Penangkapan Ratulangie dkk.
Pada 5 April 1946, Dr. Ratulangi (Gubernur Provinsi Sulawesi) dan enam orang lainnya anggota-anggota PNI di Makassar ditangkap Belanda (Supeni, 2001 : 248).
Pasca diproklamirkannya kemerdekaan oleh Sukarno di Jakarta pada 17 Agustus 1945, Ratulangie diangkat sebagai gubernur Sulawesi yang berkantor di Makassar. Setelah kembali ke Makassar dan secara resmi mengumumkan proklamasi kemerdekaan, Ratulangi dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Jepang pada awalnya belum siap menyerahkan senjata mereka. (Masykuri 1985). Sewaktu Belanda gencar memecah belah persatuan Indonesia, Ratulangie memperjuangkan agar Sulawesi tidak dipisahkan dari Republik Indonesia. Ia kemudian mendirikan Pusat Keselamatan Rakyat sebagai bentuk perlawanan bersama rakyat(Widiatmoko, 2004: 108-109; Bagas dalam Virgiawan, 9 Maret 2020).
Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Australia Ivan Dougherty tiba pada bulan September 1945. Dougherty ditunjuk sebagai Gubernur Militer oleh pimpinan Sekutu. Kedatangannya mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah sipil Hindia Belanda (NICA) dan KNIL yang siap untuk mengambil alih daerah Hindia Belanda seperti sebelum perang. Dengan masuknya semua orang-orang asing tersebut, pemuda daerah di Sulawesi bersiap untuk berjuang dengan segala cara untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia ( Pawiloy, Sarita (1987).
Ratulangie menerima dukungan dari raja-raja adat termasuk dari Kesultanan Bone dan Kedatuan Luwu yang menyatakan dukungan kepada Republik yang baru didirikan. (Abdullah, Taufik (2009). Ratulangie mampu mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak terkait dalam upaya menjaga perdamaian, tetapi keadaan damai hanya bertahan selama dua bulan. Ia mampu membentuk pemerintah daerah yang beroperasi selama sembilan bulan. Pada 5 April 1946, Ratulangi dan beberapa stafnya diambil dari rumah mereka dan ditahan oleh polisi militer Belanda. Mereka dipenjara selama tiga bulan di Makassar kemudian diasingkan ke Pulau Serui di Kepulauan Yapen di Papua Barat. (Ide Anak Agung Gde Agung 1996).
Ratulangie diasingkan ke Serui bersama enam stafnya dan keluarga mereka, yakni Josef Latumahina, Lanto Daeng Pasewang, Willem Sumampouw Tanod 'Wim' Pondaag, Suwarno, IP Lumban Tobing, dan Intje Saleh Daeng Tompo ( Toer, Pramoedya Ananta; Toer, Koesalah Soebagyo; Kamil, Ediati, ed. 2003). Di Serui, mereka berinteraksi dengan masyarakat setempat dengan mendirikan sekolah lokal dan organisasi sosial untuk membantu para wanita dalam komunitas (Masykuri 1985).
Secara politik, Ratulangie terlibat dalam pembentukan Partai Kemerdekaan Irian Indonesia yang dipimpin oleh Silas Papare dengan Ratulangie sebagai penasihat. (Lumintang, Onnie (1997).
Bulan Januari 1948, sebagai hasil perundingan Renville, ia dibebaskan.
Komentar
Posting Komentar