Masalah Indonesia Masuk dalam Agenda Dewan Keamanan PBB


Pada tanggal 30 Juli 1947 Pemerintah Australia memberikan isntruksi kepada wakilnya di Dewan keamanan yakni Kolonel Hodgson, untuk memajukan permintaan resmi supaya soal Indonesia dengan segera dimasukkan dalam agenda Dewan Keamanan. India mengajukan permintaan kepada Dewan Keamanan agar badan ini segera mengambil tindakan tentang soal Indonesia, berdasarkan Pasal 35 dan 39 dari Piagam Perdamaian, karena soal Indonesia adalah suatu soal yang mengancam perdamaian dunia.  Sementara itu  Siam (Thailand) berniat melarang pesawat-pesawat terbang Belanda mendarat di Siam.

Pada tanggal 31 Juli 1947, soal Indonesia dimasukkan dalam agenda Dewan Keamanan. Australia mengajukan usul supaya Dewan Keamanan berseru kepada kedua belah pihak untuk menghentikan permusuhan. AS mengajukan usul agar Dewan keamanan menawarkan jasa-jasa baik. Sementara itu Republik menginginkan arbitrage di bawah pengawasan PBB.

Pada sidangnya tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan memutuskan : berseru kepada Indonesia dan Belanda untuk dengan segera memutuskan menghentikan tembak-menembak. Pada tanggal 3 Agustus 1947, Pemerintah India melarang KLM terbang dan mendarat di daerah India/Pakistan.  Pada tanggal 4 Agustus 1947, baik Belanda maupun Panglima Tertinggi APRI memerintahkan penghentian tembak menembak dan tetap tinggal di tempatnya masing-masing.

AS dan Australia Menawarkan Jasa Baik

Pada tanggal 6 Agustus 1945 Konsul Jenderal AS atas nama pemerintahnya menawarkan jasa baiknya kepada Indonesia dalam usaha penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda. Hal itu diikuti pada tanggal 7 Agustus 1947 oleh Australia.

Sjahrir di DK PBB

Pada tanggal 7 Agustus 1947, Sjahrir yang dalam perjalanan ke Lake Succes tiba di Mesir dan mengadakan kunjungan kepada pembesar-pembesar Mesir. Pada tanggal 12 Agustus 1947, Dewan Keamanan memperbolehkan wakil RI berbicara pada sidang nya tanggal 14 Agustus 1947. Tanggal 14 Agustus 1947 Sjahrir berbicara dalam sidang DK. Setelah mengupas politik penjajahan Belanda, beliau mendesak supaya DK membentuk bada arbirage yang tidak berpihak (Supeni, 2001 : 270).

Pada Sidang Dewan Keamanan PBB 1947, Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Soedjatmoko, dan Soemitro Djojohadikusumo. Delegasi Indonesia tersebut memiliki misi untuk memperjuangkan kedaulatan Indonesia di dunia internasional. Selain itu, delegasi Indonesia juga menuntut pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan Belanda kepada Indonesia. Sutan Sjahrir, yang diberi kesempatan berbicara di Sidang Dewan Keamanan PBB, menginginkan solusi damai. Belanda juga dituntut oleh Sutan Sjahrir untuk menghentikan Agresi Militer I dan mencabut seluruh tentaranya dari Indonesia. Menurut Sutan Sjahrir, keberadaan tentara Belanda mengancam kedaulatan Indonesia yang sudah merdeka (Subroto dan Ningsih, kompas.com, 23 April 2022.)

Pada tanggal 22 Agustus 1945, Duta Besar di Den Haag, Baruch meminta kepada pemerintah Belanda supaya jangan tergesa-gesa mengambil keputusan  untuk melanjutkan aksi polisional di Indonesia.

Keputusan Dewan Keamanan

Pada tanggal 27 Agustus 1947 teks resmi keputusan DK PBB diterima pemerintah RI yang berisi :

(1)    Supaya konsul-konsul yang berada di Jakarta membuat laporan tentang keadaan di Indonesia yang sesungguhnya;

(2)    Pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN) yang memberikan jasa-jasa baik untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia dengan Belanda

Daerah Otonom

Sementara itu pada tanggal 2 Agustus 1947, Bangka dan Belitung dijadikan daerah otonom oleh Belanda dan pada tanggal 26 Agustus 1947, Van Mook melantik Dewan Borneo Timur di Samarinda.

Dua Tahun Kemerdekaan

Pada tanggal 17 Agustus 1947 Indonesia merayakan dua tahun Hari Kemerdekaannya.

Bantuan Obat-obatan dari India

Pada tanggal 27 Agustus 1947, pesawat terbang India tiba di Yogyakarta membawa obat-obatan untuk PMI. Ikut pula tiga orang dokter India. Kiriman obat-obatan yang kedua sebanyak dua ton sampai pada tanggal 29 Agustus 1947 (Supeni, 2001 : 269-270)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan