Petisi 50 & Maklumat X
K
KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden berubah menjadi badan yang bersama-sama Presiden melaksanakan tugas legislatif dan MPR, serta menerapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Perubahan fungsi ini adalah atas inisistif 90 orang anggota KNIP yang tidak menyetujui fungsi KNIP yang lama. Lewat Petisi 50 mereka mendesak Presiden menggunakan kekuasaan istimewanya untuk membentuk MPR. Sebelum MPR dibentuk, Presiden diminta supaya menganggap anggota KNIP yang ada sebagai anggota MPR.
Sidang pleno pertama dan kedua diadakan di Jakarta. Sidang pleno pertama, 16-17 Oktober 1945, menghasilkan keputusan untuk mengirim surat kepada Presiden, yang kemudian dijawab oleh Wakil Presiden dengan Maklumat X.
Atas desakan Petisi 50 itu, keluarlah Maklumat Wakil Presiden No. X yang berisi :
Maklumat X
“Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari, berhubung dengan gentingnya keadaan, dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka yang bertanggungjawab kepada Komite Nasional Pusat.”
Pekerjaan sehari-hari KNIP dipegang oleh Badan Pekerja KNIP. BP KNIP yang dibentuk tanggal 17 Oktober 1945 diketuai oleh Sutan Sjahrir dan Mr. Amir Sjarifuddin sebagai wakilnya. Anggota berjumlah 25 orang, 17 orang dipilih langsung oleh sidang pleno KNIP, delapan orang merupakan perwakilan daerah. Setelah sidang pleno KNIP di Malang, jumlah anggotanya bertambah menjadi 42 orang.
------------------------------
Lampiran Maklumat X dan Penjelasannya.
Maklumat Wakil Presiden No X
________________________________________
dalam: Berita RI 1945 Thn. I No. 2 KOMITE NASIONAL PUSAT. Pemberian kekuasaan legislatief kepada Komite Nasional Pusat.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SESUDAH MENDENGAR pembitjaraan oleh Komite Nasional Pusat tentang usul supaja sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat dibentuk kekuasaannja jang hingga sekarang didjalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional menurut pasal IV Aturan Peralihan dari Undang-Undang Dasar hendaknja dikerdjakan oleh Komite Nasional Pusat dan supaja pekerdjaan Komite Nasional Pusat itu sehari-harinja berhubung dengan gentingnja keadaan didjalankan oleh sebuah Badan bernama Dewan Pekerdja jang bertanggung djawab kepada Komite Nasional Pusat;
MENIMBANG bahwa di dalam keadaan jang genting ini perlu ada Badan jang ikut bertanggung djawab tentang nasib bangsa Indonesia, disebelah Pemerintah;
MENIMBANG selandjutnja bahwa usul tadi berdasarkan paham kedaulatan rakjat;
M e m u t u s k a n:
Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar dari pada haluan Negara, serta menjetudjui bahwa pekerdjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnja keadaan didjalankan oleh sebuah Badan Pekerdja jang dipilih diantara mereka dan jang bertanggung djawab kepada Komite Nasional Pusat.
Djakarta, 16 Oktober 1945.
WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD HATTA.
________________________________________
Pendjelasan
Maklumat Wakil Presiden No X
________________________________________
dalam: Berita RI 1945 Thn. I No. 1
Karena terbukti ada salah faham tentang kedudukan, kewadjiban dan kekuasaan Badan Pekerdja Komite Nasional, jang dibentuk oleh Rakjat pada tanggal 16/17 Oktober 1945 berhubung dengan Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia No. X, maka dengan ini diberitahukan kepada umum seperti berikut:
Dalam Maklumat Wakil Presiden tersebut ditetapkan bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar dari pada haluan Negara dan mengingat gentingnja keadaan, pekerdjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari akan dikerdjakan oleh sebuah Badan Pekerdja.
Menurut putusan ini maka Badan Pekerdja berkewadjiban dan berhak:
a.Turut menetapkan garis-garis besar haluan Negara.
Ini berarti, bahwa Badan Pekerdja, bersama-sama dengan Presiden, menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Badan Pekerdja tidak berhak tjampur dalam kebidjaksanaan (dagelijks beleid) Pemerintah sehari-hari. Ini tetap di tangan Presiden semata-mata.
b.Menetapkan bersama-sama dengan Presiden Undang-Undang jang boleh mengenai segala matjam urusan Pemerintahan. Jang mendjalankan Undang2 ini ialah Pemerintah, artinja: Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri dan Pegawai-Pegawai jang dibawahnja.
Berhubung dengan perubahan dalam kedudukan dan kewadjiban Komite Nasional Pusat, mulai tanggal 17 Oktober 1945 Komite Nasional Pusat (dan atas namanja Badan Pekerdja) tidak berhak lagi mengurus hal-hal jang berkenaan dengan tindakan Pemerintahan (uitvoering).
Kedudukan Komite Nasional Daerah akan lekas diurus oleh Pemerintah (Presiden).
Kewadjiban dan kekuasaan Badan Pekerdja jang diterangkan diatas (a dan b) berlaku selama Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat belum terbentuk dengan tjara jang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
Djakarta, 20 Oktober 1945.
BADAN PEKERDJA KOMITE NASIONAL
KETUA,
SJAHRIR.
PENULIS,
SOEWANDI.
1) Berita Republik Indonesia Tahun I No. 2 halaman 10 kolom 3. Nomer ini jang sebetulnja ada riwajatnja adalah No. X, bukannja No. 10, seperti seringkali dimuat dalam surat-surat resmi. Didalam usulnja Rapat Komite Nasional pada tg. 16 /10-45 ada ketentuan, bahwa nama badan itu adalah "Dewan Pekerdja" (Working Committee), sedang Mr. Amir Sjarifudin dan Sutan Sjahrir diserahi memilih anggauta2 dan membentuk Dewan Pekerdja tersebut.
2) Berita Republik Indonesia Tahun I No. 1 halaman 3 kolom 4.
KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden berubah menjadi badan yang bersama-sama Presiden melaksanakan tugas legislatif dan MPR, serta menerapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Perubahan fungsi ini adalah atas inisistif 90 orang anggota KNIP yang tidak menyetujui fungsi KNIP yang lama. Lewat Petisi 50 mereka mendesak Presiden menggunakan kekuasaan istimewanya untuk membentuk MPR. Sebelum MPR dibentuk, Presiden diminta supaya menganggap anggota KNIP yang ada sebagai anggota MPR.
Sidang pleno pertama dan kedua diadakan di Jakarta. Sidang pleno pertama, 16-17 Oktober 1945, menghasilkan keputusan untuk mengirim surat kepada Presiden, yang kemudian dijawab oleh Wakil Presiden dengan Maklumat X.
Atas desakan Petisi 50 itu, keluarlah Maklumat Wakil Presiden No. X yang berisi :
Maklumat X
“Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari, berhubung dengan gentingnya keadaan, dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka yang bertanggungjawab kepada Komite Nasional Pusat.”
Pekerjaan sehari-hari KNIP dipegang oleh Badan Pekerja KNIP. BP KNIP yang dibentuk tanggal 17 Oktober 1945 diketuai oleh Sutan Sjahrir dan Mr. Amir Sjarifuddin sebagai wakilnya. Anggota berjumlah 25 orang, 17 orang dipilih langsung oleh sidang pleno KNIP, delapan orang merupakan perwakilan daerah. Setelah sidang pleno KNIP di Malang, jumlah anggotanya bertambah menjadi 42 orang.
------------------------------
Lampiran Maklumat X dan Penjelasannya.
Maklumat Wakil Presiden No X
________________________________________
dalam: Berita RI 1945 Thn. I No. 2 KOMITE NASIONAL PUSAT. Pemberian kekuasaan legislatief kepada Komite Nasional Pusat.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SESUDAH MENDENGAR pembitjaraan oleh Komite Nasional Pusat tentang usul supaja sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat dibentuk kekuasaannja jang hingga sekarang didjalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional menurut pasal IV Aturan Peralihan dari Undang-Undang Dasar hendaknja dikerdjakan oleh Komite Nasional Pusat dan supaja pekerdjaan Komite Nasional Pusat itu sehari-harinja berhubung dengan gentingnja keadaan didjalankan oleh sebuah Badan bernama Dewan Pekerdja jang bertanggung djawab kepada Komite Nasional Pusat;
MENIMBANG bahwa di dalam keadaan jang genting ini perlu ada Badan jang ikut bertanggung djawab tentang nasib bangsa Indonesia, disebelah Pemerintah;
MENIMBANG selandjutnja bahwa usul tadi berdasarkan paham kedaulatan rakjat;
M e m u t u s k a n:
Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar dari pada haluan Negara, serta menjetudjui bahwa pekerdjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnja keadaan didjalankan oleh sebuah Badan Pekerdja jang dipilih diantara mereka dan jang bertanggung djawab kepada Komite Nasional Pusat.
Djakarta, 16 Oktober 1945.
WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD HATTA.
________________________________________
Pendjelasan
Maklumat Wakil Presiden No X
________________________________________
dalam: Berita RI 1945 Thn. I No. 1
Karena terbukti ada salah faham tentang kedudukan, kewadjiban dan kekuasaan Badan Pekerdja Komite Nasional, jang dibentuk oleh Rakjat pada tanggal 16/17 Oktober 1945 berhubung dengan Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia No. X, maka dengan ini diberitahukan kepada umum seperti berikut:
Dalam Maklumat Wakil Presiden tersebut ditetapkan bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar dari pada haluan Negara dan mengingat gentingnja keadaan, pekerdjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari akan dikerdjakan oleh sebuah Badan Pekerdja.
Menurut putusan ini maka Badan Pekerdja berkewadjiban dan berhak:
a.Turut menetapkan garis-garis besar haluan Negara.
Ini berarti, bahwa Badan Pekerdja, bersama-sama dengan Presiden, menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Badan Pekerdja tidak berhak tjampur dalam kebidjaksanaan (dagelijks beleid) Pemerintah sehari-hari. Ini tetap di tangan Presiden semata-mata.
b.Menetapkan bersama-sama dengan Presiden Undang-Undang jang boleh mengenai segala matjam urusan Pemerintahan. Jang mendjalankan Undang2 ini ialah Pemerintah, artinja: Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri dan Pegawai-Pegawai jang dibawahnja.
Berhubung dengan perubahan dalam kedudukan dan kewadjiban Komite Nasional Pusat, mulai tanggal 17 Oktober 1945 Komite Nasional Pusat (dan atas namanja Badan Pekerdja) tidak berhak lagi mengurus hal-hal jang berkenaan dengan tindakan Pemerintahan (uitvoering).
Kedudukan Komite Nasional Daerah akan lekas diurus oleh Pemerintah (Presiden).
Kewadjiban dan kekuasaan Badan Pekerdja jang diterangkan diatas (a dan b) berlaku selama Madjelis Permusjawaratan Rakjat dan Dewan Perwakilan Rakjat belum terbentuk dengan tjara jang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
Djakarta, 20 Oktober 1945.
BADAN PEKERDJA KOMITE NASIONAL
KETUA,
SJAHRIR.
PENULIS,
SOEWANDI.
1) Berita Republik Indonesia Tahun I No. 2 halaman 10 kolom 3. Nomer ini jang sebetulnja ada riwajatnja adalah No. X, bukannja No. 10, seperti seringkali dimuat dalam surat-surat resmi. Didalam usulnja Rapat Komite Nasional pada tg. 16 /10-45 ada ketentuan, bahwa nama badan itu adalah "Dewan Pekerdja" (Working Committee), sedang Mr. Amir Sjarifudin dan Sutan Sjahrir diserahi memilih anggauta2 dan membentuk Dewan Pekerdja tersebut.
2) Berita Republik Indonesia Tahun I No. 1 halaman 3 kolom 4.
Komentar
Posting Komentar