Daerah Istimewa Surakarta
Antara Agustus 1945 hingga Juli 1946, pernah ada Daerah Istimewa Surakarta yang terdiri dari Kesunanan yang meliputi Surakarta, Sukoharjo, Klaten, Boyolali serta Sragen; dan Mangkunegaran yang meliputi Wonogiri dan Karanganyar. Daerah istimewa itu lahir setelah Pakubuwono XII menyatakan dukungan kepada Republik Indonesia yang baru diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Namun keraton Surakarta Hadiningrat dan Puri Mangkunegaran tidak berhasil memanfaatkan kesempata-kesempatan untuk memainkan peranan positif dalam Revolusi. Karena itu mereka pun tidak pernah dapat menguasai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kaum radikal Surakarta yang terhimpun dalam Barisan Banteng di bawah pimpinan Dr. Muwardi, pada bulan Januari 1946 menculik Pakubuwanan XII dan ibunya dalam waktu singkat untuk menunjukkan rasa tidak senang rakyat. Sebelumnya pada 17 Oktober 1945, Patih Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh laskar tersebut.
Sementara itu Sjahrir dan Amir Sjarifuddin yang sedang memerintah, menarik para pengikutnya, khususnya satuan-satuan bersenjata Pesindo, dari Persatuan Perjuangan. Dalam konferensi organisasi itu di Malang, satuan-satuan Pesindo dan polisi militer menawan para pemimpinnya . Pada 23 Maret 1946 Tan Malaka, Mr. Subardjo, Sukarni dan lain-lainnya dari Persatuan Perjuangan ditangkap dituduh melakukan coup d’etat. Tan Malaka ditahan lebih dari dua tahun sambil menunggu proses diadili. Namun serangan pihak oposisi terhadap pemerintah belum berakhir. Ibu kota negara berada di Yogyakarta tapi nampaknya pusat oposisi berada di Surakarta. Karena di bulan Maret 1946 terjadi penolakan terhadap Daerah Istimewa Surakarta, Presiden Sukarno pun membekukan Daerah Istimewa Surakarta.
Kemudian atas desakan laskar dan tokoh-tokoh partai , pada 30 April 1946, Pakubuwana XII membubarkan daerah swapraja. Sementara penguasa Mangkunegaran memaklumkan konstitusi wilayahnya di bawah payung Republik Indonesia, seperti dulu di bawah Kerajaan Belanda. Pada Mei 1946, di Boyolali dan Klaten, diadakan rapat umum anti-swapraja. Pada 23 Mei 1946, empat kabupaten di wilayah Swapraja Surakarta memutuskan hubungan dengan kesunanan. Daerah-daerah itu kemudian masuk ke Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Surakarta lalu dihilangkan. Gerakan anti swapraja ini juga berbuntut dengan penculikan PM Sjahrir yang ketika itu berada di Solo.
Setelah bulan bulan April 1946, kekuasaan di Surakarta dijalankan oleh Barisan Banteng. Panglima Soedirman dan para komandan tentara setempat berhasil melindungi Barisan Banteng dari kemauan pemerintah untuk menumpasnya dan memulihkan kekuasaan pusat atas Surakarta. Atas desakan Soedirman dan kaum radikal, hak-hak istimewa para raja Surakarta di luar tembok istana mereka secara resmi dihapuskan oleh pemerintah pada tanggal 1 Juni 1946.
Berdasarkan Maklumat Nomor 1 tanggal 1 Juni 1946, pemerintah militer dibentuk di Surakarta oleh Kolonel Sutarto dengan nama Pemerintah Rakyat dan Tentara. Daerah Istimewa Surakarta hanya bertahannya satu tahun. Pemerintah Sjahrir harus menyaksikan jatuhnya seluruh Surakarta ke tangan kaum oposisi baik di bidang militer maupun politik (Ricklefs, 2005 : 448-449; Supeni , 2001 : 248; detikNews, 1 Desember 2010; tirto.id, 29 Desember 2020; ).
Pandangan para akademisi ialah bahwa mengacu pada penghapusan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) pada tahun 1946 oleh Presiden Soekarno maka pada dasarnya penghapusan sebuah daerah istimewa itu dimungkinkan untuk dilakukan. Tentu saja jika ada situasi khusus yang mengiringinya.
Komentar
Posting Komentar