Pertempuran Laut Cirebon

Dari tanggal satu hingga lima Januari  1947, ada latihan gabungan Angkatan Laut dan Angkatan Darat di perairan Cirebon. Kapal Gajah Mada memimpin latihan gabungan ALRI di bawah komando Letnan I Samadikun. Kapal Gajah Mada yang digunakan Samadikun adalah  jenis Coaster berukuran 150 ton asal Singapura yang dimodifikasi menjadi kapal perang. Pasukan lainnya yang ikut berlatih di antaranya Kapal Patroli P-8 yang dipimpin Letnan I Sukamto, Kapal Patroli P-9 dikomandoi Letnan Satu Supomo, Kapal Tunda Semar oleh Letnan I Toto PS, serta Kapal Tunda Antareja.

Menurut sejarawan Cirebon, Nurdin M. Noer, pertempuran antara Kapal Gajah Mada yang dikomandoi Samadikun dengan Kapal Kortenaer milik Belanda itu terjadi pada 5 Januari 1947 di Perairan Cirebon. Sekitar pukul 06.00, sewaktu iring-iringan kapal latihan gabungan itu berlayar ke arah utara, ternyata di tengah jalan berpapasan dengan Kapal Kortenaer milik Belanda. Kapal milik Belanda itu memberi isyarat agar iring-ringan kapal ALRI yang dipimpin Kapal Gajah Mada itu berhenti. Isyarat itu tak digubris kapal-kapal ALRI.

"Karena isyaratnya tak diindahkan, kapal Belanda itu akhirnya melancarkan serangan. Untuk menghindarinya, Letnan Samadikun memerintahkan kapal patroli mengundurkan diri ke arah barat. Kapal Gajah Mada memutar haluan untuk menghadapi kapal musuh dan melancarkan tembakan balas dengan senapan mesin berat," tutur Nurdin.

Ia mengatakan terjadi saling adu tembak antara kapal tempur pimpinan Samadikun itu dengan kapal milik Belanda. Namun nahas, sebuah peluru meriam musuh jatuh mengenai mesin kapal Gajah Mada.

"Kapal Gajah Mada terbakar dan tenggelam. Sang komandan kapal, Letnan I Samadikun, gugur," ucapnya (Sudirman Wamad, detikNews, Jumat, 10 November 2017). Karena kepahlawanannya itu ia dinaikkan pangkatnya satu tingkat menjadi Kapten. Untuk mengenang jasanya, nama Samadikun dijadikan jalan di Kota Cirebon.

Pertempuran di Palembang.

Pada saat yang bersamaan, tanggal 1 Januari 1947, Palembang dibom oleh Belanda dari darat, laut dan udara yang membawa banyak korban di kalangan penduduk.  TRI melakukan perlawanan terhadap Belanda. Akibatnya pada 1-5 Januari 1947 terjadi pertempuran lima hari lima malam yang  dipimpin oleh Kolonel (TRI) Bambang Utojo.

Pada tanggal 15 Februari, Presiden Sukarno sebagai Panglima tertinggi Angkatan perang Republik Indonesia memerintahkan penghentian tembak menembak, sesuai keputusan Panitia Gencatan Senjata. Perintah itu mulai berlaku pukul 24.00. Sebelumnya, pada tanggal 2 Januari 12947, dalam pidato tahun baru Presiden Sukarno berkata “Tiada perdamaian yang bisa kekal dan abadi zonder demokrasi” (Supeni, 2001 : 257).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan