Serangan Tentara Inggris di Kota Bandung
Setelah serangan pada tanggal 2 Desember 1945, pada tanggal 6 Desember 1945, pukul 07.00, Inggris kembali melakukan serangan darat dan udara ke tempat markas pasukan API, PRI dan BMP di Turn Dorp (sekitar Jl. Lengkong) yang kemudian meluas ke Jl. Pungkur, Jl. Pasundan dan Tegallega. Pasukan Inggris menggunakan pesawat B-25 dan Mustang . Dengan dibantu 200 anggota pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh Husen Syah, para pejuang berusaha terus melawan. Banyak pejuang yang gugur, antara lain Zaini. Serangan baru berhenti setelah pasukan Inggris berhasil membebaskan interniaran pada sore hari. Korban di pihak RI 119 orang meninggal, 82 luka berat dan 159 luka ringan.
Pada tanggal 14 Desember 1945, Inggris juga menyerbu Cicadas, diawali
dengan mengebom dari udara yang
menghancurkan bangunan dan toko-toko. Serangan tersebut diikuti dengan serangan
tank. Pasukan Inggris terus bergerak ke
Bojong Koneng dan membawa tentara Jepang yang menjaga gudang peluru dan senjata
(Amar dalam Sitaresmi, 2002 : 102-103).
Dalam pemberitaannya pada 26 Desember 1945, harian Merdeka menyebut bahwa korban
pemboman Inggris pada 21 Desember 1945 telah banyak menimbulkan kematian di
kalangan rakyat sipil. Secara jelas, Merdeka menyebut
mayoritas korban adalah masyarakat Tionghoa yang tinggal di wilayah sekitar
Pasar Cicadas.
Dua hari kemudian, Cicadas lagi-lagi disambangi pesawat-pesawat pembom Inggris. Kendati para petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI) masih sibuk melakukan evakuasi korban pemboman 21 Desember 1945, pihak militer Inggris tak peduli dan tetap melakukan penyerangan lewat udara ke lembah Cicadas. Bahkan seolah tak cukup lewat udara, di darat pun mereka mengerahkan kekuatan-kekuatan tempurnya.
“Sejak jam 06.00 telah terjadi pertempuran-pertempuran di mana musuh mempergunakan tank dan artileri,” ungkap Nasution.
Apa yang menyebabkan militer Inggris begitu bernafsu menghabisi wilayah Cicadas? Menurut Nasution, militer Inggris sangat meyakini informasi dari intelijennya bahwa Cicadas merupakan salah satu basis terkuat para “ekstrimis Indonesia” yang ada di Bandung.
Dan memang menurut sejarawan John R.W. Smail, Cicadas yang padat dipenuhi oleh kekuatan kelompok-kelompok bersenjata Indonesia. Mulai TKR hingga badan-badan lasykar
“Di sana ada kekuatan Hizbullah paling besar di Bandung yakni batalion yang dipimpin oleh Aminuddin Hamzah,” ungkap Smail dalam Bandung Awal Revolusi (1945-1946) ( Hendi Johari| Historia, 13 Des 2019 ).
Komentar
Posting Komentar