Sukarni
Sukarni (Soekarni Kartodiwirjo) lahir pada tanggal 14 Juli 1916, di Desa Sumberdiran, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Ia anak keempat dari Sembilan bersaudara. Ayahnya adalah Kartodiwirjo dan ibunya bernama Supiah. Pekerjaan ayahnya pedagang di Pasar Garum.
Sukarni mengikuti pendidikan di sekolah Mardisiswo, Blitar y ang didirikan oleh para pejuang kemerdekaan. Sekolah ini didirikan oleh tokoh pergerakan dari Banyumas yang bernama Ir. Anwari, seorang tokoh Partai Indonesia (Partindo). Pada tahun 1930 ia bergabung dengan Indonesia Muda yang merupakan organisasi kepemudaan Partindo. Anwari mengirimnya ke Bandung untuk mengikuti kursus pengkaderan. Diantara pengkadernya adalah Ir. Soekarno yang baru saja dibebaskan dari penjara oleh pemerintah kolonial Belanda.
Indonesia Muda
Setelah mengikuti kegiatan pengkaderan Partindo, Sukarni mendirikan organisasi Persatuan Pemuda Kita dan menjadikan rumahnya yang dikenal kemudian sebagai Rumah Garum, sebagai sekretariatnya. Ia menyatukan organisasi yang dibentuknya sebagai bagian dari Indonesia Muda sehingga Persatuan Pemuda Kita menjadi Indonesia Muda cabang Blitar. Indonesia Muda merupakan organisasi pemuda yang dibentuk setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan merupakan peleburan dari organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Batak, Jong Sumatera, Jong Sulawesi, Jong Minahasa dan Jong Ambon.
Karir Sukarni dalam gerakan Indonesia Muda meningkat dari Ketua Cabang Blitar menjadi Ketua Umum Pengurus besar Indonesia Muda pada tahun 1935. Dua tahun kemudian Politieke Inlichtingen Dienst (PID) melakukan serangkaian penangkapan terhadap pimpinan Indonesia Muda. Untuk menghindari penangkapan ini Sukarni dan beberapa temannya menyelamatkan diri ke luar Batavia. Sukarni lari ke Jawa Timur. Ia sempat bersembunyi di Pondok Pesantren di Kediri, kemudian di Pondok Pesantren di Banyuwangi. Kepemimpinan PB Indonesia Muda dialihkan kepada Ruslan Abdulgani.
Dalam pelariannya, Sukarni dari Banyuwangi menyebrang ke Pulau Kalimantan pada tahun 1938. Ia menggunakan nama samaran Maidi. Pada tahun 1941, ia tertangkap PID di Balikpapan. Dari penjara Balikpapan, Sukarni dipindahkan ke penjara Samarinda, Surabaya dan Batavia. Di pengadilan, ia divonis hukuman pembuangan ke Boven Digul. Untuk sementara ia ditahan di penjara Garut. Namun amar putusan pembuangan ke Boven Digul tidak dapat dilaksanakan karena pemerintah Hindia Belanda dikalahkan oleh pasukan Jepang pada bulan Maret 1942.
Ketua Asrama Menteng 31
Pemerintah pendudukan militer Jepang membebaskan seluruh tahanan politik, termasuk Sukarni dan direkrut sebagai pegawai Sendenbu (Departemen Propaganda) dengan pangkat Yong-te Gyoseikan (pegawai tinggi tingkat empat). Para tokoh muda Indonesia kemudian direkrut pemerintah Jepang dengan membentuk Angkatan Baru Indonesia dengan sekretariat di Jalan Menteng 31. Rekrutmen para tokoh muda dilakukan oleh Hitoshi Shimizu. Di antara tokoh muda yang bergabung ke dalam Angkatan Baru Indonesia adalah Sukarni, Supeno dan Chaerul Saleh. Pemerintah Jepang mengangkat Sukarni sebagai Ketua Asrama Menteng 31.
Para aktivis pemuda Menteng 31 sering kali mengadakan kegiatan yang mengundang para tokoh pemuda dengan menhadirkan penceramah dari para tokoh perjuangan kemerdekaan. Diantaranya adalah Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Sultan Sjahrir. Sejak awal tahun 1945 mereka sudah membahas perkembangan perang Asia Timur Raya yang dimenangkan pasukan Sekutu. Pada tanggal 15 Agustus 1945 mereka mendapat kabar tentang penyerahan tanpa syarat pemerintah Jepang. Berdasarkan berita itulah mereka mendesak pimpinan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI); Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun kedua tokoh PPKI ini menolak desakan mereka sehingga tercipta ketegangan yang kemudian dikenal sebagai pertentangan pendapat antar golongan tua yang diwakili PPKI dan golongan muda yang diwakili kelompok muda dari Menteng 31.
Merencanakan Penculikan
Sukarni bersama para tokoh muda akhirnya merencanakan penculikan terhadap Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Keduanya diculik dari rumahnya masing-masing pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, bertepatan dengan pembukaan sidang PPKI. Penculikan berjalan lancar karena mendapat dukungan dari komandan PETA di Jakarta dan Purwakarta. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke luar dari Jakarta menuju Rengasdengklok yang merupakan wilayah komando PETA Purwakarta.
Penculikan yang dilakukan golongan muda terhadap Soekarno dan Hatta berakhir pada malam harinya setelah mencapai kesepakatan antara Mr. Achmad Subardjo (golongan tua) dan Wikana (golongan muda) untuk menyiapkan proklamasi kemerdekaan secepatnya. Berdasarkan kesepakatan inilah Subardjo dikawal oleh golongan muda untuk menjemput Soekarno dan Hatta di Rengasdengklok. Mereka langsung kembali ke Jakarta dan tiba di pada tengah malam.
Namun rencana proklamasi tidak berjalan sesuai rencana karena tidak mendapatkan izin dari penguasa militer Jepang tertinggi di Pulau Jawa, Mayor Jenderal Nishimimura. Para tokoh Indonesia yang ditemani Laksamana Muda Tadashi Maeda ini kembali dengan kecewa. Mereka menuju rumah kediaman Maeda di Jalan Imam Bonjol I (sekarang Museum Proklamasi). Seluruh tokoh golongan tua dan golongan muda sudah menantinya, termasuk Sukarni. Mereka mengadakan rapat tanpa dihadiri Maeda. Di dalam rapat itu Sukarni mengusulkan agar Proklamasi hanya ditanda-tangani Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Proklamasi dilaksanakan di halaman rumah Soekarno pada pagi harinya. Rencananya proklamasi dilaksanakan di lapangan Ikada (seberang Taman Monas) karena tidak mendapatkan izin dari penguasa militer Jepang, Mayor Jenderal Nishimimura.
Pada tanggal 3 September 1945, Sukarni memprakarsai pengambil-alihan Jawatan Kereta Api, Bengkel Manggarai dan stasiun-stasiun kereta api menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Pada saat itu kereta api merupakan alat transportasi yang sangat penting. Disamping kereta api, ia mengambil alih bus angkutan umum dalam kota. Dengan demikian alat transportasi darat sepenuhnya dikuasai pemerintah Republik Indonesia.
Rapat Raksasa
Dalamr angka penyebar-luasan berita Proklamasi, Sukarni mengambil alih kantor berita radio. Pengambil-alihan ini ternyata juga sangat berguna untuk menyiarkan kebijakan pemerintah dan rencana kegiatan organisasi Komite van Aksi yang didirikannya. Pada awal September 1945 terdengar kabar bahwa pasukan Inggris dan Belanda akan tiba di Jakarta. Mereka menolak untuk mengakui proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Indonesia karena tidak didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Untuk membuktikan bahwa proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Indonesia mendapat dukungan rakyat, Sukarni melalui Komite van Aksi menghimpun rakyat untuk hadir dalam rapat raksasa di Lapangan Ikada. Rapat ini sekaligus memperingati satu bulan proklamasi. Rencana mereka tidak mendapatkan izin dari penguasa militer Jepang dan pimpinan pasukan Sekutu (Inggris dan Belanda). Namun para pemuda tetap melaksanakannya, meskipun mundur dua hari, yakni pada tanggal 19 September 1945.
Rapat Ikada pada 19 September 1945 merupakan penggalangan massa terbesar pertama untuk memberikan dukungan kepada pemerintah Indonesia sehingga mengoyahkan penilaian pimpinan Sekutu bahwa proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Indonesia tidak mendapatkan dukungan luas. Pihak Sekutu bertambah yakin setelah mereka mengalami sendiri kesulitan mejalankan tugasnya tanpa bantuan dari pemerintah Indonesia.
BP KNIP
Sukarni terpilih sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) yang merupakan parlemen pertama Repubik Indonesia. Ia termasuk kelompok penentang jalur perundingan dengan Belanda. Pada awal tahun 1946, kelompok penentang membentuk Persatuan Perjuangan di Purwokerto, Jawa Tengah. Persatuan Perjuangan dipimpin tokoh senior perjuangan Tan Malaka. Dan beranggotakan puluhan organisasi perjuangan. Mereka menentang jalur perundingan yang ditempuh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Dalam kongres pertamanya di Solo pada pertengahan Januari 1946, kelompok Persatuan Perjuangan mengeluarkan pernyataan politik yang mendesak BPKNIP untuk membatalkan perundingan yang dilakukan pemerintah. Akhirnya kabinet pemerintahan Sutan Sjahrir berakhir. Presiden Soekarno membentuk kabinet pemerintahan yang dipimpin kembali oleh Sutan Sjahrir.
Persatuan Perjuangan melanjutkan pertentangannya terhadap kabinet pemerintahan Sjahrir yang kedua. Mereka menculik Perdana Menteri Sjahrir. Aksi penculikan ini dikecam Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta. Akhirnya mereka melepaskan kembali Sutan Sjahrir. Pemerintah menangkap Tan Malaka dan tokoh-tokoh Persatuan Perjuangan lainnya. Sukarni juga termasuk ditangkap karena dinilai sebagai pendukung Persatuan Perjuangan di BPKNIP. Namun kesalahannya tidak terbukti sehingga pemerintah melepaskannya pada pertengahan tahun 1947. Setahun kemudian ia terpilih sebagai Ketua Umum Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) yang berdasarkan Sosialisme. Mewakili Murba, ia kembali mejadi anggota KNIP.
Partai Murba adalah salah satu peserta pemilu 1955. Sukarni mewakili kepentingan Murba di dalam Badan Konstituante, suatu badan yang dibentuk untuk menyusun konstitusi baru menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Ia mendukung Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 yang membubarkan Badan Konstituante.
Duta Besar
Pada tahun 1960, Presiden Soekarno mengangkat Sukarni sebagai Duta Besar Penuh Indonesia untuk Republik Rakyat Cina dan Mongolia. Tugas utamanya mendapatkan dukungan politik dan bantuan militer dari pemerintah RRT terhadap program pemerintah Indonesia merebut Irian Barat dari pemerintah Belanda. Ia menjalankan tugasnya dengan sangat baik sehingga pemerintah Cina memberikan dukungan penuh kepada pemerintah Indonesia.
Sukarni mengakhiri tugasnya sebagai Duta Besar pada bulan Maret 1964. Ia menentang kebijakan Presiden Soekarno yang membubarkan partai Murba yang dipimpinnya. Akibat penentangan ini Presiden Soekarno memenjarakannya. Ia dibebaskan dari penjara oleh Jenderal Soeharto pada bulan Oktober 1966 dan diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia meninggal dunia pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta (http://ikpni.or.id/pahlawan/soekarni-kartodiwirjo/).
Sukarni mendapat gelar pahlawan nasional berdasarkan Keppres No.115/TK/Tahun 2014, Tanggal 6 November 2014.
Sukarni mengikuti pendidikan di sekolah Mardisiswo, Blitar y ang didirikan oleh para pejuang kemerdekaan. Sekolah ini didirikan oleh tokoh pergerakan dari Banyumas yang bernama Ir. Anwari, seorang tokoh Partai Indonesia (Partindo). Pada tahun 1930 ia bergabung dengan Indonesia Muda yang merupakan organisasi kepemudaan Partindo. Anwari mengirimnya ke Bandung untuk mengikuti kursus pengkaderan. Diantara pengkadernya adalah Ir. Soekarno yang baru saja dibebaskan dari penjara oleh pemerintah kolonial Belanda.
Indonesia Muda
Setelah mengikuti kegiatan pengkaderan Partindo, Sukarni mendirikan organisasi Persatuan Pemuda Kita dan menjadikan rumahnya yang dikenal kemudian sebagai Rumah Garum, sebagai sekretariatnya. Ia menyatukan organisasi yang dibentuknya sebagai bagian dari Indonesia Muda sehingga Persatuan Pemuda Kita menjadi Indonesia Muda cabang Blitar. Indonesia Muda merupakan organisasi pemuda yang dibentuk setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan merupakan peleburan dari organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Batak, Jong Sumatera, Jong Sulawesi, Jong Minahasa dan Jong Ambon.
Karir Sukarni dalam gerakan Indonesia Muda meningkat dari Ketua Cabang Blitar menjadi Ketua Umum Pengurus besar Indonesia Muda pada tahun 1935. Dua tahun kemudian Politieke Inlichtingen Dienst (PID) melakukan serangkaian penangkapan terhadap pimpinan Indonesia Muda. Untuk menghindari penangkapan ini Sukarni dan beberapa temannya menyelamatkan diri ke luar Batavia. Sukarni lari ke Jawa Timur. Ia sempat bersembunyi di Pondok Pesantren di Kediri, kemudian di Pondok Pesantren di Banyuwangi. Kepemimpinan PB Indonesia Muda dialihkan kepada Ruslan Abdulgani.
Dalam pelariannya, Sukarni dari Banyuwangi menyebrang ke Pulau Kalimantan pada tahun 1938. Ia menggunakan nama samaran Maidi. Pada tahun 1941, ia tertangkap PID di Balikpapan. Dari penjara Balikpapan, Sukarni dipindahkan ke penjara Samarinda, Surabaya dan Batavia. Di pengadilan, ia divonis hukuman pembuangan ke Boven Digul. Untuk sementara ia ditahan di penjara Garut. Namun amar putusan pembuangan ke Boven Digul tidak dapat dilaksanakan karena pemerintah Hindia Belanda dikalahkan oleh pasukan Jepang pada bulan Maret 1942.
Ketua Asrama Menteng 31
Pemerintah pendudukan militer Jepang membebaskan seluruh tahanan politik, termasuk Sukarni dan direkrut sebagai pegawai Sendenbu (Departemen Propaganda) dengan pangkat Yong-te Gyoseikan (pegawai tinggi tingkat empat). Para tokoh muda Indonesia kemudian direkrut pemerintah Jepang dengan membentuk Angkatan Baru Indonesia dengan sekretariat di Jalan Menteng 31. Rekrutmen para tokoh muda dilakukan oleh Hitoshi Shimizu. Di antara tokoh muda yang bergabung ke dalam Angkatan Baru Indonesia adalah Sukarni, Supeno dan Chaerul Saleh. Pemerintah Jepang mengangkat Sukarni sebagai Ketua Asrama Menteng 31.
