Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Rapat Samodera

Setelah insiden perobekan bendera merah-putih-biru di Hotel Yamato tanggal 19 September 1945, keesokan harinya, pada tanggal 20 September 1945, mulai banyak pembicaraan untuk membuat semacam rapat besar yang melibatkan rakyat Surabaya.  Akhirnya disepakati diadakan Rapat Raksasa di Lapangan Tambaksari, Surabaya, 21 September 1945. Rapat ini waktu itu juga dikenal dengan nama Rapat Samodera. Rapat besar itu direncanakan dari pertemuan pemuda KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah) Surabaya yang berlangsung di GNI (Gedung Nasional Indonesia) di Jalan Bubutan. Rapat raksasa ini juga dilakukan di Markas PRI (Pemuda Republik Indonesia) di Jalan Tidar. Rapat raksasa ini terinspirasi dari rapat raksasa yang dilakukan di Lapangan Ikada Jakarta, 19 September 1945. Rapat Raksasa di Surabaya awalnya dimulai dari pembentukan panitia sebanyak 20 orang. Beberapa para pemuda yang aktif sebagai panitia dalam penyelenggaraan Rapat Raksasa ini adalah pengurus PRI (Pemuda Republik Indonesia), Hasan...

Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia   pemerintahan Sukarno mengeluarkan maklumat tanggal 31 Agustus  1945  yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945  bendera nasional Sang Merah Putih  dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia. Gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Di berbagai tempat strategis dan tempat-tempat lainnya bendera Indonesia dikibarkan. Antara lain di teras atas Gedung Kantor Karesidenan (kantor Syucokan , gedung Gubernuran sekarang, Jalan Pahlawan ) yang terletak di muka gedung Kempeitai  (sekarang Tugu Pahlawan), di atas Gedung Internatio , disusul barisan pemuda dari segala penjuru Surabaya yang membawa bendera Indonesia datang ke Tambaksari  (lapangan Stadion Gelora 10 November ) untuk menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Surabaya . Saat rapat tersebut lapangan Tambaksari penuh lambaian bendera merah putih disertai pekik 'Merdeka' yang diteriakkan m...

Rapat Raksa Di Lapangan Ikada

Pada tanggal 11 dan 17 September 1945, rapat-rapat raksasa diadakan diselenggarakan di Surabaya. Pada tanggal 19 September 1945 rapat raksasa diadakan di Jakarta (Ricklefs, 2004 : 433). Mengenai rapat raksasa di Surabaya tanggal 11 dan 17 September 1945 belum saya temukan informasinya meski seingat saya saya sempat menuliskannya. Adapun mengenai rapat raksasa di Lapangan Ikada cukup banyak informasi yang bisa didapatkan. 19 September 1945. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada Jakarta. Presiden Sukarno menjelaskan kepada militer Jepang bahwa dia harus menentramkan rakyat yang sejak pagi menanti kedatangannya. Kalau dia dihalangi maka bisa saja akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang akan menyulitkan tentara Jepang sendiri. Ahirnya rombongan diizinkan melanjutkan perjalanan menuju lautan manusia yang mengelu-elukan para pemimpin mereka. Lautan manusia ini dilengkapi ribuan bendera Merah Putih yang berkibar dengan megahnya yang tidak terbayangkan pada saat sebelumnya pada masa pendudu...

Euphoria Revolusi

Setelah proklamasi, para komandan pasukan Jepang di daerah-daerah sering kali meninggalkan wilayah-wilayah perkotaan dan menarik mundur pasukan mereka ke pinggiran kota guna menghindari konfrontasi. Banyak yang dengan bijaksana membiarkan para pemuda-pemuda Indonesia memperoleh senjata. Pada tanggal 3 September 1945, Sukarni memprakarsai pengambil-alihan Jawatan Kereta Api, Bengkel Manggarai dan stasiun-stasiun kereta api menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Pada saat itu kereta api merupakan alat transportasi yang sangat penting. Disamping kereta api, ia mengambil alih bus angkutan umum dalam kota. Dengan demikian alat transportasi darat sepenuhnya dikuasai pemerintah Republik Indonesia (http://ikpni.or.id/pahlawan/soekarni-kartodiwirjo/). Antara tangal 3 sampai 11 September 1945, para pemuda Jakarta mengambil alih kekuasaan atas stasiun-stasiun kereta api, sistem trem listrik, dan stasiun pemancar radio tanpa mendapat perlawanan dari pihak Jepang. Pada akhir bulan Septe...

