Gatot Mangkupraja

 Gatot Mangkupraja (1898-1968) Bapak Tentara Sukarela Pembela Tanah Air
Dalam upaya membangkitkan esprit de corps di kalangan Peta dan dalam rangka membangkitkan dukungan rakyat, Jepang menginginkan timbulnya prakarsa pembentukan Peta tidak berasal dari pejabat-pejabat Jepang, melainkan dari kalangan pemimpin nasional. Oleh sebab itu, Jepang membiarkan riwayat pembentukan Peta dimulai dari usul Raden Gatot Mangkupradja, melalui suratnya yang ditujukan kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada bulan September 1943. Surat yang ditulisnya dengan darah dari lengannya sendiri itu meminta agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu pemerintah Jepang, tidak saja di belakang garis perang tetapi juga di medan perang.
Pembentukan Peta didukung oleh para pemimpin Islam, seperti Hamka, K.H. Mas Mansur, K.H. Abdul Madjid, K.H. Djunaidi dan pihak bangsawan seperti Ki Ageng Suryomataram (Purwoko, 2004 : 323-324). Nama “PETA” untuk barisan ini baru muncul pada 1944 atas inisiatif Oto Iskandar Dinata dan Jusuf Jahja.
Siapakah Gatot Mangkupraja ?
Gatot dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat. Ayahnya seorang dokter, dokter pertama dari Sumedang. Ia menempuh pendidikan ELS (SD untuk orang Eropa), HBS (SLA untuk orang Belanda dan elite pribumi) lalu STOVIA (Sekolah Dokter Jawa), namun tidak sampai selesai.
Sejak muda Gatot giat dalam PNI (Partai Nasional Indonesia). Karena kegiatannya dalam partai itu pulalah, pada tahun 1930 ia diajukan ke muka Landraad Bandung bersama Bung Karno, Maskun dan Supriadinata. Mereka dipenjara kan di Penjara Sukamiskin, Bandung, selama dua tahun. Pada tahun 1933, Mangkupraja berkunjung ke Tokyo untuk menghadiri Kongres Pan Asiatic yang pertama.
Dalam masa pendudukan Jepang, Mangkupraja menjadi pelatih Shuisintai (Barisan Istimewa) di Keresidenan Bogor. Dalam masa setelah kemerdekaan ia mendapat tugas dari Pemerintah RI menjadi Ketua Badan Koordinasi Perjuangan Rakyat di Pulau Jawa dan Madura untuk bagian laskar.
Menjelang akhir tahun 1945, Gatot ditangkap Inggris dan dipenjarakan di Glodok, lalu dipindahkan ke Pulau Onrust (Kepulauan Seribu), lalu dipindahkan ke Penjara Cipinang. Ia dibebaskan pada tahun 1947 dan langsung menuju Yogyakarta. Semasa Agresi Kedua Belanda, Mangkupraja bergerilya di daerah Yogyakarta bagian selatan.
Hingga akhir hayat ia berjuang melalui PNI, dan pernah pula ia bergerak dalam kepemimpinan Gerakan Pembela Pancasila di Jawa Barat. Ada pula yang mengatakan bahwa ia bergabung dengan IPKI. Meskipun demikian pada tahun 1966 ia dikeluarkan dari MPRS oleh Suharto karena dianggap berafiliasi dengan komunis dan Sukarno.
Menurut Soebagijo I.N., Gatot Mangkupraja dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra, Bandung ( 2004 : 138), tetapi menurut informasi lainnya Gatot dimakamkan di TPU Sirnaraga dengan diberi tanda bendera merah putih dan topi baja warna hijau. Catatan di batu nisan : Perintis Kemerdekaan RI, Bapak Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, Rd Gatot Mangkoepradja. Lahir 1901 wafat 4 Oktober 1968. Juga ada empat huruf besar terpampang disana: PETA. Pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada 5 November 2004.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan