yang merupakan federasi perhimpunan Islam. Prakarsanya datang baik dari tokoh tokoh NU seperti Abdul Wahab dan tokoh-tokoh Muhammadiyah  seperti K.H. Mas Mansur dan K.H. Akhmad Dahlan. Beberapa orgaisasi lokal juga hadir dalam pembentukan MIAI. Tujuan pembentukan federasi adalah untuk mengeratkan hubungan antara organisasi-organisasi Islam Indonesia dengan kaum Islam di luar Indonesia dan mempersatukan suara-suara untuk membela keluhuran Islam. Prakarsa ini didorong oleh dua kenyataan. Pertama, usaha-usaha politis yang bercorak Islam pada waktu itu masih berserakan dan karena itu persatuan sangat diperlukan dalam kerangka perjuangan melawan Belanda. Adanya friksi dalam bidang politik dan perbedaan paham dalam soal khilafiyah di kalangan umat perlu dibenahi di atas dasar semangat persaudaraan.  Kedua,  adanya contoh yang kompetitif dari golongan nasionalis sekuler yang juga berusaha m...

Partai Islam Indonesia

Pada tanggal 4 Desember 1938, PARII (Partai Islam Indonesia) yang didirikan pada tahun 1932 berubah menjadi Partai Islam Indonesia (PII). Keanggotaan PII terdiri atas gabungan pimpinan dari beberapa organisasi yakni dari PARII, pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan JIB (Jong Islamieten Bond). PARII merupakan partai yang didirikan oleh para anggota PSII yang keluar atau dikeluarkan karena tidak menyetujui kebijakan yang dibuat oleh pimpinan PSII saat itu yaitu Abikusno Tjokrosujoso yang bertahan dengan sikap nonkooperasinya  terhadap pemerintah kolonial. Para tokoh PII antara lain Wiwoho, Dr. Soekiman, Ahmad Kasmat, Wali Alfatah, Kiai Haji Mas Mansoer, Kiai Haji Hadikoesoemo, Abdul Kahar Muzakkir, Kiai Haji Faried Ma'ruf dan Haji Muhammad Rasjidi. Raden Wiwoho adalah mantan ketua JIB yang juga anggota Volksraad. Ia tokoh muda yang menjadi figur nasional karena kegiatannya di dalam Volksraad. Keikutsertaan Mansur sebagai ketua umum Muhammadiyah dalam pimpinan pusat partai, menimbulka...

Gerakan Rakyat Indonesia

Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan pada bulan April 1937 oleh para tokoh ex Partindo (Partai Indonesia) dan PNI (Partai Nasional Indonesia) seperti Mr Sartono, Mr Amir Sjarifudin, Dr A.K. Ghani dan Mr Moh. Yamin. Gerindo diketuai Mr Sartono. Asas dan tujuan organisasi ini adalah mencapai Indonesia merdeka dengan asas suka bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda (kooperasi). Asas perjuangan ini diambil karena semakin kejamnya sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap kaum pergerakan nasional bangsa Indonesia. Pada tahun 1939 terjadi perpecahan dalam tubuh Gerindo akibat keluarnya Mr Moh. Yamin, karena ia duduk dalam keanggotaan Volksraad tanpa persetujuan partainya. Terkait dengan itu pada tahun 1940 dilaksanakan konsolidasi ke dalam dengan merombak kepengurusan. Dr A.K. Ghani sebagai Ketua, Mr Sartono sebagai Wakil Ketua dan Wilopo sebagai Sekretaris. Gerindo mendesak pemerintah Hindia Belanda membebaskan para interniran seperti Tjiptomangunkus umo, Hatta, Sjahrir, ...

Petisi Sutardjo

Pada bulan Juli 1936 Sutardjo Kartohadikusumo dan beberapa rekannya mengajukan usulan pada sidang Volksraad. Usulan itu disebut Petisi Sutardjo. Pada saat itu Sutardjo menjabat Ketua Persatuan Pegawai Bestuur / Pamongpraja Bumiputra (PPBB). Usul tersebut berisi permohonan agar diadakan suatu musyawarah (konferensi) antara wakil-wakil Indonesia dengan negara Belanda, yang anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama dan sederajat. Tujuan konferensi adalah membicarakan kemungkinan pemberian kepada Hindia Belanda (Indonesia), suatu pemerintahan otonom dalam kerangka konstitusi Belanda dalam jangka waktu 10 tahun mendatang. Landasan hukum yang diajukan Petisi Sutardjo adalah Konstitusi Pasal 1 UUD Kerajaan Belanda, yang menyebutkan bahwa kerajaan Belanda meliputi wilayah Belanda (Nederland), Hindia Belanda (Indonesia), Suriname, dan Kurasao. Menurut Sutardjo, keempat wilayah itu di dalam Kerajaan Belanda mempunyai derajat yang sama. Oleh karena itu wajarlah bila ia melontarkan gagasan unt...

Muso Dikirim Ke Indonesia

Setelah gagalnya pemberontakan PKI pada tahun 1926/1927, dalam tahun-tahun berikutnya pergerakan nasional Indonesia mengalami penindasan luar biasa, sehingga sama sekali tidak dapat bergerak. Hampir sepuluh tahun kemudian Gerakan Komunis Internasional mengirimkan seorang tokoh PKI kembali ke Indonesia. Tokoh itu adalah Muso, yang pada bulan April 1935 mendarat di Surabaya. Dengan bantuan Djoko Sujono, Pamudji dan Achmad Sumadi, ia membentuk organisasi yang diberi nama PKI-Ilegal. Muso dikirim ke Indonesia untuk menjalankan suatu kebijakan baru dari Gerakan Komunis Internasional yang kemudian dikenal dengan nama Doktrin Dimitrov (George Dimitrov adalah Sekretaris Jenderal Komintern tahun 1935-1943). Doktrin itu menyatakan bahwa gerakan komunis harus bekerjasama dengan kekuatan manapun, termasuk kaum imperialis, asal saja menghadapi kaum fasis. Sesuai doktrin tersebut, timbul dugaan bahwa pemerintah kolonial Hindia Belanda akan melunakkan sikapnya terhadap komunis di Indonesia. Ka...

Sukarno dan Kelompok Tonil Kelimutu

Ketika saya berkunjung ke Ende dan melihat-lihat rumah Bung Karno, saya mendapati sebuah lukisan Bung Karno terpajang. Lukisan yang menggambarkan visi Bung Karno akan masa depan Indonesia. Ternyata selain melukis Bung Karno juga menulis naskah drama yang dimainkan oleh kelompok tonil Kelimutu yang disutradarai dan diproduserinya sendiri. Berikut ini kisah mengenai kegiatan kesenian Bung Karno bersama kelompok tonil (sandiwara) Kelimutu seperti dituturkan Roso Daras (2014). GRUP TONIL KELIMUTU Ende, mendengar nama kota ini sebagian orang langsung tertuju pikirannya pada salah satu kota paling selatan di Indonesia. Tidak salah memang, akan tetapi kota yang berada di Provinsi NTT ini memiliki sejarah tersendiri dalam lintasan detik-detik perjuangan kemerdekaan RI. Di sinilah Soekarno dibuang oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1934 hingga 1938. Aktivitas politiknya di Bandung yang semakin "menjadi-jadi" rupanya semakin membuat gerah pemerintah kolonial dan lewat put...

Sukarno dan Para Pastur

Selama di Ende, Sukarno mendalami agama Islam, tetapi juga berinteraksi dengan para pemimpin umat Katolik, mengingat Ende dan umumnya Pulau Flores dihuni oleh banyak penduduk beragama Katolik. Berikut ini saya kutipkan dari Kumparan. Saat datang ke Ende 1951, Sukarno seperti menjawab harapan Huijtink. Di atas podium, di lapangan Ende, Sukarno berkata: “Ketika saya berada di Ende tahun 1934 saya berkenalan dengan seorang pater yang bernama Huijtink. Adakah pater tersebut di antara saudara-saudara ?” Huijtink mengangkat tangan. Sukarno memintanya maju ke podium. “Dulu, aku datang ke Ende sebagai tahanan dan orang buangan dan Pater Huijtink banyak sekali membantuku. Sekarang, aku kembali ke Ende sebagai presiden. Apa yang Pater Huijtink minta dari presiden?” kata Sukarno. Huijtink menjawab cepat, “Tuan Presiden, saya tidak meminta apa pun yang lain. Saya hanya punya satu keinginan: menjadi warga negara Indonesia.” Huijtink akhirnya tercatat sebagai warga negara Indonesia dan mengabdika...

Sukarno dan A. Hassan

Kepada A. Hassan, Soekarno bercerita keinginannya membaca buku "Utusan Wahabi." Ia juga bercerita telah menerjemahkan buku biografi Ibnu Saud. "Bukan main hebatnya ini biografi! Saya jarang menjumpai biografi yang begitu menarik hati," ujar Bung Karno. Sepucuk surat nun jauh dari tanah seberang dikirimkan kepada Tuan A. Hassan, guru utama Persatuan Islam (Persis). Sang pengirim bukanlah sembarang orang. Ia tokoh muda bangsa yang kala itu berada dalam pengasingan di Ende, Nusa Tenggara Timur. Soekarno, nama pengirim surat itu, tak lain adalah sosok yang kemudian hari menjadi founding father dan presiden pertama Republik Indonesia. Soekarno sosok yang berapi-api, cerdas, dan ambisius. Dari tanah pengasingan yang sepi, Soekarno berkirim surat kepada Tuan Hassan, begitu A. Hassan biasa disapa pada saat itu. Bagi Soekarno, A. Hassan adalah sahabat sekaligus guru dalam mempelajari Islam. Ia mengagumi karya-karyanya,  termasuk juga mengagumi cara pandangnya terhadap ajara...

Sukarno Diasingkan ke Ende

Pada bulan Agustus 1933 Sukarno ditangkap untuk kedua kalinya dan tanpa proses peradilan ia dimasukkan ke penjara Sukamiskin. Sukarno kemudian diasingkan ke Pulau Flores. Bagaimana kisahnya, berikut saya saya sarikan tulisan Ramadhan KH. Pada pagi hari, dari penjara Sukamiskin, Sukarno diantar ke Stasiun Bandung. Sartono turut mengantar dan melepas Sukarno masuk gerbong kereta. Pada gerbong lain ada Inggit Garnasih, istrinya; Amsi, mertuanya; Ratna Juami, anak angkatnya; Muhasan dan Karmini, pembantu setianya. Kereta bergerak menuju Surabaya di mana mereka menginap semalam. Sukarno ditempatkan di tahanan sementara keluarga serta pembantunya ditempatkan di hotel. Keesokan harinya orang tua Sukarno, Sukemi dan Idayu, diberi kesempatan bertemu Sukarno dan istrinya. Setelah menerima nasihat dan pesan dari kedua orangtuanya, Sukarno berkata, "...Maafkan saya, Ibu, Bapak. Doakan kami. Sekali lagi, terima kasih." Hari berikutnya Sukarno dan keluarganya dibawa ke Tanjung Perak. Oran...