Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Pembantaian Kelompok Pemuda Pimpinan Robert Wolter Monginsidi dan Rakyat Sulawesi Selatan.

Gambar
  Pada bulan November 1946, kedudukan Belanda di Sulawesi Selatan terancam oleh pada pemuda Republik yang kembali dari Jawa yang sudah telah mendapat latihan militer. Pada bulan Desember, pihak Belanda menanggapi hal ini dengan melepas seorang tokoh yang paling keji bagi Revolusi, Kapten Raymond “Turk” Westerling. Metode-metodenya menggunakan teror yang sewenang-wenang segera diikuti oleh pihak-pihak yang anti Republik lainnya di Sulawesi Selatan (Ricklefs, 2004 : 451). Divisi 7 Desember bentukan Westerling mengadakan aksi yang seram terhadap rakyat   Indonesia. Diduga rakyat yang tewas oleh aksi tersebut berjumlah 40.000 orang, antara tanggal 7 Desember 1946 sampai 25 Januari 1947 (Supeni, 2001 : 255). Di antara mereka adalah Datu dari Supa yang pro Republik, yang dibunuh oleh pasukan-pasukan Westerling pada bulan Februari 1947. Kelompok-kelompok pemuda pimpinan Wolter Monginsidi dibinasakan (Ricklefs, 2004 : 451). Robert Wolter Monginsidi.   Robert, yang akr...

Perjanjian Linggajati

  Pemerintah Belanda mengeluarkan statemen kepada Staaten Generaal, di mana ditegaskan bahwa Pemerintah Republik dengan Sukarno sebagai Presiden sudah merupakan satu kenyataan. Mempertahankan perbedaan antara Sukarno dan Sjahrir tidaklah akan membawa buah dalam perundingan-perundingan yang sedang dilakukan. Pada tanggal 10 November , Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta berkunjung ke Linggajati, untuk menghadiri perundingan Indonesia-Belanda dan Perayaan Hari Raya pertama di seluruh Indonesia. Keesokan harinya diadakan jamuan makan siang di Linggajati yang diadakan oleh delegasi Indonesia, di mana hadir Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Komisi Jendral (sebagai delegasi Belanda) dengan Lord Killearn. Pada tanggal 15 November 1946 Naskah Perjanjian Linggajati antara Indonesia-Belanda diparaf oleh kedua belah pihak. Perjanjian itu terdiri atas 17 pasal antara lain berisi : 1.        Belanda mengakui Republik Indonesia de...

Pemerintahan di Jawa Barat di Masa Revolusi

Pada akhir Desember 1945, jabatan gubernur dialihkan dari Sutardjo Kartohadikusumo ke tangan Datuk Djamin, seorang pejabat tinggi Departeman Dalam Negeri. Saat itu ia bekerjasama dengan Walikota Bandung, Sjamsurizal untuk memelihara dan menjamin keutuhan pemerintahan di Kota Bandung. Pada awal Februari 1946, Markas Besar Divisi India ke-23 dipindahkan ke Bandung.   Pasukan bersenjata RI harus mundur dengan jarak 11 km. Kol. A. H. Nasution yang sedang berada di Jakarta, menolak ultimatum. Pasukan Republik membungihanguskan kota Bandung mulai pukul 18.00. Peristiwa “Bandung Lautan Api” menyebabkan pemerintahan Provinsi Jawa Barat harus mengungsi. Kedudukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah Karesidenan Priangan harus mengungsi ke Garut. Sanusi Hardjadinata selaku Wakil Residen Priangan berangkat dari Gedung Denis, di Jalan Braga, menuju Desa Cinta, sekitar Gunung Talaga Bodas, Garut. Untuk kebutuhan makan sehari-hari penduduk setempat banyak yang menyumbangkan bera...

Komisi Koets

Di mata Koets orang yang paling dia hargai adalah sosok seperti Wakil Presiden M Hatta dan bekas Perdana Menteri Sjahrir. Koets sama sekali tidak mau bicara tentang Sukarno apalagi Amir Sjarifuddin yang saat itu telah memimpin sebuah koalisi politik sayap kiri. Pada tanggal 15 September 1946, perundingan Indonesia-Belanda dibuka lagi. Komisi Dr. Koets mengunjungi daerah-daerah yang langsung diperintah oleh Pemerintah Republik Indonesia.    Laporan pertama tentang   keadaan di wilayah-wilayah di Republik diberikan   pada tanggal 2 Oktober. Pada hari yang sama Presiden Sukarno mengesahkan Kabinet Sjahrir III.   Pada tanggal 5 Oktober diadakan peringatan HUT yang pertama Angkatan Perang   Republik Indonesia. Pada tanggal 22 Oktober , Komisi Koets memberikan laporan yang kedua, menggambarkan kenyataan tentang pengaruh Sukarno di daerah Republik. Pada tanggal 4 November, Pemerintah Belanda mengeluarkan statemen kepada Staaten Generaal, di mana dite...

Lord Killearn dan Komisi Jendral Datang di Indonesia

Pada tanggal 25 Juli 1946 Repulik menunda pengangkutan APWI karena Belanda dalam pertempuran-pertempuran di Bandung, Belanda menggunakan orang-orang Jepang. Pada tanggal 25 Agustus , Lord Killearn, duta istimewa Inggris untuk Asia Tenggara, tiba di Jakarta untuk menjadi perantara dalam perundingan Indonesia-Belanda. Lord Killearn kemudian berkunjung ke Yogyakarta   pada tanggal 29 Agustus, untuk menjumpai Menteri Luar Negeri , Sutan Sjahrir, guna membicarakan soal-soal gencatan senjata dan melanjutkan pengangkutan APWI dari daerah pedalaman Republik ke Jakarta. Pada tanggal 3 September, sesudah berunding antara pemerintah Republik dengan Tentara Serikat di Cirebon, pengangkutan APWI diteruskan lagi dengan dikawal oleh TRI sampai Jakarta. Pada tanggal 9 September   Komisi Jendral diangkat oleh Ratu Wilhelmina. Mereka itu adalah F. de Boer, Prof. Schermerhorn dan M. Van Poll. Mereka berangkat ke Jakarta pada tanggal 14 September   dan pada tanggal 18 Septemb...

Konferensi Malino

Gambar
Kota Malino terdapat di Kabupaten Gowa, yang terletak di kawasan pegunungan yang sejuk,100 m di atas permukaan laut, di kawasan punggung Gunung Lompo Batang, 50 km dari Makasar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Suasana yang sejuk, nyaman dan sepi, menjadikannya sebagai kota tempat peristirahatan. Malino dikenal karena kejadian sejarah penting, yakni konferensi antara Indonesia dan Belanda pada bulan Juli 1946, yang kemudian terkenal dengan sebutan Konferensi Malino. Konferensi itu membahas gagasan membentuk Negara Indonesia Serikat (Ignas Bethan, 2004 : 91). Menurut catatan Supeni, konferensi berlangsung sejak tanggal 16 sampai tanggal 22 Juli. Sejak saat itu gerakan separatisme Belanda   dan konsepsi negara serikat dipropagandakan (2001: 252). Menurut Ricklefs, Konferensi Malino adalah kemajuan bagi Belanda dalam usaha mereka mencapai cara penyelesaian federal. Pada konferensi tersebut, 39 orang Indonesia yang merupakan wakil-wakil para raja, umat Kristen, dan beberapa kel...

Peristiwa 3 Juli 1946

Gambar
  Ketegangan antara Kabinet Sjahrir II dan kelompok oposisi semakin meruncing. Rencana kudeta kelompok Persatuan Perjuangan sudah diketahui pemerintah. Pada tanggal 23 Maret 1946, tokoh-tokoh kelompok Persatuan Perjuangan, antara lain Tan Malaka, Mr. Subardjo dan Sukarni , serta beberapa tokoh lainnya ditangkap. Meskipun demikian, usaha kudeta tetap saja terjadi (Purwoko, ENI Vol. 13, 2004 : 76). Pada tanggal 27 Juni 1946, Hatta menyampaikan sebuah pidato di Yogyakarta mengenai lemahnya posisi pemerintah dalam berunding dengan Belanda. Kaum oposisi menganggap ini sebagai pengkhianatan terhadap “kemerdekaan 100 persen”. Pada malam harinya, ketika Sjahrir dan rombongannya singgah di Surakarta sepulang dari muhibah di Jawa Timur, mereka ditangkap oleh satuan tentara setempat. Harapan mereka tindakan ini bisa membuat Sukarno, Soedirman dan “kemerdekaan 100 persen” berkuasa atas Republik. Namun demikian Soedirman tidak bersedia melepaskan Sjahrir. Pada tanggal 30 Juni, Sukar...

Penculikan Sutan Sjahrir

Gambar
  Setelah kegagalan perundingan Hooge Veluwe tanggal 23 April, langkah-langkah diplomasi berjalan terus. Pada tanggal 2 Mei 1946 diadakan perjan jian antara Republik dan Sekutu.   (1) Republik akan mengirim bahan makanan ke tempat-tempat yang dikuasai tentara Sekutu; dan (2) tentara Sekutu akan mengirim mesin-mesin dan alat-alat pertanian kepada Pemerintah Republik Indonesia. Sementara itu pemerintah Belanda memajukan usul-usul sebagai berikut : (1) mengakui Indonesia sebagai bagian dari Commonwealth Indonesia yang berbentuk federasi; (2) Commonwealth Indonesia Serikat di satu pihak, dengan Nederland, Guyana dan Antillen di pihak lain, akan merupakan bagian dari Kerajaan Belanda; (3) Pemerintah Belanda akan mengakjui Republik Indonesia de facto mengusai seluruh Jawa, Madura dan Sumatra kecuali daerah-daerah yang sudah dikuasai Inggris dan Belanda. Pada tanggal 8 Mei Konsul Jendral Inggris- Mc. Kerret,   Konsul Jendral AS-Walter Fote, Jendral Mansergh bertemu dengan ...