Persiapan-Persiapan Menjelang KMB (Konferensi Meja Bundar)

 

Sebelum terlaksananya KMB, ada p ersiapan yang cukup panjang di Indonesia  seperti adanya  pertemuan dalam Konferensi Inter Indonesia (Konferensi Antar Indonesia 1 dan 2. Selain itu juga ada pertemuan dan kegiatan kegiatan lainnya.

Konferensi Antar Indonesia

(1)    Konferensi Antar Indonesia Pertama

KAI Pertama, ada juga yang menyebutnya Konferensi Inter Indonesia, dilakukan antara pemimpin-pemimpin republik yang dipimpin Drs. Moh. Hatta dan pemimpin-pemimpin BFO di antaranya Sultan Abdul Hamid II dan Anak Agung Gde Agung.  Perundingan dilakukan di Yogyakarta pada tanggal 23 Juli 1949. Hasilnya : (1) konferensi menyetujui bahwa Negara Indonesia Serikat nanti akan dinamakan Republik Indonesia Serikat; (2) konferensi sepakat bahwa bendera kebangsaan adalah Sang Merah Putih; (3) konferensi sepakat bahwa  lagu kebangsaan ialah lagu Indonesia Raya; (4) konferensi sepakat bahwa bahasa nasional ialah bahasa Indonesia; (5) konferensi menetapkan bahwa hari nasional adalah tanggal 18 Agustus.

(2)    Konferensi Antar Indonesia Kedua

KAI Kedua dilangsungkan di Jakarta dari tanggal 30 Juli sampai tanggal 2 Agustus 1949. Konferensi menyetujui mengenai  beberapa hal. (1) prosedur pengakuan kedaulatan ,  (a) yaitu bahwa Badan Konstituante harus segera dibentuk dengan cara pemilihan bebas dan rahasia menurut peraturan yang akan ditetapkan secepat-cepatnya .  Presiden dipilih oleh wakil-wakil Republik dan wakil-wakil BFO. Setelah presiden dan menteri-menteri diangkat RIS, negara dianggap telah meneriman kedaulatan dari Kerajaan Belanda; (b) Dewan Perwakilan Daerah sesudah penyerahan kedaulatan akan dikuasai langsung oleh pemerintah federal sementara masuk dalam perwakilan daerah BFO dan akan diurus oleh BFO; (c) Senat terdiri dari wakil-wakil dari daerah bagian. Tiap daerah bagian mengirimkan dua wakil tapi hanya memiliki satu hak suara. Senat tidak hanya merupakan badan penasihat tetapi juga mempunyai kuasa legislatif; (2) Sepakat membentuk Panitia Persiapan Nasional yang bertugas untuk mengkordinasikan persiapan dan penyelenggaraan KMB maupun pasca KMB. Panitia terdiri atas wakil wakil Republik  dan BFO; (3) Setuju bahwa pemerintah federal tidak hanya menerima penyerahan kedaulatan dari pihak Kerajaan Belanda saja, tetapi pada waktu itu juga menerima penyerahan kedaulatan dari pihak Republik Indonesia.



Pertemuan-pertemuan dan kegiatan lainnya :

(1)    pertemuan pertama antara wakil Presiden Republik dan Pemerintah Darurat RI di Kota Raja pada tanggal 5 Juni 1949;

(2)    pembentukan komisi timbang terima dari tangan Belanda di Yogyakarta pada tanggal 10 Juni 1949;

(3)    kunjungan delegasi BFO yang terdiri dari atas wakil-wakil negara dan dan perdana menteri ke Bangka menemuni presiden, wakil presiden, dan pembesar-pembesar republik yang  masih menjadi tawanan Belanda pada tanggal 17 Juni 1949;

(4)    kedatangan 15 wartawan AS atas undangan Belanda, serta kunjungannya ke tempat tawanan pembesar-pembesar Republik Indonesia di Bangka pada tanggal 21 Juni 1949;

(5)    pengumuman dari United Nation Commision for Indonesia (UNCI) bahwa delegasi –delegasi Republik, Belanda dan BFO telah mencapai persetujuan pendapat mengenai segera akan diadakannya KMB pada tanggal 22 Juni 1949;

(6)    penarikan tentara Belanda dari Wonosari dengan disaksikan oleh Sri Sultah Hamengkubuwana IX, para komandan Belanda, peninjau militer UNCI, dan wartawan-wartawan dalam dan luar negeri pada tanggal 25 Juni 1949;

(7)    penarikan tentara tahan dua yang dilaksanakan tanggal 29 Juni 1949. Penarikan ini berjalan dengan tertib tanpa kekacauan sedikit pun sebagaimana diumumkan oleh pers Belanda;

(8)    kedatangan presiden, wakil presiden dan pembesar pembesar Republik di Yogyakarta dari tempat pengasingannya di Bangka yang disambut meriah oleh rakyat, para pembesar, dan anggota UNCI pada tanggal 6 Juli 1949;

(9)    kedatangan Jendral Sudirman yang memimpin perang gerilya dari medan pertempuran dalam keadaan jasmani sakita keras;

(10)kecelakaan yang menimpa wartawan AS pada pesawat  KLM yang jatuh di Bombay hingga menewaskan 13 dari 15 orang wartawan peninjau Indonesia pada tanggal 21 Juli 1949;

(11)penyerahan mandat Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) kepada Wakil Presiden RI pada tanggal 13 Juli 1949;

(12)pernyataan diterimanya Persetujuan Roem-van Royen oleh Kabinet Republik Indonesia pada tanggal  14 Juli 1949 yang kemudian dibicarakan dan diterima oleh Badan Pekerja KNIP pada tanggal 25 Juli 1949;

(13)sidang formal antara delegasi Republik yang diwakili Moh. Roem dan wakil Belanda Van Royen pada tanggal 1 Agustus 1949 mengenai penghentian tembak menembak. Sidang disaksikan oleh Merle Cochran, ketua UNCI. Sidang menghasilkan naskah penyelesaian masalah penghentian tembak menembak dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan peraturan tersebut Panglima Tertinggi Angkatan Perang pada tanggal 3 Agustus 1949 pukul 20.00 melalui radio memerintahkan penghentian tembak menembak di seluruh wilayah Indonesia. Demikian juga, Wakil Tertinggi Mahkota Belanda pada waktu yang bersamaan mengadakan pidato melalui radio di Jakarta yang ditujukan kepada tentara Belanda. Panglima Besar Jendral Sudirman juga memberikan perintah hariannya bahwa cease fire mulai berlaku untuk Pulau Jawa pada tanggal 11 Agustus 1949 dan untuk Pulau Sumatra pada tanggal 15 Agustus 1949. Untuk penyelenggaraannya dibentuk Panitia Bersama Pusat (Central Joint Committee) dari kedua pimpinan tentara yang dibantu oleh petugas-petugas UNCI. Melalui banyak pembicaraan, penetapan, penerangan dan peninjauan setempat, dan berkat ketaatan para pejuang kemerdekaan akhirnya dapat dicapai suasana aman dan tertib yang sangat diperlukan untuk menunjang berlangsungnya penyelenggaraan KMB(ENI Vol. 9, 2004 : 94-96).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan