Pemerintahan di Jawa Barat di Masa Revolusi


Pada akhir Desember 1945, jabatan gubernur dialihkan dari Sutardjo Kartohadikusumo ke tangan Datuk Djamin, seorang pejabat tinggi Departeman Dalam Negeri. Saat itu ia bekerjasama dengan Walikota Bandung, Sjamsurizal untuk memelihara dan menjamin keutuhan pemerintahan di Kota Bandung.

Pada awal Februari 1946, Markas Besar Divisi India ke-23 dipindahkan ke Bandung.  Pasukan bersenjata RI harus mundur dengan jarak 11 km. Kol. A. H. Nasution yang sedang berada di Jakarta, menolak ultimatum. Pasukan Republik membungihanguskan kota Bandung mulai pukul 18.00.

Peristiwa “Bandung Lautan Api” menyebabkan pemerintahan Provinsi Jawa Barat harus mengungsi. Kedudukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah Karesidenan Priangan harus mengungsi ke Garut.

Sanusi Hardjadinata selaku Wakil Residen Priangan berangkat dari Gedung Denis, di Jalan Braga, menuju Desa Cinta, sekitar Gunung Talaga Bodas, Garut. Untuk kebutuhan makan sehari-hari penduduk setempat banyak yang menyumbangkan beras dan bahan makanan lainnya.

Pada bulan Juni 1946, Gubernur Jawa Barat Datuk Djamin digantikan oleh Dr. Murdjani. Pada 1 April 1947, Wakil Gubernur Jawa Barat Sewaka diangkat menjadi Gubernur Jawa Barat, menggantikan Dr. Murdjani yang diangkat menjadi Gubernur Jawa Timur. Pemerintah Jawa Barat dipusatkan di Tasikmalaya.

Setelah Perjanjian Linggajati  24 Maret 1947 dan Perjanjian Renville 17 Januari 1948, Belanda menciptakan negara-negara Boneka. Di Bandung berlangsung pembentukan negara Pasundan  yang dilakukan melalui tiga kali Konferensi Jawa Barat. Konferensi pertama dilangsungkan di Bandung pada tanggal 13-18 Oktober 1947. Komisi Penghubung yang menyiapkan konferensi tersebut dipimpin oleh R. Hilman Djajadiningrat. Komisi dibantu oleh Pemerintah Sipil Jawa Barat yang dipegang oleh suatu badan yang dikenal sebagai Recomba (Regering Commissaries Bestuurs Aangelegeheden). Kemudian pada tanggal 15 November 1947, Hilman Djajadiningrat diangkat menjadi Ketua Recomba menggantikan Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Pimpinan Recomba meminta agar para pejabat republik ikut bergabung dengan Negara Pasundan. Tentu saja banyak yang menolak. Akibatnya Walikota Bandung, Ir. Ukar Bratakusumah dan Sekretaris Gubernur Jawa Barat, R. Enokh, ditangkap begitu turun di Stasiun Manggarai Jakarta. Sementara itu, R.I. Ardiwinangan, Residen Priangan ditangkap di Bandung tanggal 26 Februari 1948.

Sanusi, Wakil Residen Priangan ditangkap di Desa Cinta dan dibawa ke markas Belanda di Sukawening, Garut. Dari sana Sanusi dibawa ke Bandung dan ditahan di Jalan Tampomas. Saat itu Sanusi mulai aktif di PNI dan selalu mengatakan, “saya ini berjiwa Marhaenis.”

Pada 25 Juli 1948, Sanusi dibebaskan dari tahanan dan harus meninggalkan wilayah Jawa Barat dan tinggal di Yogyakarta, sebagai wilayah republik (Nina H. Lubis,  2003:   58-65).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan