PNI-Massa Marhaen

 


PNI-Massa Marhaen --untuk membedakan dengan PNI yang didirikan sebelum perang--  (selanjutnya disebut PNI), didirikan di Kediri pada tanggal 29 Januari 1946. Partai ini merupakan fusi  dari beberapa partai, yakni :

a.       Serikat Rakyat Indonesia (Serindo);

b.      PNI Pati

c.       PNI Madiun

d.      PNI Palembang

e.      PNI Sulawesi (di bawah pimpinan Manai Sophian)

f.        Partai Kedaulatan Rakyat (di bawah pimpinan Soejono Hadinoto)

g.       Partai Republik Indonesia (di bawah pimpinan Soeradji)

h.      dan beberapa partai lokal kecil lainnya.

PNI kemudian berhasil membentuk Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang berada di ibukota negara.

Asas PNI adalah sosio-nasional-demokrasi, yang  merupakan gabungan dari asas sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang sering disebut Marhaenisme.

Sebagai partai politik yang didirikan setelah adanya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang Partai Politik, PNI pernah menjadi salah satu partai yang  besar pengaruhnya baik di pemerintahan maupun di masyarakat. Dalam Pemilu tahun 1955, PNI tampil sebagai pemenang. Namun pada Pemilu tahun 1971, PNI dikalahkan oleh Golkar.

Beberapa tokoh PNI yang pernah dudukk dalam kabinet adalah Mr. Susanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani, Mr. A.A. Maramis, Suwirjo, Mr. Wilopo, Mr. Ali Sastroamidjojo dan masih banyak yang lainnya. Tokoh PNI lainnya, Mr. Sartono menduduki jabatan sebagai Ketua Konstituante.

Perpecahan dalam PNI.

Pada tahun 1950, Djodi dan Sutan Makmur beserta kawan-kawannya memisahkan diri dan mendirikan PNI Merdeka. Pada tahun 1965 PNI pecah menjadi dua, yakni PNI Ali Surachman dan PNI Osa Usep. PNI Ali Surachman dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo dan Surachman. PNI Osa Usep di pimpin oleh Osa Maliki dan Usep Ranuwidjaja. Perpecahan itu diatasi dengan diselenggarakannya Kongres PNI di Bandung tahun 1967 dengan keterlibatan Jenderal Soeharto.

Fusi.

Pada tahun 1973, terjadilah fusi di antara partai-partai politik di Indonesia. PNI bersama-sama dengan partai-partai politik lainnya, seperti Partai Murba, IPKI, Partai Katolik dan Parkindo berfusi menjadi PDI (Partai Demokrasi Indonesia). (P. Parman As. P., Partai Nasional Indonesia dalam ENI Jilid 12, 2004 : 207-209).

Asas  dan Dasar Paham Perjuangan PNI

Asas.

Asas PNI yang didirikan pada 29 Januari 1946 adalah sosio-nasional-demokrasi, yang  merupakan gabungan dari asas sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang sering disebut Marhaenisme. 

Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme yang berdasarkan kemasyarakatan, sedangkan nasionalisme sendiri merupakan paham kebangsaan yang tumbuh karena persamaan nasib dan sejarah serta persamaan kepentingan untuk hidup bersama sebagai satu bangsa (natie). Dalam sosio-nasionalisme ini juga ditegaskan adanya pengakuan bahwa bangsa-bangsa itu merupakan segolongan manusia yang tidak terpisahkan dari golongan lain, melainkan justru harus hidup dan bekerja sama dengan golongan lain. Oleh sebab itu, sosio-nasionalisme dalam hubungan internasional mengakui kewajiban bangsa-bangsa untuk bekerja sama menyusun masyarakat bangsa-bangsa sedunia yang bebas dari penjajahan dan penindasan, baik yang bersifat politis, ekonomi maupun kebudayaan.

Sosio demokrasi adalah demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Demokrasi politik mengakui hak yang sama bagi tiap tiap warga negara untuk ikut menentukan haluan dan susunan negara. Demokrasi ekonomi berarti mengakui hak tiap-tiap orang untuk sama-sama hidup makmur. Demokrasi sosial mengakui hak tiap-tiap orang untuk mendapatkan penghargaan yang sama sebagai makhluk sosial. Oleh sebab itu, demokrasi sosial juga mengakui hak-hak yang sama bagi setiap orang untuk mencapai tingkat kemajuan setinggi-tingginya dalam segala lapangan, sesuai dengan bakatnya.

Sosio-nasional-demokrasi juga menghendaki agar perjuangan di dalam lapangan politik memungkinkan terlaksananya perjuangan yang bercorak kebangsaan Indonesia dan susunan pemerintahan yang berdasarkan kedaulatan rakyat. Demikian juga bentuk pemerintahan harus menurut suara rakyat terbanyak dan terbentuk dalam negara hukum kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, di dalam lapangan kemasyarakatan juga dikehendaki agar susunan masyarakat berdasarkan gotong-royong atau masyarakat kolektif, dan karena itu menolak susunan masyarakat bercorak individualistis. Masyarakat kolektivistis yang diinginkan oleh Partai Nasional Indonesia adalah masyarakat sosialistis, yaitu masyarakat yang tidak menghendaki adanya hak milik pribadi (privaat eigendom) atas alat-alat produksi (productie middelen) yang memungkinkan terjadinya penindasan dan pemerasan oleh orang atau golongan yang satu atas orang atau golongan yang lain.

Dasar Paham Perjuangan.

Dalam rangka mengusahakan tercapainya masyarakat sosialis itu, PNI mendasarkan paham perjuangannya pada kenyataan-kenyataan dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu PNI :

(1) akan membela dan menjamin pihak buruh manakala ada pertentangan antara modal dan buruh;

(2) berpendirian bahwa bukan hanya anasir-anasir ekonomi yang yang berpengaruh kepada perjalanan sejarah, tetapi juga cita-cita. Jadi keadaan jasmani dan rohani mempunyai pengaruh dalam masyarakat.

Di samping itu, masyarakat sosialistis yang dicita-citakan PNI juga menentang kapitalisme, karena kapitalisme itu menimbulkan sifat-sifat pemerasan dan penindasan orang atau golongan yang satu atas orang atau golongan yang  lain. Kapitalisme juga menimbulkan imperialisme yang mengakibatkan penjajahan yang pernah dialami Indonesia selama tiga setengah abad. Karenan menentang kapitalisme, PNI menolah paham liberalisme yang menjadi dasar dan sumber kapitalisme itu (P. Parman As. P., Partai Nasional Indonesia dalam ENI Jilid 12, 2004 : 207-209).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan