Penghentian Tembak Menembak
Sidang antara
delegasi Republik, Belanda dan BFO (Bijeenkomst
voor Federaal Overleg ) yang diselenggarakan pada tanggal 1 Agustus 1949 di
bawah penilikian UNCI (United Natios
Commision for Indonesia) mendapat kata sepakat mengenai penghentian
permusuhan.
Pada tanggal 3 Agustus 1949 pukul 20.00 Presiden Sukarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia melalui RRI memerintahkan penghentian tembak menembak di seluruh Indonesia. Pada waktu yang sama wakil Belanda di Indonesia, Lovink mengadakan pidato yang serupa ditujukan terutama pada Tentara Belanda. Lovink berangkat dari Belanda pada tanggal 30 Mei dan tiba di Jakarta tanggal 3 Juni 1949 ( Supeni, 2001 : 299-302).
Sementara menurut Ricklefs, gencatan senjata diumumkan tanggal 1 Agustus 1949 dan mulai berlaku di Pulau Jawa pada tanggal 11 Agustus 1949 dan di Pulau Sumatra pada tanggal 15 Agustus 1949.
Sebelum gencatan senjata dilakukan, pasukan pasukan Republik berhasil merebut kembali sebagian besar Surakarta dan mempertahankannya selama dua hari. Bentrokan-bentrokan berikutnya yang berdiri sendiri berlanjut sampai bulan Oktober. Akan tetapi sedikit demi sedikit, penyerahan kekuasaan militer dari Belanda dan pasukan-pasukan liar kepada satuan-satuan reguler Republik dan pembentukan kekuasaan militer yang terintegrasi bagi RIS (Republik Indonesia Serikat) diurus oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX selaku Kordinator Keamanan.
Meskipun demikian ada beberapa wilayah yang bergolak seperti Sulawesi Selatan, Sumatra Timur, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat, di mana proses ini menghadapi perlawanan dari pasukan-pasukan setempat (2005 : 466).
Komentar
Posting Komentar