La Mappanyuki

Banyak raja-raja di luar Jawa tidak tertarik pada Revolusi. Mereka tidak suka pada terhadap kepmimpinan di Jakarta yang mereka anggap radikal, bukan ningrat, dan kadang-kadang bersifat Islam. Mereka juga tidak suka kepada pemuda Republik di wilayah mereka  yang menjadi kekuatan Revolusi setempat. Akan tetapi, di Sulawesi Selatan , Raja Bone (Arumpone) La Mappanyuki, menyatakan dukungannya kepada Rebublik (Ricklefs, 2004 : 432). LA MAPPANYUKKI SULTAN IBRAHIM, MATINROE RI GOWA, 1931-1946 Menjelang proklamasi, ia juga bertindak sebagai penasihat BPUPKI. Setelah Indonesia merdeka, ia menyatakan bahwa Kerajaan Bone merupakan bagian dari Republik Indonesia. Pada masa Republik Indonesia Serikat, ia ikut menuntut peleburan Negara Indonesia Timur ke dalam RI. Keteladanan dan keteguhan hati beliau dalam berjuang dilkuti oleh putra-putranya, yaitu Andi Pangeran Petta Rani dan Andi Abdullah Bau Maseppe. Riwayat Hidup La Mappanyukki dan Putra-putranya. La Mappanyukki Datu Lolo ri Suppa j...

Sikap Para Raja

Saat saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945 hubungan baik kedua belah pihak ( negeri masing-masing ) antara Kadipaten Pakualaman dengan Kasultanan Yogyakarta dikembangkan dengan mengajak Kadipaten Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarto ( catur sagatra) , saat itu Paku Alam VIII diutus Hamengku Buwono IX untuk menjalin diplomasi politik antar empat kerajaan agar memiliki sikap politik yang sama dalam mendukung para pejuang kemerdekaan sambil  panahan disuatu tempat antara  Sragen – Mantingan (KPH Wijoyokusumo, 1999, dalam Wahyukismoyo, 2017). Sikap empat raja di Jawa (catur sagatra) menyatakan dukungan pada Republik. Akan tetapi banyak raja-raja di luar Jawa tidak tertarik pada Revolusi. Mereka tidak suka pada terhadap kepemimpinan di Jakarta yang mereka anggap radikal, bukan ningrat, dan kadang-kadang bersifat Islam. Mereka juga tidak suka kepada pemuda Republik di wilayah mereka   yang menjadi kekuatan Revolusi setempat. Akan tetapi, di Sulawesi Se...

Paku Alam VIII (1920-1998)

Gambar
Gusti  Raden Mas  Sularso  Kuntosuranto yang dilahirkan tanggal 10 April 1910 dengan condrosengkolo “ Mumbul Tejaning  Manggala Yudha “ tahun Jawa 1870  adalah putra dari Paku Alam VII dengan permaisuri Gusti Raden Ayu Retno Purwoso  binti Paku Buwono X. Di tubuh beliau mengalir darah dari Kasunanan Surakarta dan darah dari Kasultanan Yogyakarta yang  kemudian menyandang gelar Kanjeng Gusti Adipati Aryo Prabu Suryodilogo sejak tanggal 4 September 1936. Selanjutnya pada tanggal  12 April 1937  beliau dinobatkan menjadi  KGPAA Paku alam VIII dan selisih 3 tahun kemudian yaitu pada 18 Maret 1940, penobatan Sri Sultan HB IX dan selanjutnya keduanya menjadi sosok “loro-loroning atunggal“ atau duet kepemimpinan KGPAA Paku Alam VIII dan Sri Sultan HB IX itu yang dikenal dengan Dwi Tunggal yang menentukan nasib masa depan negeri masing-masing akan tetap menjadi negara kerajaan dalam penjajahan Belanda (Humas DIY, 2009). Pendidikan ya...

Sri Sultan Hamengkubuwono IX Mendukung Republik

Gambar
“Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, pertama-tama saya adalah dan tetap seorang Jawa.” (Pidato Sultan pada penobatannya, 18 Maret 1940). Yogyakarta menyatakan berada di belakang Republik sejak awal berdirinya. Untuk mengenang Sri Sultan dan Sri Paduka, saya sampaikan biografi singkat keduanya. Kali ini Sri Sultan terlebih dahulu. Sri Sultan Hamengkubuwono IX (1912-1988). Hamengkubuwono IX dilahirkan dengan nama kecil Gusti Raden Mas Dorodjatun pada hari Sabtu Pahing tanggal 12 April 1912 di Yogyakarta. Waktu ia dilahirkan, ayahnya belum dinobatkan menjadi Sultan Hamengku Buwono VIII. Ibunya adalah Raden Ayu Kustilah atau Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom (putri Pangeran Mangkubumi), yang telah mempunyai kedudukan resmi sebagai garwa padmi (istri utama) meskipun kemudian hidup terpisah dari suaminya. Di Luar Keraton. Sejak usia empat tahun Dorojatun dididik di luar lingkungan keraton, sesuai dengan kehendak ayahnya. Semua saudara...