Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pemerintahan Sukarno mengeluarkan maklumat tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia.
Gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Di berbagai tempat strategis dan tempat-tempat lainnya bendera Indonesia dikibarkan. Antara lain di teras atas Gedung Kantor Karesidenan (kantor Syucokan , gedung Gubernuran sekarang, Jalan Pahlawan ) yang terletak di muka gedung Kempeitai (sekarang Tugu Pahlawan), di atas Gedung Internatio , disusul barisan pemuda dari segala penjuru Surabaya yang membawa bendera Indonesia datang ke Tambaksari (lapangan Stadion Gelora 10 November ) untuk menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Surabaya . Saat rapat tersebut lapangan Tambaksari penuh lambaian bendera merah putih disertai pekik 'Merdeka' yang diteriakkan massa. Pihak Kempeitai telah melarang diadakannya rapat tersebut namun tidak dapat menghentikan dan membubarkan massa rakyat Surabaya tersebut.
Pada 18-9-1945 terjdi insiden Hotel Yamato. Saat itu terjadi peristiwa perobekan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) menjadi bendera Indonesia (Merah-Putih) di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit Surabaya ) pada tanggal 18 September 1945 yang didahului oleh gagalnya perundingan antara Sudirman (residen Surabaya) dan Mr. W.V.Ch Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda.Pengibaran bendera Indonesia berhasil setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato.
Dalam peristiwa itu Ploegman tewas. Ploegman datang membonceng Intercross, palang merah internasional yang datang bersama AFNEI & oleh Jepang ditempatkan di markas RAFWI di hotel Yamato.
Insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato atau Oranje Hotel (sekarang bernama Hotel Majapahit ) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya adalah klimaks gerakan pengibaran bendera merah tersebut. Salah seorang pelakunya adalah Soemarsono.
Soemarsono.
Soemarsono yang lahir di Kutoarjo tahun 1921 adalah Gubernur Militer Madiun & menjadi orang ketiga setelah Amir Sjarifoedin & Musso saat terjadi pemberontakan Madiun tahun 1948. Saat itu ia berpangkat Kolonel.
Soemarsono adalah tokoh kedua setelah Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945. Dialah pelaku perobekan bendera Belanda di hotel Yamato. Apabila Bung Tomo diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional, tidak demikian dengan Soemarsono. Dia menjadi buron dalam Madiun Affair, meskipun berhasil lolos dengan memasuki wilayah tentara Belanda.
Saat Aidit menjadi Ketua PKI th 50-an Soemarsono dihukum buang oleh Aidit selama 14 tahun & dia pun dilarang mengaku sebagai anggota PKI. Selama pembuangannya itu dia menyamar sebagai guru di Pematang Siantar sebelum ditangkap penguasa Orde Baru setelah terjadinya peristiwa Gestok tahun 1965.
Pada suatu kesempatan dia berhasil lolos ke Australia dan menjadi warga negara Australia. Setelah reformasi dia berkunjung ke Indonesia sebagai orang asing untuk bersaksi atas Madiun Affair.
Dahlan Iskan yang 17 anggota keluarganya menjadi korban Madiun Affair menulis tiga artikel serial di blog pribadinya mengenai peran & jasa Soemarsono. Hasta Mitra menyebutnya sebagai PKI yang konsisten tapi Soemarsono sendiri mengakui dirinya adalah pengikut setia Sukarno meski tidak tanpa reserve.
Komentar
Posting Komentar