Politieke Inlichtingen Dienst
Pusat Tenaga Rakyat (Putera) adalah suatu badan pertahanan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada bulan Maret 1942. Tujuan pembentukan badan ini adalah untuk mengendalikan kekuatan kaum nasional yang diduga dapat membahayakan kekuasaan pemerintah Jepang. Jepang menyadari bahwa kekuatan kaum nasionalis pada masa akhir pemerintahan Belanda cukup menakutkan. Salah satu usaha Belanda menghadapinya adalah dengan membentuk Politieke Inlichtingen Dienst (PID) atau polisi rahasia. Polisi ini berhak menghentikan dan atau meneruskan jalannya rapat atau usaha propaganda kaum nasionalis. Untuk mencegah munculnya kekuatan kaum nasionalis, Jepang membubarkan semua organisasi nasionalis yang berlangsung pada masa pemerintahan Belanda (Sudiyono, 2004:305, 474).
PID (Politieke Inlichtingen Dienst)
PID adalah polisi rahasia yang bertugas memataq-matai kaum pergerakan nasional pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Segala informasi dari PID tentang kondisi pergerakan nasional di Indonesia nantinya dijadikan dasar pemerintah kolonial untuk membuat tindakan terhadap kaum pergerakan nasional.
Beberapa Tugas PID
Beberapa tugas PID antara lain : memeriksa kaum pergerakan nasional yang baru pulang dari luar negeri; menyita majalah-majalah yang dianggap mengganggu ketertiban umum; menangkap tokoh-tokoh pergerakan nasional bila pemerintah kolonial telah membuat surat perintah penangkapan; menginterupsi tokoh-tokoh nasional yang menyampaikan pidato mereka pada rapat akbar partai yang dianggap mengganggu ktertiban umum; membubarkan rapat partai bila dinilai akan menimbulkan gangguan bagi ketertiban umum.
Bung Karno dan PID
Salah satu peristiwa menarik yang berkaitan dengan PID adalah peristiwa pidato Bung Karno pada Rapat Umum PNI (Partai Nasional Indonesia) pada akhir tahun 1928. Pidato Bung Karno dengan teori-toeri muluk yang disampaikan secara sederhana dengan permainan kata dan secara bersemangat terkadang menimbulkan ketegangan di antara hadirin dalam rapat. Ketegangan sudah mulai nampak sejak Bung Karno dan para pemimpin lainnya memasuki ruangan rapat. Semua yang hadir serempat bertepuk tangan dan bersorak-sorak menyambut pemimpin mereka, kecuali PID. Saat lagu kebangsaan dinyanyikan, semua hadirin berdiri, kecuali PID yang tetap duduk dan tidak mau menghormati lagu kebangsaan tersebut. Pada saat Bung Karno, beberapa kali polisi PID menegurnya, tetapi setiap teguran selalu disambut dengan protes oleh hadirin. Bila ketegangan antara PID dan anggota rapat telah memuncak, PID membubarkan rapat tersebut.Hal tersebut tidak saja terjadi pada PNI, melainkan juga pada PI, PSII dan Partindo serta organisasi radikal lainnya. Itulah sebabnya kaum pergerakan nasional sangat membenci PID.
Pada masa pemerintahan Jepang, banyak anggota polisi PID menjadi Kempetai, polisi militer Jepang (Purwoko, ENI Vol. 13, 2004: 316).
PID adalah polisi rahasia yang bertugas memataq-matai kaum pergerakan nasional pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Segala informasi dari PID tentang kondisi pergerakan nasional di Indonesia nantinya dijadikan dasar pemerintah kolonial untuk membuat tindakan terhadap kaum pergerakan nasional.
Beberapa Tugas PID
Beberapa tugas PID antara lain : memeriksa kaum pergerakan nasional yang baru pulang dari luar negeri; menyita majalah-majalah yang dianggap mengganggu ketertiban umum; menangkap tokoh-tokoh pergerakan nasional bila pemerintah kolonial telah membuat surat perintah penangkapan; menginterupsi tokoh-tokoh nasional yang menyampaikan pidato mereka pada rapat akbar partai yang dianggap mengganggu ktertiban umum; membubarkan rapat partai bila dinilai akan menimbulkan gangguan bagi ketertiban umum.
Bung Karno dan PID
Salah satu peristiwa menarik yang berkaitan dengan PID adalah peristiwa pidato Bung Karno pada Rapat Umum PNI (Partai Nasional Indonesia) pada akhir tahun 1928. Pidato Bung Karno dengan teori-toeri muluk yang disampaikan secara sederhana dengan permainan kata dan secara bersemangat terkadang menimbulkan ketegangan di antara hadirin dalam rapat. Ketegangan sudah mulai nampak sejak Bung Karno dan para pemimpin lainnya memasuki ruangan rapat. Semua yang hadir serempat bertepuk tangan dan bersorak-sorak menyambut pemimpin mereka, kecuali PID. Saat lagu kebangsaan dinyanyikan, semua hadirin berdiri, kecuali PID yang tetap duduk dan tidak mau menghormati lagu kebangsaan tersebut. Pada saat Bung Karno, beberapa kali polisi PID menegurnya, tetapi setiap teguran selalu disambut dengan protes oleh hadirin. Bila ketegangan antara PID dan anggota rapat telah memuncak, PID membubarkan rapat tersebut.Hal tersebut tidak saja terjadi pada PNI, melainkan juga pada PI, PSII dan Partindo serta organisasi radikal lainnya. Itulah sebabnya kaum pergerakan nasional sangat membenci PID.
Pada masa pemerintahan Jepang, banyak anggota polisi PID menjadi Kempetai, polisi militer Jepang (Purwoko, ENI Vol. 13, 2004: 316).
Komentar
Posting Komentar