Dukungan Ukraina Untuk Indonesia

 

Dalam memoir Supeni, saya mendapat informasi bahwa pada tanggal 19 Januari, pemerintah Inggris memutuskan untuk mengirim Sir Archibald Clark Kerr, duta besar Inggris di Moskow, ke Indonesia sebagai duta istimewa guna menyelesaikan soal Indonesia.  Pada tanggal 21 Januari 1945, Manailsky, wakil Ukraina dalam Dewan Keamanan PBB berpendapat bahwa keadaan di Indonesia merupakan bahaya bagi perdamaian dan keamanan dunia. Karena itu dia mendesak kepada Dewan Keamanan  yang bersidang di London untuk mengambil tindakan sesuai dengan bunyi Pasal 35 Charter of The United Nations. Pada tanggal 28 Januari 1945, Sir Philips Christison, Panglima Tentara Sekutu di Indonesia, diganti oleh Letnan Jendral Sir Montague Stopford. Pada tanggal 31 Januari 1945, Letnan Jendral van Oyen menyerahkan tampuk pimpinan tentara NICA kepada Letnan Jendral Spoor ( 2011 : 244-245).

Menggali lebih jauh dukungan Ukraina untuk Indonesia ini saya mencoba mencari catatan saya sendiri soal ini tetapi tidak saya dapati sementara  bahan-bahan pada buku resmi nihil. Beruntung saya mendapatkan bahwa  Isnaeni menulis Dari Ukraina untuk Indonesia  dalam Historia, 14 Desember 2011 sebagai berikut :

“Pada  4 Desember 1945, dalam sebuah konferensi pers, Perdana Menteri Sutan Sjahrir menyatakan bahwa campur tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah jalan terbaik untuk memecahkan soal Indonesia dan kalau Belanda akan menempuh jalan kekerasan, niscaya tidak ada persetujuan yang akan dicapai. Untuk itu, Sjahrir mengirim surat dan dokumen-dokumen penting kepada Sidang Umum PBB yang pertama pada 10 Januari 1946 di Church House Westminster, London, Inggris. Dalam suratnya, Sjahrir menguraikan dan meminta agar masalah Indonesia dibicarakan dalam sidang. Keputusan yang akan diambil oleh sidang amat penting mengingat masalah Indonesia hanya dapat disetujui atau tidak untuk dibicarakan oleh Dewan Keamanan PBB, bergantung pada sidang tersebut.

Mengenai tuntutan Sjahrir tersebut, Menteri Luar Negeri Belanda, Eelco van Kleffens yang hadir dalam Sidang Umum PBB menerangkan kepada wartawan bahwa usul pihak Indonesia agar soal Indonesia dibicarakan dalam sidang Dewan Keamanan hanya dapat dilakukan jika usul itu didukung oleh satu negara anggota PBB.

Pada 21 Januari 1946, Dmitri Manuilsky, ketua utusan Republik Soviet Sosialis Ukraina di PBB, untuk kali pertama mengajukan masalah Indonesia kepada Dewan Keamanan yang bersidang di London. Dalam suratnya kepada Ketua Dewan Keamanan, Manuilsky menyatakan bahwa keadaan di Indonesia membahayakan perdamaian dan keamanan dunia. Karenanya, dia mendesak Dewan Keamanan supaya mengambil tindakan sesuai Pasal 34 Piagam PBB, yaitu Dewan Keamanan dapat menyelidiki setiap pertikaian yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan Internasional.

Surat Manuilsky membuat pandangan dunia semakin tertuju kepada Indonesia. Akan tetapi kalangan resmi Belanda di London merasa kurang senang dengan perbuatan utusan Ukraina itu dan menerangkan bahwa Ukraina telah mencampuri soal yang mereka belum menyiasati lebih dahulu duduk perkara sebenarnya (Osman Raliby dalam Documenta Historica. )

Menanggapi pernyataan kalangan resmi Belanda itu, Manuilsky mengatakan kepada Reuters (21 Januari 1946) bahwa dia mencampuri soal Indonesia karena mendapat banyak telegram dari kalangan pejuang Indonesia, yang meminta agar soal Indonesia segera dibawa ke sidang PBB. Dalam Sidang Umum PBB pada 25 Januari 1946, Manuilsky mendapatkan dukungan dari Edward Stettinius, utusan Amerika Serikat dan Abdel Hamid Badawy Pasha, utusan dari Mesir. Sehingga sidang memutuskan masalah Indonesia akan dibicarakan dalam sidang Dewan Keamanan pada 28 Januari 1946.

Sidang Dewan Keamanan pada 28 Januari 1946 tidak sesuai rencana, dan hanya membahas soal Azerbaijan. Dan soal Indonesia baru dibahas pada sidang 7 Februari 1946. Pada sidang ini, Manuilsky menyampaikan pidato panjang dalam bahasa Rusia. Dengan mengutip surat kabar Reuter, Daily Mail, Daily Telegraph, Observer, Times, dan New York Times, dia menjelaskan aksi-aksi militer tentara Inggris dan India di Indonesia.

Selain dari berita surat kabar, Manuilsky memperoleh bahan tentang Indonesia dari laporan Jane Foster, agen ganda Amerika Serikat dan Uni Soviet. Foster telah menyerahkan laporan Office of Strategic Services (OSS, pendahulu CIA) pada 1945 kepada NKVD, polisi rahasia Soviet. Dia anggota Partai Komunis Amerika Serikat, dan pada waktu perang aktif sebagai agen Soviet. Dia memberikan bahan-bahannya kepada seorang mata-mata Soviet. Oleh Manuilsky, wakil Ukraina di Dewan Keamanan PBB , pandangan Foster diperluas dan dipergunakan dalam makalahnya untuk debat pertama tentang Indonesia di sana”  (Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Agustus 1945-Maret 1946). (Isnaeni, Historia, 14 Desember 2011).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan