Konferensi Malino


Kota Malino terdapat di Kabupaten Gowa, yang terletak di kawasan pegunungan yang sejuk,100 m di atas permukaan laut, di kawasan punggung Gunung Lompo Batang, 50 km dari Makasar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Suasana yang sejuk, nyaman dan sepi, menjadikannya sebagai kota tempat peristirahatan.

Malino dikenal karena kejadian sejarah penting, yakni konferensi antara Indonesia dan Belanda pada bulan Juli 1946, yang kemudian terkenal dengan sebutan Konferensi Malino. Konferensi itu membahas gagasan membentuk Negara Indonesia Serikat (Ignas Bethan, 2004 : 91). Menurut catatan Supeni, konferensi berlangsung sejak tanggal 16 sampai tanggal 22 Juli. Sejak saat itu gerakan separatisme Belanda  dan konsepsi negara serikat dipropagandakan (2001: 252).

Menurut Ricklefs, Konferensi Malino adalah kemajuan bagi Belanda dalam usaha mereka mencapai cara penyelesaian federal. Pada konferensi tersebut, 39 orang Indonesia yang merupakan wakil-wakil para raja, umat Kristen, dan beberapa kelompok etnik dari Kalimantan dan Indonesia Timur mendukung ide tentang negara federal tersebut dan suatu bentuk kelanjutan hubungan dengan Belanda. Akan tetapi, pihak  Belanda terkejut ketika mengetahui bahwa orang-orang Indonesia ini pun menginginkan langkah-langkah ke arah otonomi yang murni. Karena itu kemudian Belanda menyusun rencana untuk membentuk sebuah negara di Kalimantan dan satu lagi di Indonesia Timur (2005 : 450).

Divisi 17 Desember Dikirim ke Indonesia.

Sebelum Konferensi Malino, pada tanggal 5 Juli 1946, Dr. Beel menerangkan bahwa program politik pemerintah Belanda tetap berdasarkan Pidato Ratu Wilhelmina tanggal 6 Desember 1942. Pada tanggal 9 Juli Sjahrir mengusulkan peletakan senjata di kedua belah pihak tapi usul Sjahrir ini ditolak oleh Van Mook. Pada tanggal 10 Juli pukul 24.00, wilayah Indonesia di luar Jawa, Sumatera dan Madura diserahkan oleh tentara Inggris kepada Belanda. Dalam pembukaan Parlemen Belanda  tanggal 23 Juli 1946, Ratu Wilhelmina menyatakan akan mengangkat Komisi Jendral untuk Indonesia. Pada tanggal 14 September, Komisi Jendral berangkat ke Indonesia dan tanggal 18 September tiba di Jakarta. Sementara itu pada tanggal 24 September Pasukan Pertama dari Divisi 17 Desember dikirim ke Indonesia yang menimbulkan protes di dalam negeri Belanda (2001: 252-253).

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan