Sistem Kabinet Parlementer

 

Pada tanggal 16 Oktober 1945, Sjahrir dan Amir Sjarifuddin merencanakan suatu pengambilalihan kekuasaan di dalam KNIP. KNIP diberi kekuasaan legislatif yang, yang akan diselenggarakan oleh Badan Pekerja KNIP yang dipilih oleh Sjahrir dan Amir. Partai-partai politik dibentuk. Pada tanggal 11 November 1945, kabinet menjadi bertanggungjawab kepada KNIP dan bukan lagi kepada presiden. Akhirnya, pada tanggal 14 November dibentuklah suatu kabinet baru.

Pada sidang pleno kedua KNIP, 25-27 November 1945, menghasilkan mosi kepercayaan kepada Sjahrir untuk menjadi Perdana Menteri yang bertanggungjawab kepada KNIP/BP KNIP dengan 81 suara setuju, delapan menolak. Pada saat itu terjadi lah perubahan dalam sistem pemerintahan, yaitu dari sistem kabinat presidensial ke sistem kabinet parlementer. Perdana Menteri Sjahrir harus bertanggungjawab kepada parlemen, dalam hal ini KNIP. (Erman dan Sudibyo, ENI Vol. 9, 2004 :64).

Sjahrir menjadi PM (1945-1947) merangkap Menteri Luar Negeri dan Dalam Negeri. Amir menjadi Menteri Keamanan Rakyat (Menteri Pertahanan) dan Penerangan.  Dengan demikian hanya dalam waktu kurang tiga bulan , UUD 1945 dicabut dalam praktik , walaupun dalam teori masih berlaku. Sukarno, Hatta dan para pemimpin lainnya terdesak ke belakang, sementara Sjahrir, Amir dan para pengikutnya  memperoleh kekuasaan di pusat.  Pembicaraan-pembicaraan dengan van Mook segera dimulai.  Makin sulit bagi Belanda untuk menuduh bahwa Republik adalah suatu pemerintahan dari para kolaborator (Ricklefs, 2005 : 440).

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan