Rapat Samodera

Setelah insiden perobekan bendera merah-putih-biru di Hotel Yamato tanggal 19 September 1945, keesokan harinya, pada tanggal 20 September 1945, mulai banyak pembicaraan untuk membuat semacam rapat besar yang melibatkan rakyat Surabaya.  Akhirnya disepakati diadakan Rapat Raksasa di Lapangan Tambaksari, Surabaya, 21 September 1945. Rapat ini waktu itu juga dikenal dengan nama Rapat Samodera. Rapat besar itu direncanakan dari pertemuan pemuda KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah) Surabaya yang berlangsung di GNI (Gedung Nasional Indonesia) di Jalan Bubutan. Rapat raksasa ini juga dilakukan di Markas PRI (Pemuda Republik Indonesia) di Jalan Tidar. Rapat raksasa ini terinspirasi dari rapat raksasa yang dilakukan di Lapangan Ikada Jakarta, 19 September 1945.

Rapat Raksasa di Surabaya awalnya dimulai dari pembentukan panitia sebanyak 20 orang. Beberapa para pemuda yang aktif sebagai panitia dalam penyelenggaraan Rapat Raksasa ini adalah pengurus PRI (Pemuda Republik Indonesia), Hasan, Soemarsono, Soerjono, Dimjati, Hassanoesi, Abdoel Madjid, Pohan, Soemarno, Karjono,  Abdoel Sjoekoer dan Koesnadi.

GBT
Setelah ada keputusan persetujuan rapat raksasa di Tambaksari, segera diinformasikan kepada seluruh rakyat Surabaya. Para pemuda yang tergabung dalam GBT (Gerakan Bawah Tanah) keliling kampung menyiarkannya lewat berpengeras suara. Pengerahan massa rakyat  dilaksanakan kelompok GBT ini menarik masyarakat untuk datang ke Lapangan Tambaksari. Selain jalan kaki, naik sepeda, naik becak, S. Kasman, Hassanoesi, dan kawan-kawannya menggerakkan truk-truk pengangkut pegawai menuju Tambaksari. Juga truk tanki dijadikan alat pengangkut massa. Truk dan tanki ini diambil dari pos dan markas tentara Jepang. Disiarkan, dalam rapat raksasa itu akan berpidato para pemimpin-pemimpin pejuang.
Rencananya, rapat raksasa itu diselenggarakan pukul 15.00 atau jam tiga sore itu. Namun sejak siang hari Lapangan Tambaksari telah banyak didatangi rakyat Surabaya. Rakyat yang datang ke Lapangan Tambaksari itu  juga mendapat selebaran dan pamflet. Mobil dengan pengeras suara mambagi-bagikannya. Pamflet itu berisi slogan-slogan Indonesia Merdeka dan kata-kata menyebar semangat. Pamflet juga ditempel di truk-truk pengangkut massa. Poster-poster itu dicetak di beberapa percetakan yang biasanya mencetak surat kabar. Tulisan-tulisan itu diantaranya adalah Milik RI, Down with Colonialism, Soekarno-Hatta Yes!, NICA No, Let Freedom ring all over the World. Dalam bahasa Perancis ada juga; Liberte, Egalite, Fraternite, yang artinya kebebasan, persamaan, persaudaraan.

Lima K.
Pembukaan rapat raksasa itu dibuka dengan pidato pengantar oleh Ketua BKR Surabaya Abdoel Wahab, pukul 16.00. Kemudian Roeslan Widjajasastra, disusul pidato bersemangat dari Residen Sudirman, Soemarsono, Lukitaningsih, Abdoel Sjoekoer, Sapia dan Koenadi. Soemarsono pidatonya mengutip pidato 1 Juni Bung Karno tentang Pancasila. Tetapi Soemarsono menyebutnya dengan istilah “Lima K”: Ketuhanan, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Kebangsaan, Kemerdekaan, dan Keadilan Sosial. “Lima Sila ini disatukan menjadi kepal, menjadi tinju untuk meninju imperialis, dan penjajah Indonesia. Ini kepal rakyat Indonesia yang bersatu!” katanya. Para pemimpin  pemuda dengan tegas membakar semangat juang. Tujuannya, agar pemuda-pemuda dan rakyat tetap bersatu padu dan tetap mempertahankan berkibarnya sang merah-putih untuk selama-lamanya.

Para Tokoh Pemuda Ditangkapi.
Setelah rapat raksasa di Tambaksari itu selesai sekitar pukul 19.00, rakyat bubar dengan semangat berkobar-kobar. Keberanian dan keyakinan untuk mempertahankan kemerdekaan semakin menjadi-jadi.  Massa pemuda mulai merobek-robek poster Jepang berisi larangan mengeluarkan pendapat. Gerakan protes semacam ini semakin besar dengan mengganti poster-poster Jepang dengan pamphlet-pamflet semangat kemerdekaan Indonesia. Akibatnya, Jepang marah dan mulai menangkap 11 tokoh pemuda Surabaya. Mereka digiring masuk kendaraan Kempetai dan dibawa ke markasnya di bekas kantor Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi zaman Belanda), yang berdiri Tugu Pahlawan. Untunglah, tengah malam datang para pemimpin pemuda lainnya bersama para pejuang Surabaya. Akhirnya 11 orang yang ditahan bisa dibebaskan dengan alasan jika tidak dibebaskan markas Kempeitai itu bisa diserbu rakyat Surabaya (surabayastory, 6  November 2018).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan