Pertempuran Laut Sibolga

 

Pertempuran Laut Sibolga terjadi di Sibolga pada 12 Mei 1947, dipimpin oleh Letnan II Laut (TRI) Oswald Siahaan. Dalam pertempuran Laut Teluk Sibolga ini, diceritakan aksi heroik Letnan I Oswald Siahaan yang gugur demi mengusir penjajah dari laut Sibolga.

Terjadinya Pertempuran Laut Teluk Sibolga.


Setelah insiden pelanggaran wilayah kedaulatan RI di perairan Teluk Sibolga oleh kapal perang AL Kerajaan Belanda, TNI AL yang kala itu bernama Angkatan Laut Republik Indonedisa (ALRI) menyusun kekuatan mengusir kapal-kapal asing itu.

Tidak terima wilayah laut Indonesia telah dimasuki Belanda, Dr. Ferdinan Lumbantobing selaku Kepala Keresidenan Tapanuli waktu itu  menempatkan penembak mahir Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) untuk segera menempati posnya di Bukit Ketapang, yang hanya berjarak 1,5 mil dari posisi kapal MTS Sembilan, sedangkan perwira ALRI dan tim negosiator yang ditugaskan untuk berunding dengan pihak Belanda segera meluncur menggunakan motor-boat ke MTS Sembilan.

Delegasi Indonesia yang diutus Ferdinan menemui kapal Belanda adalah Kapten Jetro Hutagalung, Letnan Sabar Hutagalung, Letnan Banggas Lumban Tobing, Letnan Muda Sapiun Tanjung dan Letnan I Oswald Siahaan selaku Dan Kie II ALRI Pangkalan A merangkap pimpinan motor-boat. Sedangkan sebagai awak kapal adalah Kopral ALRI Galung Silitonga dan Kopral ALRI Lambok Simatupang.

Naluri militer Letnan I Oswald Siahaan seketika bergetar, karena tindakan Belanda yang melanggar hasil negosiasi dan telah mengancam keamanan delegasi Indonesia. 

Seketika itu, ia memerintahkan seluruh delegasi agar segera turun ke motor-boat dan secepatnya kembali ke pelabuhan. 

Dalam perjalanan, ternyata kedua motor-boat Belanda mengejar motor-boat ALRI dan berusaha menjepitnya. Motor-boat ALRI berhasil keluar dari jepitan musuh, namun tiba-tiba, komandan motor-boat Belanda mengeluarkan perintah untuk menembak yang langsung diikuti tembakan gencar dari mitraliur 20 mm dan Oerlikon ke arah motor-boat ALRI. 

Melihat hal tersebut, satuan penembak mahir ALRI pimpinan Letnan Muda Ari Poloan dibantu Seksi II Kompi II yang berkedudukan di Bukit Ketapang, kontan melepaskan tembakan perlindungan dengan gencar ke kapal-kapal Belanda. Pasukan Polisi Tentara Laut yang berkedudukan di pelabuhan juga turut membantu. 

Setelah kontak senjata selama setengah jam, akhirnya kedua kapal Belanda bergerak kembali ke Banckert.

Akibat peristiwa tersebut, Letnan I Oswlad Siahaan gugur. Untuk mengenang perjuangan Letnan I Oswald Siahaan, Indonesia telah menganugerahi nama kapal perang Indonesia dengan nama Oswlad Siahaan, dan juga dibangun tugu monumen perjuangannya di Kecamatan Tapian Nauli, dan juga sebagai nama jalan. Makam Letnah I Oswald Sihaan sudah dipindahkan ke Makan Pahlawan yang ada di Sibolga.

Fragmen

                                                        

Untuk mengenang Peristiwa Laut Sibolga, 12 Mei 1947 tersebut,  pasukan dari TNI AL Sibolga bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga, Kodim 0211/TT dan SMK Sibolga, bersama dengan masyarakat,  pada tanggal 17 Agustus 2017 sukses menampilkan perjuangan bahari pertempuran Laut Teluk Sibolga tahun 1945-1949.

 

Fragmen yang dikemas cukup unik ini mampu memancing emosi penonton atas kekejaman Pemerintahan Sipil Hindia-Belanda (NICA/ Netherlands Indie Civil Administration) kala itu di Sibolga.

 

Dengan property yang menarik TNI AL Sibolga mampu mengemas pertempuran yang terjadi di laut Sibolga kala itu tertuang seperti nyata. Kapal-kapal Beladan dan sekutunya didesain menarik di atas kendaraan roda tiga dan roda empat ditambah lagi efek musik yang menggetarkan.

 

Dalam pertempuran Laut Teluk Sibolga ini, juga diceritakan aksi heroik Letnan I Oswald Siahaan yang gugur demi mengusir penjajah dari laut Sibolga.

 

Fragmen singkat ini mendapat sambutan baik dan tepuk tangan dari ribuan masyarakat yang memadati lapanga Simaremare siang itu.

 (Jason dan Juraidi, Antarasumut 17 Agustus 2017,  dalam Antara 2022).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan