Diplomasi Beras

 


Menurut catatan Supeni, pada 5 April 1946 Dr. Ratulangie dan orang anggota PNI di Makasar ditangkap Belanda;  pada tanggal 8 April delegasi Indonesia ( Soewandi, Dr. Soedarsono dan Mr. A. K. Pringgodigdo ), Clark Kerr dan Van Mook tiba di Belanda; dan   Pada tanggal 10 April rakyat di Pulau Seram berontak melawan Belanda.  Catatan lebih lengkap mengenai pemberontakan di Pulau Seram ini tidak saya dapatkan.

Meski Indonesia masih dalam suana perjuangan baik secara militer maupun diplomasi, Republik  mampu menjalankan amanat pembukaan UUD 1945 untuk “turut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Pada tanggal 12 April 1946 Indonesia menolong rakyat India yang sedang terancam bahaya kelaparan. Republik menawarkan beras sejumlah 500.000 ton. Sebagai penukaran Republik berharap memperoleh bahan pakaian dan alat-alat pertanian.

Ari Rahmad Hidayat dalam Bantuan Beras ke India Tahun 1946, menulis sebagai berikut: 

“Bangsa Indonesia sebagai negara yang telah merdeka diharuskan untuk memenuhi syarat agar bisa menjadi negara berdaulat. Salah satu syarat negara berdaulat adalah mendapatkan pengakuan kedaulatan dari negara lain. Pada masa kabinet Sjahrir, Pemerintah Indonesia berupaya mendapatkan pengakuan kedaulatan, salah satunya melalui bantuan beras ke India... dapat dikatakan bahwa Peristiwa Bantuan beras ke India merupakan strategi diplomasi yang cemerlang dari PM Sjahrir. Melalui strategi mengirimkan beras ke India, Indonesia tidak hanya mampu menembus blokade ekonomi Belanda, namun juga berhasil mendapatkan pengakuan kedaulatan dari pemerintahan sementara India. Atas keberhasilan tersebut, peristiwa bantuan beras kemudian dinamakan diplomasi beras” (Avatara e-Journal Pendidikan Sejarah, 2013).

Muhammad Yuanda Zara berpandangan lain. Menurutnya, pengakuan politik merupakan hal terakhir yang dipropagandakan Republik-atau dengan kata lain, dianggap sebagai hal yang minor. Yang paling awal dan paling sering dipropagandakan Republik ialah bahwa bantuan beras ini didasari oleh nilai-nilai yang lebih tinggi dari sekadar manfaat politik dan ekonomi-yakni kemanusiaan, persaudaraan, persahabatan, bahkan sebagai wujud perintah Tuhan. Di luar itu, ada pula tema seperti terjaminnya stok beras domestik dan kekejaman Belanda dalam menghalangi Indonesia membantu India.

Dengan menekankan pada wacana-wacana yang dikampanyekan kepada beragam audiens via berbagai media komunikasi, plus respons yang kemudian muncul, menunjukkan bahwa kesuksesan Republik dalam mengimplementasikan bantuan berasnya kepada India-dan kemudian memperoleh dukungan dan pengakuan internasional-sangat terbantu oleh strategi komunikasi persuasif yang mereka jalankan. Propaganda Republik berkontribusi mengubah persepsi publik dalam negeri dan dunia internasional dari pandangan bahwa Indonesia merupakan negara yang kacau, penuh dengan kekerasan, dan dikelola oleh ekstremis yang tidak kompeten, menjadi persepsi bahwa Indonesia adalah negara yang berperikemanusiaan, dermawan, profesional, dan berwawasan global (Demi Kemanusiaan dan Persaudaraan : Propaganda Indonesia Mengkampanyekan Bantuan Beras Untuk India Tahun 1946, Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press, 2020).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan