Sukarno dan Para Pastur
Selama di Ende, Sukarno mendalami agama Islam, tetapi juga berinteraksi dengan para pemimpin umat Katolik, mengingat Ende dan umumnya Pulau Flores dihuni oleh banyak penduduk beragama Katolik. Berikut ini saya kutipkan dari Kumparan.
Saat datang ke Ende 1951, Sukarno seperti menjawab harapan Huijtink. Di atas podium, di lapangan Ende, Sukarno berkata:
“Ketika saya berada di Ende tahun 1934 saya berkenalan dengan seorang pater yang bernama Huijtink. Adakah pater tersebut di antara saudara-saudara ?”
Huijtink mengangkat tangan. Sukarno memintanya maju ke podium.
“Dulu, aku datang ke Ende sebagai tahanan dan orang buangan dan Pater Huijtink banyak sekali membantuku. Sekarang, aku kembali ke Ende sebagai presiden. Apa yang Pater Huijtink minta dari presiden?” kata Sukarno.
Huijtink menjawab cepat, “Tuan Presiden, saya tidak meminta apa pun yang lain. Saya hanya punya satu keinginan: menjadi warga negara Indonesia.”
Huijtink akhirnya tercatat sebagai warga negara Indonesia dan mengabdikan hidupnya sebagai pastor di Ende. Ia meninggal dan dimakamkan di sana juga.
Selain mengenal Huijtink, dalam otobiografinya, Sukarno juga mengatakan belajar agama Kristen kepada Frans van Lith, seorang imam Yesuit asal Oirschot, Belanda, yang meletakkan dasar karya Katolik di Jawa.
"Kupelajari agama Kristen pada Van Lith. Aku terutama menaruh perhatian pada Khotbah di Atas Bukit. Inspirasi Yesus menyemangati orang‐orang syahid yang mula‐mula, karena itu mereka berjalan menuju kematiannya sambil menyanyikan Zabur pujian untuk‐Nya, karena mereka tahu: Kami meninggalkan Kerajaan ini, akan tetapi kami akan memasuki Kerajaan Tuhan."
"Aku berpegang teguh pada itu. Aku membaca dan membaca kembali Injil. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak asing lagi bagiku. Aku seringkali mengulang mempelajarinya. Kemudian aku membaca Al Quran."
“Ketika saya berada di Ende tahun 1934 saya berkenalan dengan seorang pater yang bernama Huijtink. Adakah pater tersebut di antara saudara-saudara
Huijtink mengangkat tangan. Sukarno memintanya maju ke podium.
“Dulu, aku datang ke Ende sebagai tahanan dan orang buangan dan Pater Huijtink banyak sekali membantuku. Sekarang, aku kembali ke Ende sebagai presiden. Apa yang Pater Huijtink minta dari presiden?” kata Sukarno.
Huijtink menjawab cepat, “Tuan Presiden, saya tidak meminta apa pun yang lain. Saya hanya punya satu keinginan: menjadi warga negara Indonesia.”
Huijtink akhirnya tercatat sebagai warga negara Indonesia dan mengabdikan hidupnya sebagai pastor di Ende. Ia meninggal dan dimakamkan di sana juga.
Selain mengenal Huijtink, dalam otobiografinya,
"Kupelajari agama Kristen pada Van Lith. Aku terutama menaruh perhatian pada Khotbah di Atas Bukit. Inspirasi Yesus menyemangati orang‐orang syahid yang mula‐mula, karena itu mereka berjalan menuju kematiannya sambil menyanyikan Zabur pujian untuk‐Nya, karena mereka tahu: Kami meninggalkan Kerajaan ini, akan tetapi kami akan memasuki Kerajaan Tuhan."
"Aku berpegang teguh pada itu. Aku membaca dan membaca kembali Injil. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak asing lagi bagiku. Aku seringkali mengulang mempelajarinya.
Komentar
Posting Komentar