Reaksi Masyarakat Yogyakarta Terhadap Maklumat Sri Sulltan dan Sri Paku Alam
Maklumat resmi berisi pernyataan penggabungan diri Kesultanan Yogyakarta ke dalam pemerintahan Indonesia, tertanggal 5 September 1945. Amanat terpisah ini kemudian diikuti oleh amanat bersama yang dikeluarkan pada tanggal 30 Oktober 1945 (kratonjogja.id).
Sejak tanggal 26 September 1945 sudah nampak reaksi masyarakat Yogyakarta terhadap dukungan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII kepada Negara Republik Indonesia tersebut. Sejak pukul 10.00, semua pegawai instansi pemertintah dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai Jepang melakukan pemogokan. Mereka memaksa orang-orang Jepang agar menyerahkan semua kantor mereka kepada bangsa Indonesia.
Pada tanggal 27 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan daerah telah berada di bawah pemerintah pusat. Di hari itu juga di Yogyakarta terbit surat kabar Kedaulatan Rakyat. Para pemuda yang tergabung dalam Badan Kemanan Rakyat (didirikan Sukarno pada 22 Agustus 1945) berusaha untuk memperoleh senjata dari Jepang.
Awalnya para pemuda melucuti senjata tentara Jepang melalui jalan perundingan, namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya, pada tanggal 7 Oktober 1945 malam, para pemuda BKR bersama dengan pemuda Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) bergabung menuju Kota Baru. Mereka menyerbu tangsai Otsuka Butai. 18 orang pemuda gugur dalam penyerbuan ini. Nama-nama pemuda yang gugur antara lain Suroto, Sabirin, Sunaryo, Atmo Sukarto, dan Ahmad Jajuli. Nama nama mereka diabadikan sebagai nama jalan di daerah Kota Baru, Yogyakarta ( Fathoni, wawasansejarah.com, 4 November 2016)
.
Menurut Yudoyono (2017), para pemuda tersebut antara lain berasal dari beberapa kampung di dalam lingkungan keraton Yogyakarta, yaitu Kampung Langenastran dan Kampung Langenarjan. Jika memungkinkan kisah heroik para pemuda ini insya Allah akan saya sampaikan pada kesempatan berikutnya.
Sejak tanggal 26 September 1945 sudah nampak reaksi masyarakat Yogyakarta terhadap dukungan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII kepada Negara Republik Indonesia tersebut. Sejak pukul 10.00, semua pegawai instansi pemertintah dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai Jepang melakukan pemogokan. Mereka memaksa orang-orang Jepang agar menyerahkan semua kantor mereka kepada bangsa Indonesia.
Pada tanggal 27 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan daerah telah berada di bawah pemerintah pusat. Di hari itu juga di Yogyakarta terbit surat kabar Kedaulatan Rakyat. Para pemuda yang tergabung dalam Badan Kemanan Rakyat (didirikan Sukarno pada 22 Agustus 1945) berusaha untuk memperoleh senjata dari Jepang.
Awalnya para pemuda melucuti senjata tentara Jepang melalui jalan perundingan, namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya, pada tanggal 7 Oktober 1945 malam, para pemuda BKR bersama dengan pemuda Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) bergabung menuju Kota Baru. Mereka menyerbu tangsai Otsuka Butai. 18 orang pemuda gugur dalam penyerbuan ini. Nama-nama pemuda yang gugur antara lain Suroto, Sabirin, Sunaryo, Atmo Sukarto, dan Ahmad Jajuli. Nama nama mereka diabadikan sebagai nama jalan di daerah Kota Baru, Yogyakarta ( Fathoni, wawasansejarah.com, 4 November 2016)
.
Menurut Yudoyono (2017), para pemuda tersebut antara lain berasal dari beberapa kampung di dalam lingkungan keraton Yogyakarta, yaitu Kampung Langenastran dan Kampung Langenarjan. Jika memungkinkan kisah heroik para pemuda ini insya Allah akan saya sampaikan pada kesempatan berikutnya.
Komentar
Posting Komentar