Para aktivis pemuda Menteng 31 sering kali mengadakan kegiatan yang mengundang para tokoh pemuda dengan menhadirkan penceramah dari para tokoh perjuangan kemerdekaan. Diantaranya adalah Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Sultan Sjahrir. Sejak awal tahun 1945 mereka sudah membahas perkembangan perang Asia Timur Raya yang dimenangkan pasukan Sekutu. Pada tanggal 15 Agustus 1945 mereka mendapat kabar tentang penyerahan tanpa syarat pemerintah Jepang. Berdasarkan berita itulah mereka mendesak pimpinan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI); Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun kedua tokoh PPKI ini menolak desakan mereka sehingga tercipta ketegangan yang kemudian dikenal sebagai pertentangan pendapat antar golongan tua yang diwakili PPKI dan golongan muda yang diwakili kelompok muda dari Menteng 31.
Merencanakan Penculikan
Sukarni bersama para tokoh muda akhirnya merencanakan penculikan terhadap Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Keduanya diculik dari rumahnya masing-masing pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, bertepatan dengan pembukaan sidang PPKI. Penculikan berjalan lancar karena mendapat dukungan dari komandan PETA di Jakarta dan Purwakarta. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke luar dari Jakarta menuju Rengasdengklok yang merupakan wilayah komando PETA Purwakarta.
Penculikan yang dilakukan golongan muda terhadap Soekarno dan Hatta berakhir pada malam harinya setelah mencapai kesepakatan antara Mr. Achmad Subardjo (golongan tua) dan Wikana (golongan muda) untuk menyiapkan proklamasi kemerdekaan secepatnya. Berdasarkan kesepakatan inilah Subardjo dikawal oleh golongan muda untuk menjemput Soekarno dan Hatta di Rengasdengklok. Mereka langsung kembali ke Jakarta dan tiba di pada tengah malam.
Namun rencana proklamasi tidak berjalan sesuai rencana karena tidak mendapatkan izin dari penguasa militer Jepang tertinggi di Pulau Jawa, Mayor Jenderal Nishimimura. Para tokoh Indonesia yang ditemani Laksamana Muda Tadashi Maeda ini kembali dengan kecewa. Mereka menuju rumah kediaman Maeda di Jalan Imam Bonjol I (sekarang Museum Proklamasi). Seluruh tokoh golongan tua dan golongan muda sudah menantinya, termasuk Sukarni. Mereka mengadakan rapat tanpa dihadiri Maeda. Di dalam rapat itu Sukarni mengusulkan agar Proklamasi hanya ditanda-tangani Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Proklamasi dilaksanakan di halaman rumah Soekarno pada pagi harinya. Rencananya proklamasi dilaksanakan di lapangan Ikada (seberang Taman Monas) karena tidak mendapatkan izin dari penguasa militer Jepang, Mayor Jenderal Nishimimura.
Pada tanggal 3 September 1945, Sukarni memprakarsai pengambil-alihan Jawatan Kereta Api, Bengkel Manggarai dan stasiun-stasiun kereta api menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Pada saat itu kereta api merupakan alat transportasi yang sangat penting. Disamping kereta api, ia mengambil alih bus angkutan umum dalam kota. Dengan demikian alat transportasi darat sepenuhnya dikuasai pemerintah Republik Indonesia.
Rapat Raksasa
Dalamr angka penyebar-luasan berita Proklamasi, Sukarni mengambil alih kantor berita radio. Pengambil-alihan ini ternyata juga sangat berguna untuk menyiarkan kebijakan pemerintah dan rencana kegiatan organisasi Komite van Aksi yang didirikannya. Pada awal September 1945 terdengar kabar bahwa pasukan Inggris dan Belanda akan tiba di Jakarta. Mereka menolak untuk mengakui proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Indonesia karena tidak didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Untuk membuktikan bahwa proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Indonesia mendapat dukungan rakyat, Sukarni melalui Komite van Aksi menghimpun rakyat untuk hadir dalam rapat raksasa di Lapangan Ikada. Rapat ini sekaligus memperingati satu bulan proklamasi. Rencana mereka tidak mendapatkan izin dari penguasa militer Jepang dan pimpinan pasukan Sekutu (Inggris dan Belanda). Namun para pemuda tetap melaksanakannya, meskipun mundur dua hari, yakni pada tanggal 19 September 1945.
Rapat Ikada pada 19 September 1945 merupakan penggalangan massa terbesar pertama untuk memberikan dukungan kepada pemerintah Indonesia sehingga mengoyahkan penilaian pimpinan Sekutu bahwa proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Indonesia tidak mendapatkan dukungan luas. Pihak Sekutu bertambah yakin setelah mereka mengalami sendiri kesulitan mejalankan tugasnya tanpa bantuan dari pemerintah Indonesia.
BP KNIP
Sukarni terpilih sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) yang merupakan parlemen pertama Repubik Indonesia. Ia termasuk kelompok penentang jalur perundingan dengan Belanda. Pada awal tahun 1946, kelompok penentang membentuk Persatuan Perjuangan di Purwokerto, Jawa Tengah. Persatuan Perjuangan dipimpin tokoh senior perjuangan Tan Malaka. Dan beranggotakan puluhan organisasi perjuangan. Mereka menentang jalur perundingan yang ditempuh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Dalam kongres pertamanya di Solo pada pertengahan Januari 1946, kelompok Persatuan Perjuangan mengeluarkan pernyataan politik yang mendesak BPKNIP untuk membatalkan perundingan yang dilakukan pemerintah. Akhirnya kabinet pemerintahan Sutan Sjahrir berakhir. Presiden Soekarno membentuk kabinet pemerintahan yang dipimpin kembali oleh Sutan Sjahrir.
Persatuan Perjuangan melanjutkan pertentangannya terhadap kabinet pemerintahan Sjahrir yang kedua. Mereka menculik Perdana Menteri Sjahrir. Aksi penculikan ini dikecam Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta. Akhirnya mereka melepaskan kembali Sutan Sjahrir. Pemerintah menangkap Tan Malaka dan tokoh-tokoh Persatuan Perjuangan lainnya. Sukarni juga termasuk ditangkap karena dinilai sebagai pendukung Persatuan Perjuangan di BPKNIP. Namun kesalahannya tidak terbukti sehingga pemerintah melepaskannya pada pertengahan tahun 1947. Setahun kemudian ia terpilih sebagai Ketua Umum Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) yang berdasarkan Sosialisme. Mewakili Murba, ia kembali mejadi anggota KNIP.
Partai Murba adalah salah satu peserta pemilu 1955. Sukarni mewakili kepentingan Murba di dalam Badan Konstituante, suatu badan yang dibentuk untuk menyusun konstitusi baru menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Ia mendukung Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 yang membubarkan Badan Konstituante.
Duta Besar
Pada tahun 1960, Presiden Soekarno mengangkat Sukarni sebagai Duta Besar Penuh Indonesia untuk Republik Rakyat Cina dan Mongolia. Tugas utamanya mendapatkan dukungan politik dan bantuan militer dari pemerintah RRT terhadap program pemerintah Indonesia merebut Irian Barat dari pemerintah Belanda. Ia menjalankan tugasnya dengan sangat baik sehingga pemerintah Cina memberikan dukungan penuh kepada pemerintah Indonesia.
Sukarni mengakhiri tugasnya sebagai Duta Besar pada bulan Maret 1964. Ia menentang kebijakan Presiden Soekarno yang membubarkan partai Murba yang dipimpinnya. Akibat penentangan ini Presiden Soekarno memenjarakannya. Ia dibebaskan dari penjara oleh Jenderal Soeharto pada bulan Oktober 1966 dan diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia meninggal dunia pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta (http://ikpni.or.id/pahlawan/soekarni-kartodiwirjo/).
Sukarni mendapat gelar pahlawan nasional berdasarkan Keppres No.115/TK/Tahun 2014, Tanggal 6 November 2014.
Komentar
Posting Komentar