Pertemuan Sarangan

 


Pada tanggal 7 Juni 1948, Van Mook menyampaikan undangan kepada PM Mohammad Hatta untuk melakukan perundingan lagi yang diterima Hatta pada tanggal 8 Juni 1948.  Pada tanggal 16 Juni 1948 diadakan pertemuan informal antara Hatta dan Van Mook.   

Sementara itu Van Kleffens pada tanggal 9 Juni 1948 meminta kepada Dewan Keamanan jangan dulu membicarakan soal pertikaian Indonesia-Belanda, karena perundingan masih berlangsung.  Usul kompromi dua anggota KTN yang ditandatangani Court Dubois (Amerika Serikat) dan Crithley (Australia) disampaikan kepada delegasi Indonesia-America Coperation berdasar atas Fox Contract.

Pada tanggal 10 Juni 1948 Dewan keamanan membicarakan laporan sementara KTN dan juga mengenai Jawa Barat dan Madura.  Pada tanggal 14 Juni 1948, van Kleffens mengunjungi Menteri Muda Luar Negeri AS, Lovett. Supeni menduga pertemuan itu mungkin membicarakan soal pertikaian Indonesia. Belanda menolak usul kompromis KTN. Menurut Belanda, usul KTN itu sudah di luar wewenangnya dan menambah rumit persoalan. Pada tanggal 17 Juni 1948, KTN menerangkan bahwa usulan itu diberikan jika perundingan mengalami deadlock dan hanya merupakan working paper saja. Pada tanggal 18 Juni 1948 Pemerintah Republik menerima usul kompromis KTN.

Dewan Keamanan pada sidangnya tanggal 23 Juni 1948 memberikan anjuran dan pedoman kepada KTN antara lain sebagai berikut :

(1)    perhubungan ekonomi antara Republik dan Luar Negeri harus bisa dilaksanakan selekas mungkin;

(2)    Negara Indonesia Serikat harus terbentuk secara demokratis;

(3)    Uni  antara Indonesia dan Nederland dibentuk atas dasar dua negara yang sama derajatnya;

Pada tanggal 13 Juli 1948, Amerika Serikat menunjuk Merle Cochran sebagai anggota KTN untuk menggantikan Covert Dubois (Supeni, 2001 : 278-280).

Belakangan muncul informasi bahwa Merle Cochran mengadakan pertemuan tertutup dengan pihak Republik. Hal itu terungkap pada kesaksikan Soemarsono, tokoh Madiun Affairs.

Berikut ini saya sampaikan pengakuan Soemarsono sebagaimana termuat pada laman YPKP 65, tertanggal 21 Juli 2019 yang ditulis Martin L.

Red Drive Proposals dan Kesaksian Soemarsono

Pertemuan Sarangan, 21 Juli 1948

“…Salah satu kejelekan dari Mohammad Hatta, kalau berunding dengan musuh, dia itu suka bikin perundingan tertutup. Bikin perundingan dengan imperialis yang hasilnya tidak diumumkan ke publik. Tidak seperti Bung Amir yang perundingannya terbuka, semua orang tahu isinya apa..

Tanggal 21 Juli 1948, Hatta memimpin pertemuan tertutup dengan utusan-utusan Amerika dan Belanda. Berunding di Hotel Huize Hansje di Sarangan. Sarangan itu sebuah danau tempat wisata di kaki Gunung Lawu, tidak jauh dari Madiun. Di pihak Indonesia ada Hatta, Bung Karno, Natsir, Sukiman, Mohammad Roem dan Kapolri Jenderal Soekanto. Di pihak Amerika ada Merle Cochran dan Gerald Hopkins. Mereka ini penasehat politik Presiden AS, Harry Truman. Di pihak Belanda ada Menteri Luar Negeri. Namanya Dirk Stikker.

Pertemuan Sarangan dirancang untuk menyingkirkan orang-orang Kiri di Indonesia. Si Stikker kelihatan sekali ngotot mau menyingkirkan kami. Dia kasih lijst 80 nama pimpinan Kiri sama Hatta. Nama Bung Amir ada di bagian paling atas. Saya di bagian tengah. Maksudnya, supaya Belanda mau mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara de jure, Hatta harus menyingkirkan kami yang 80 orang ini.

Kedaulatan yang diakui juga bukan kedaulatan negara kesatuan, tapi Republik Indonesia yang harus membentuk federasi dengan negara-negara boneka lalu ikut Commonwealth dengan Belanda. Hatta dan orang-orang Masyumi antusias sekali waktu itu. Nafsu mereka untuk menghabisi orang-orang kiri kelihatan betul. Bung Karno ndak bisa berbuat apa-apa. Dia diam terus. Mukanya merah. Bung Karno pulang sebelum pertemuan selesai. Dia ndak bisa ngomong sebab dia ndak punya kuasa. Hatta yang pegang kuasa.

Hatta setuju sama maunya Stikker.

Usulan pembasmian orang-orang Kiri ini disebut Red Drive Proposals. Pemerintahan Hatta mendapat biaya 56 juta Dolar dari Amerika untuk menjalankan politik pembasmian orang-orang Kiri. Saya ngomong tentang Red Drive Proposals begini karena ada dokumennya. Ada saksinya lagi. Dulu saya pernah minta tolong sama kawan saya, si Ismail Hasan. Supaya dia menanyakan langsung sama Natsir. Si Ismail Hasan ini dekat sama Natsir.

Dia nanya ke Natsir, apa benar Red Drive Proposals itu ada? Natsir mengangguk. Ismail Hasan juga pernah nanya sama Soekanto. Katanya Pertemuan Sarangan itu memang ada. Waktu si Ismail Hasan meninggal, saya ketemu sama Natsir. Kami sama-sama melayat ke rumah Ismail Hasan waktu itu. Saya tanya langsung Natsir, apa benar Red Drive Proposals itu ada? Natsir cuma manggut-manggut tapi dia tidak mau ngomong lebih lama.

Dia bilang, itu masa lalu dan sudah terjadi. Saya juga sudah pernah nanya langsung ke Soekanto. Soekanto menjawab memang dulu ada Perundingan Sarangan. Laporan perundingan itu ada di dokumen kepolisian, kok. Soekanto yang mengatakan begitu.

Isteri saya pernah menemui Sjahrir. Kejadiannya menjelang KMB diteken. Sebelum KMB, semua tawanan perang dibebaskan. Tapi saya ndak ikut dibebaskan. Karena belum juga dibebaskan, isteri saya menemui Sjahrir di Jakarta. Maksudnya mau minta tolong supaya Sjahrir ngurus saya ke Panitia Pembebasan Tawanan Perang. Sjahrir ndak bisa membantu isteri saya. Katanya, nama saya masuk dalam lijst yang 80 orang. Sjahrir bilang sama isteri saya:

“Sorry. Ik kan jij niet helpen. Kowe punya suami ada dalam daftar 80 orang yang mau dihabisi sama Belanda. Your husband must be killed.”
Artinya Sjahrir juga tahu tentang Red Drive Proposals ini.

Bung Amir juga tahu tentang Red Drive Proposals. Dia dapat laporan dari adiknya. Saya lupa namanya. Adiknya ini pernah jadi menteri Kabinet Dwikora. Dia bukan orang politik. Ahli stenografie dia. Nulisnya cepat jadi sering dipakai jadi notulen sidang-sidang. Rupanya waktu di Sarangan itu, orang tidak memperhatikan stenografist-nya itu adiknya Bung Amir.



Banyak orang yang ngotot bilang kalau Red Drive Proposals itu cuma karangan orang-orang Kiri saja. Sejarawan Asvi Warman Adam juga ndak mau mengakui Red Drive Proposals ini. Memang haknya untuk bilang Red Drive Proposals tidak ada. Tapi dia ndak bisa membantah kalau Hatta memang benar-benar melakukan pembasmian terhadap orang-orang Kiri. Hatta tidak mau menyelesaikan persoalan di Madiun dengan baik-baik. Malah ngajak perang saudara.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan