Sukarno (2)


Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang di Gedung Kesenian Jakarta. Sidang memilih Sukarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai wakil presiden. Sidang juga mengesahkan UUD dan menetapkan bahwa presiden dibantu oleh Komite Nasional.

Sukarno membentuk kabinet dan membentuk Badan Keamanan Rakyat. Sutan Sjahrir memainkan perannya dalam KNIP dan "membentuk" kabinet parlementer.

Pada bulan September, NICA datang membonceng Sekutu yang melucuti tentara Jepang. Pada 4 Januari 1947 ibukota pindah ke Jogjakarta.

Sjahrir bermanuver dan menjadi Perdana Menteri. Tentangan datang dari Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka. Pada tanggal 27 Juni 1946, Sjahrir dan sejumlah menteri diculik PP. Dengan wibawanya Sukarno bisa membebaskan Sjahrir. Pada tanggal 3 Juli 1946 PP memaksa Sukarno menandatangani perombakan pemerintahan namun gagal.

Setelah Sjahrir, Amir Sjarifuddin menjadi PM. Belanda melancarkan Agresi Militer I pada 21 Julo 1947. Pada tanggal 17 Januari 1948 ada perundingan Renville yang menimbulkan pertentangan. Kabinet Amir jatuh karena PNI dan Masyumi mundur. Hatta diberi mandat oleh Sukarno untuk membentuk kabinet presidensial. Kabinet Hatta didukung PNI dan Masyumi tapi ditentang PKI.

Pada tahun 1948, PKI di bawah Muso melakukan pemberontakan. Sukarno melalui radio meminta rakyat mendukung Sukarno-Hatta dan menentang Muso-PKI. Pada 30 September 1948 kota Madiun bisa direbut kembali dari pemberontak.

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi II. Sukarno-Hatta memilih tidak bergerilya karena tidak pasukan yang kuat untuk mengawal mereka keluar Yogyakarta. Alasan lain karena ingin terus bsrhubungan dengan KTN (Komisi Tiga Negara) agar bisa berunding dengan Belanda. Akibatnya Sukarno-Hatta ditawan. Sukarno Sjahrir dan Agus Salim ditawan di Parapat dan Berastagi, Sumatra Utara. Hatta ditawan di Bangka. Kemudian Sukarno dipindahkan ke Bangka. Saat terjadi agresi, Sukarno memberi mandat pada Sjafruddin Prawiranegara di Sumatra untuk membentuk PDRI (   ). PDRI berfungsi sampai perjanjian Roem-Royen yang membebaskan Sukarno-Hatta dan memulihkan Yogyakarta sebagai ibukota. Pada 13 Juli 1949, Sjafruddin mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Demokrasi Liberal.
Setelah itu, ada KMB antara Indonesia dan Belanda di Den Haag yang menetapkan pembentukan RIS. RIS kemudian diubah menjadi NKRI pada tahun 1950. Sukarno tetap presiden. UUD yang digunakan adalah UUDS tahun 1950. Kekuasaan eksekutif berada di tangan PM. Presiden sebagai lambang. Inilah praktik demokrasi liberal yang tidak disukai Sukarno. Partai yang ada saat itu diantaranya : PNI, PKI, PSI, Partai Murba dan PSII. Kurun waktu ini ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet, dimulai dengan Kabinet Natsir sd. Kabinet Djuanda. Pada kurun waktu ini memburuk pula hubungan parlemen dan militer. Semasa Kabinet Wilopo terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952 yang pada pokoknya tuntutan pihak militer mengenai otonomi AD dari campur tangan parlemen. KASAD, Kolonel A.H. Nasution, mendesak Presiden Sukarno untuk membekukan parlemen dan untuk sementara memegang  pimpinan nasional bersama Mohammad Hatta. Rakyat pun berdemonstrasi menuntut pembubaran parlemen. Sukarno menolak desakan itu dan menyatakan akan menyelidiki dahulu keinginan rakyat di luar Jakarta serta mempercepat Pemilu.

Sementara itu pemerintah dihadapkan dengan berbagai pemberontakan seperti DI/TII, RMS dan gerakan provinsialisme/separatisme.

Untuk mengatasi masalah ketidakatabilan politik itu, Presiden Sukarno mengeluarkan Konsepsi Presiden :
1. Oleh karena demokrasi parlementer ala Barat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, sistem itu harus diganti dengan sistem demokrasi terpimpin;
2. Untuk melaksanakan demokrasi terpimpin perlu dibentuk suatu kabinet gotong royong dengan anggota terdiri atas semua partai dan organisasi berdasarkan kekuatan di dalam masyarakat;
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari atas golongan fungsional dalam masyarakat. Dewan Nasional ini bertugas memberikan nasihat kepada kabinet, baik diminta ataupun tidak.

Sementara itu, Dewan Konstituante, yang merupakan produk demokrasi liberal, lebih banyak menjadi ajang perdebatan yang berlarut-larut dan tidak berhasil memenuhi tugasnya menyusun undang-undang dasar. Kegagalan ini mendorong Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dengan dekrit ini, Konstituante dibubarkan dan Indonesia kembali ke UUD 1945 dalam kerangka demokrasi terpimpin.

Demokrasi Terpimpin.
MPRS (MPR Sementara) dikendalikan Presiden. Karena itu ada yang mengkritik. Apalagi Masyumi dan PSI dibubarkan. Meski demikian ada hal hal positif. PRRI dan Permesta di Sumatra dan Sulawesi Utara dapat ditumpas. Pasukan DI/TII di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan dapat dihancurkan.

Untuk membebaskan Irian Barat dari Belanda, Bung Karno mengucapkan komando Trikora di alun-alun Yogyakarta. Usaha untuk membeli senjata dari Barat tidak berhasil, karena Indonesia membeli dari Uni Soviet. Akhirnya Irian Barat kembali ke pangkuan RI.

Keluar dari PBB.
Pada tahun 1960 Presiden Sukarno menyampaikan pidato To Build The World Anew" menghendaki tatatanan dunia baru. Sukarno juga mengecam PBB sebagai alat imperialis. Kebencian terhadap kolonialis dan imperialis makin bertambah ketika Inggris memprakarsai terbentuknya Federasi Makaysia yang dianggapnya sebagai usaha imperialis mengepung Indonesia. Sewaktu PBB menerima Malaysia sebagai anggota, bahkan anggota Dewan Keamanan, Sukarno memerintahkan Indonesia keluar dari PBB dan memprakarsai pembentukan Conefo. Upaya ini didukung RRC, Mesir dan Yugoslavia. Sukarno kemudian menyelenggarakan  Ganefo pada tahun 1963. Gagasan membuat tandingan PBB dan Olimpyade ini gagal karena meletusnya Gestok tahun 1965.

Percobaan pembunuhan.
Tanggal 30 November 1957, ketika mengunjungi sebuah bazar di Gedung Perguruan Cikini, empat buah granat tangan dilemparkan ke arahnya. Ia selamat. Pada tanggal 9 Maret 1960, sebuah peluru roket ditenbakkan kepadanya oleh Maukar dari sebuah MiG-17 AURI ke beranda dalam Istana Merdeka, beberapa meter dari tempat ia duduk. Ia selamat. Tahun 1962, ketika sedang melaksanakan salat Idul Adha di halaman belakang Istana Merdeka, seseorang yang berada beberapa baris di belakangnya menembakkan enam peluru pistol dari jarak empat meter. Saat itu ia sedang dalam posisi rukuk. Ia selamat.

Keluarga.

Pada tahun 1921 Sukarno menikah dengan Oetari, putri sulung H. Oemar Said Tjokroaminoto. Saat itu usia Oetari 16 tahun dan Sukarno baru memulai kuliahnya di THS. Mereka menikah selama setahun.

Setelah mengembalikan Oetari secara baik baik pada orangtuanya, pada tahun 1923 ia menikahi Inggit Garnasih, janda H. Sanusi. Usia Inggit lebih tua 11 tahun dari Sukarno. Inggit adalah pendorong perjuangannya. Dengan Inggit ia tidak memiliki keturunan. Ia memiliki dua anak angkat, salah satunya adalah Ratna Juami, masih kemenakan Inggit. Sukarno dan Inggit kemydian bercerai.

Pada tahun 1943, Sukarno menikah dengan Fatmawati, putri Hasan Din, pemuka Muhammadiyah di Bengkulu. Dari Fatmawati ia memperoleh lima anak : Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh.

Kemudian Sukarno menikah dengan Hartini, seorang janda dari Jawa Tengah. Mereka memiliki dua anak : Taufan dan Bayu.

Sukarno juga mengawini Naoko Nemoto (Ratna Sari Dewi) dan memiliki seorang anak perempuan bernama Kartika. Ia juga menikah dengan Haryati ( dan mereka bercerai tahun 1966. Sukarno juga menikah dengan Yurike Sanger dan Kartini Manopo.

Gestok.
Kedudukan Sukarno yang demikian kuat menyebabkan kekuatan sosial politik mencari perlindungan kepadanya. Praktik ini  dijalankan juga oleh PKI. Pada tahun 1964 PKI membuat Biro Khusus di bawah pimpinan D.N. Aidit. Sejak 6 Seotember 1965, Biro Khusus mengadakan rapat-rapat rahasia dengan beberapa oknum perwira TNI yang telah mereka bina. Sakitnya Sukarno pada 4 Agustus 1965 mendorong PKI mempercepat rencananya melakukan gerakan. Gerakan dilakukan dinihari 1 Oktober 1965 dipimpin oleh Kolonel Untung. Pasukan menculik dan membunuh Letjen A. Yani, Mayjen Haryono, Brigjen Panjaitan, Mayjen Suprapto, Mayjen S. Parman, Brigjen Soetoyo, dan Lettu Tendean. Hanya Jenderal A.H. Nasution yang lolos. Pasukan pemberontak juga menduduki RRI dan Pusat Telekomunikasi. Pemberontakan itu hanya berlangsung 12 jam dan ditumpas Kostrad dan RPKAD. Dengan dikuasainya lapangan terbang Halim Perdanakusuma sebagai pusat Gestok, secara militer gerakan ini sudah dipatahkan. Sukarno diamankan oleh para pengawalnya dari Jakarta ke Istana Bogor.

Sukarno dianggap tidak tegas mengutuk Gestok. Timbul aksi demonstrasi dari mahasiswa dan pelajar dengan tiga tuntutan (Tritura) : pembubaran PKI, perombakan kabinet dan penurunan harga-harga. Protes yang semula tertuju pada pembubaran PKI bergeser ke pelengseran Sukarno.

Mayjen Basuki Rakhmat, Brigjen M. Yusuf dan Mayjen Amir Machmud datang menghadap presiden membawa pesan kesanggupan Mayjen Sukarto untuk menguasai keadaan. Sukarno memberi SP 11 Maret 1966 untuk Suharto yang dijadikan dasar oleh Suharto membubarkan PKI.

Nawaksara.
Presiden Sukarno menyampaikan pidato pertanggungjawaban di depan sidang MPRS berjudul Nawaksara tapi kekacauan makin bertambah. Dalam Sidang Istimewa MPRS awal Maret 1967 diambil keputusan mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan Presiden Sukarno dan mengangkat Mayjen Suharto sebagai Pejabat Presiden. Setahun kemudian Pejabat Presiden dikukuhkan sebagai Presiden.

Sukarno wafat.
Kesehatan Sukarno yang dikenai tahanan rumah makin memburuk. Pada tanggal 16 Juni 1970 beliau mengalami masa kritis dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1970. Keesokan harinya jenazahnya dimakamkan dengan upacara kenegaraan di sebelah makam ibunya di Blitar. Pemerintah menyatakan hari berkabung nasional selama tujuh hari untuk menghormatinya.

Meski memiliki kekuasaan besar, Sukarno tidak pernah memikirkan kekayaan. Ia hidup sederhana. Bahkan beberapa kemeja kaus dalam dan piyamanya adalah pemberian teman temannya. Ia mungkin termasuk salah seorang  presiden di dunia yang tidak pernah memiliki rumah pribadi sampai akhir hayatnya.

(Sumber : Purwoko & Harsrinuksmo, ENI Vol. 15, 2004 : 319; Adams, Autobiografi Sukarno, ---).

Nb. Tulisan ini saya unggah kembali dengan tambahan info setelah proklamasi untuk memperingati hari lahir ke-119 Bung Karno.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan