Pusat Tenaga Rakyat

Pada tulisan sebelumnya saya sampaikan bahwa Gerakan Tiga A tidak mendapat sambutan di kalangan pemimpin pergerakan nasional, dan hanya sedikit para pejabat Indonesia yang mendukungnya. Untuk menyegarkan ingatan pembaca, bolehlah saya saya sampaikan sekali lagi bahwa Gerakan Tiga A terdiri dari : Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia dan Jepang Pemimpin Asia. Gerakan Tiga A tidak mendapat sambutan karena selain sedikit pejabat Indonesia yang mendukung, juga karena propagandanya dilakukan dengan keras sehingga tidak ada yang menanggapinya dengan serius. Pada tanggal 20 November 1942 gerakan ini dibubarkan dan diganti dengan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang didirikan pada tanggal 9 Maret 1943 di bawah pimpinan Ir. Sukarno.

Pusat Tenaga Rakyat (Putera) adalah suatu badan pertahanan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada bulan Maret 1942. Tujuan pembentukan badan ini adalah untuk mengendalikan kekuatan kaum nasional yang diduga dapat membahayakan kekuasaan pemerintah Jepang. Jepang menyadari bahwa kekuatan kaum nasionalis pada masa akhir pemerintahan Belanda cukup menakutkan. Salah satu usaha Belanda menghadapinya adalah dengan membentuk Politieke Inlichtingen Dienst (PID) atau polisi rahasia. Polisi ini berhak menghentikan dan atau meneruskan jalannya rapat atau usaha propaganda kaum nasionalis. Untuk mencegah munculnya kekuatan kaum nasionalis, Jepang membubarkan semua organisasi nasionalis yang berlangsung pada masa pemerintahan Belanda.
Kaum nasionalis yang menduduki jabatan pengurus di dalam organisasi Putera tidak semata-mata bekerja sama dengan Jepang. Mereka menggunakan kesempatan yang legal tersebut untuk memperluas lapangan perjuangan kaum nasionalis. Jadi mereka berusaha untuk memelihara organisasi tersebut yang paling tidak dapat mengganti peranan organisasi nasional yang telah dibekukan oleh pemerintah Jepang. Sebagian lagi mengembangkan peranannya dalam bidang politik dengan cara bekerja di bawah tanah (tidak terang-terangan bekerja sama dengan Jepang).


Putera tetap berbau nasionalis dalam setiap langkah yang diambilnya. Bahkan oleh Jepang akhirnya Putera dinilai sebagai usaha nasionalisme. Sementara itu Ir. Sukarno setiap ada kesempatan selalu hadir dalam rapat dan selalu berpidato secara demonstratif di muka rakyat. Karena sikapnya yang demikian itu, Sukarno dinilai Jepang dapat membangkitkan rasa kebencian rakyat terhadap pemerintahan Jepang. Karena Jepang menganggap peranan Sukarno berbahaya, maka pada bulan Maret 1943, Putera dibubarkan dan diganti dengan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokookai), dengan kepengurusan yang agak berbeda dengan kepengurusan Putera (Ricklefs, 2003 :412; Sudiyono, 2004:305, 474).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan