Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Jalannya Perang Dunia II

Kemarin sudah saya sampaikan bahwa menurut Ricklefs, pihak Jepang   menginginkan agar Perang Dunia II dinyatakan sebagai Perang Sabil, yang dengan tegas ditolak oleh kaum muslim karena orang-orang Jepang, seperti halnya Sekutu, adalah kaum kafir, sehingga peperangan atas nama mereka tidak dapat disebut Perang Sabil. Sekarang saya ingin memberikan latar belakang kedatangan Jepang ke Indonesia yang waktu masih disebut Hindia Belanda atau   dalam istilah orang Jepang disebut To Indo hingga Jepang akhirnya harus meninggalkan wilayah To Indo tersebut.   Bagian ini merupakan catatan saya mengenai gejolak PD II di Indonesia, yang saya ambil dari buku karya seorang penulis militer Alex Hook berjudul World War II Day by Day yang diterbitkan tahun 2004 di China oleh Grange Books, untuk melengkapi catatan PD II dari buku-buku yang sudah ada. Keunikan buku karya Alex Hook ini adalah, uraian singkatnya mengenai setiap aspek pertempuran pada PD II baik di benua Eropa, Amerika, A...

Jepang dan Umat Islam

Sebelumnya sudah saya sampaikan bahwa para anggota Tentara Peta (Pembela Tanah Air) yang taat beragama Islam mendapat persoalan selama latihan, karena latihan yang diadakan sering berbenturan dengan waktu sembahyang Asar dan Magrib. Masalah ini dapat dipecahkan setelah pembicaraan dengan ulama Indonesia dan ahli Islam bangsa Jepang. Tetapi yang paling menyinggung perasaan anggota Peta yang taat beragama Islam adalah kebiasaan perwira Jepang bermab uk-mabukan dan juga mendesak prajurit muslim Indonesia agar juga melakukan saikerei (membungkukkan badan dalam-dalam) ke arah istana kekaisaran di Tokyo. Sebelum itu Haji Rasul memimpin perlawanan Islam terhadap sikap saikerei (membungkukkan dalam-dalam) kepada Kaisar di Tokyo, karena dianggap bertentangan dengan kewajiban seorang muslim untuk bersembahyang menghadap ke Mekah dan tunduk hanya kepada Tuhan. Akhirnya Jepang sepakat tentang tidak perlunya membungkukkan badan kepada Kaisar pada upacara-upacara keagamaan. Pi...

Ki Ageng Suryomentaram

Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962) Jepang membiarkan riwayat pembentukan Peta dimulai dari usul Raden Gatot Mangkupradja, melalui suratnya yang ditujukan kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada bulan September 1943. Surat yang ditulisnya dengan darah dari lengannya sendiri dan beberapa kawannya itu meminta agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu pemerintah Jepang, tidak saja di belakang garis perang tetapi juga di medan perang. Pembentukan Peta didukung oleh para pemimpin Islam, seperti Hamka, K.H. Mas Mansur, K.H. Abdul Madjid, K.H. Djunaidi dan pihak bangsawan seperti Ki Ageng Suryomentaram (Purwoko, 2004 : 323-324). Berikut ini biografi singkat Ki Ageng. Ki Ageng Suryomentaram, bernama kecil Bendara Raden Mas Kudiarmaji, putra ke-55 dari 79 putra-putri Sultan Hamengkubuwono VII. Kudiarmaji lahir di Yogyakarta. Ia menyelesaikan pendidikan Sekolah Rendah di kota kelahirannya. Pelajaran mengaji diperolehnya dari K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Saat d...

Gatot Mangkupraja

 Gatot Mangkupraja (1898-1968) Bapak Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Dalam upaya membangkitkan esprit de corps di kalangan Peta dan dalam rangka membangkitkan dukungan rakyat, Jepang menginginkan timbulnya prakarsa pembentukan Peta tidak berasal dari pejabat-pejabat  Jepang, melainkan dari kalangan pemimpin nasional. Oleh sebab itu, Jepang membiarkan riwayat pembentukan Peta dimulai dari usul Raden Gatot Mangkupradja, melalui suratnya yang ditujukan kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada bulan September 1943. Surat yang ditulisnya dengan darah dari lengannya sendiri itu meminta agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu pemerintah Jepang, tidak saja di belakang garis perang tetapi juga di medan perang. Pembentukan Peta didukung oleh para pemimpin Islam, seperti Hamka, K.H. Mas Mansur, K.H. Abdul Madjid, K.H. Djunaidi dan pihak bangsawan seperti Ki Ageng Suryomataram (Purwoko, 2004 : 323-324). Nama “PETA” untuk barisan ini baru muncul pada 1944 atas in...

Pembela Tanah Air

Tentara Pembela Tanah Air, lebih dikenal dengan nama Tentara Peta, menurut pandangan Jepang dimaksudkan sebagai alat untuk mempertahankan Indonesia dari kemungkinan pendaratan Sekutu. Peta dibentuk pada awal bulan Oktober 1943. Panglima Tentara Ke-16, Letnan Jenderal Kumakichi Harada, memaklumkan Osamu Serei No. 44, yang mengatur pembentukan Peta. Sebenarnya pemikiran untuk mebentuk suatu angkatan bersenjata Indonesia telah lama dibicarakan oleh beberapa kalangan, baik dari perwira Jepang maupun tokoh-tokoh nasional. Pemikiran ini juga disokong oleh pimpinan nasional yang diwakili oleh Putera dan kemudian oleh Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi-in).  Meskipun Peta berada di bawah pengawasan, dan meskipun persenjataannya  berada di bawah kontrol ketat Jepang, para perwira Indonesia dan pimpinannya dipilih dari intelektual Indonesia yang bersemangat nasionalis. Dalam upaya membangkitkan esprit de corps di kalangan Peta dan dalam rangka membangkitkan dukungan rakyat, Jepang men...

Romusha

Romusha adalah istilah Jepang yang berarti kuli atau tenaga kerja. Istilah ini digunakan untuk barisan pekerja asal Jawa yang tidak termasuk bagian dari ketentaraan, akan tetapi pada umumnya dipekerjakan di garis belakang dari berbagai medan pertempuran sehingga dapat dikatakan bahwa romusha adalah tenaga pekerja dari angkatan perang Jepang. Jepang memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuat sarana dan prasarana untuk mencapai kemenangan Peran Asia Timur Raya, karena itu dibentuklah romusha. Pada saat perang makin menghebat, jumlah romusha dan wilayah penyebarannya semakin besar dan luas. Pada mulanya romusha hanya dikerahkan untuk pekerjaan-pekerjaan setempat, seperti pembuatan jalan, lapangan terbang, pangkalan militer, dan lain-lain. Kemudian romusha dalam jumlah ratusan ribu dikerahkan dari Pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Romusha dikerahkan di medan pertempuaran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan sebagainya. Sukar...

Mobilisasi Pemuda di Zaman Jepang

Pada awal tahun 1943, setelah mendekati para ulama di seluruh Jawa, Jepang mulai mengerahkan usaha-usahanya pada mobilisasi, khususnya mobilisasi pemuda. Gerakan-gerakan pemuda ditempatkan di bawah pengawasan ketar pihak Jepang. Pada bulan Agustus 1942, sekolah-sekolah latihan bagi para pejabat dan guru baru memang sudah dibuka di Jakarta dan Singapura, tetapi kini fokus mereka adalah kepada para pemuda. Organisasi para pemuda tersebut adalah : (1)    Seinendan (Korps Pemuda), bersifat semi militer, dibentuk pada bulan April 1943 untuk para pemuda yang berusia 14 sampai 25 tahun (kemudian 22 tahun). Korps ini memiliki cabang hingga ke desa-desa yang besar, tetapi terutama di perkotaan. (2)    Keibodan (Korps Kewaspadaan), merupakan organisasi pembantu kepolisian, kebakaran, dan serangan udara. (3)    Heiho (Pasukan Pembantu), dibentuk pada pertengahan tahun 1943, sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang. Sekitar 25.000 pemu...