Pencegatan Konvoi Inggris di Bogor dan Sukabumi.

 

Pada tanggal 9 Maret 1946, sebanyak sembilan batalyon tentara Belanda mendarat di Jakarta. Perdana Menteri Sjahrir memprotes keras Panglima Tentara Sekutu, Dj. Stopford. Sjahrir menganggap pendaratan itu adalah pelanggaran atas kedaulatan republik. Letkol Vanderpost, utusan tentara Sekutu tiba di Yogyakarta untuk menghadap Presiden (Supeni, 2001 : 347).

Pada 10 Maret  1946 terjadi rangkaian baku tembak antara TRI  menghadapi pasukan Inggris di Jawa Barat. Bermula ketika konvoi Inggris dicegat pasukan TRI di luar kota Jakarta menuju Bogor. Terdapat dua penyebab terjadinya aksi ini. Yang pertama sebagai reaksi atas rencana Belanda melakukan pendaratan pada 9 Maret, dan yang kedua untuk memperkuat posisi Syahrir mengimbangi van Mook dalam pertemuan negosiasi itu yang berusaha melakukan penekanan. 

Pada 11-13 Maret 1946 hingga terjadi pertempuran sengit di Sukabumi akibat aksi pencegatan terhadap konvoi Inggris oleh TRI pimpinan Letkol Alex Kawilarang. Pertempuran itu melibatkan tiga batalyon TRI, sedang di pihak Inggris didukung kendaraan lapis baja, dan berbagai kesatuan Inggris lainnya. Inggris juga mendatangkan beberapa kekuatan dari Bandung, antara lain kesatuan Brigade I Gurkha dan Pasukan ke-5 kesatuan Raj dari India. Kekuatan Inggris juga didukung oleh pesawat-pesawat tempur Thunderbolt.

Sebagian besar dari tank-tank Inggris rusak berat oleh jebakan-jebakan ranjau hingga tak dapat bergerak. Korban di pihak Inggris 10 prajurit tewas dan 59 lainnya luka-luka. Sementara di pihak TRI tidak tercatat.

Ada pendapat bahwa  aksi militer TRI merupakan bagian dari taktik diplomasi Syahrir. Saat pertempuran berkecamuk, di Jakarta berlangsung pertemuan diplomasi penting. Syahrir mengusulkan untuk meng-counter usulan Belanda pada 10 Februari 1946 lalu dengan beberapa usulan sebagai berikut :

(a) Keberadaan Republik Indonesia harus diakui sebagai negara berdaulat berwilayah di daerah-daerah bekas Hindia-Belanda;

 (b) Konsititusi didasari prinsip-prinsip demokrasi dan menghormati hak-hak minoritas; (c) hak kewarganegaraan harus dilayani dan harus dihormati sebagaimana mestinya;

(d) “izin tak terbatas” terhadap non-warganegara yang tinggal/menetap di Indonesia di atur oleh Undang-Undang;

(d) Pihak Republik akan bertanggung jawab pada hutang pra 1942 kepada pihak Pemerintah Hindia-Belanda;

 (e) rangkaian perjanjian dengan pihak Belanda akan ditanda tangani dilandasi oleh kepentingan bersama antara pihak Belanda dengan Republik Indonesia menyangkut masalah kepentingan kepemilikan perorangan, keuangan dan ekonomi;

(f) dalam beberapa waktu kemudian, sebuah lembaga uni federal akan dibentuk antara pihak Belanda dengan Indonesia, yang mana hubungan luar negeri dan pertahanan antara kedua pemerintahan, akan di susun bersama dalam suatu wadah federal yang terdiri dari perwakilan-perwakilan Belanda-Indonesia , dan;

(g) Wadah Federal ini harus menjamin untuk melindungi dasar hak-hak asasi, administrasi pemerintahan yang baik dan teratur, dan penyusunan kebijakan keuangan, dan mengimplementasi perjanjian sesuai butir (f).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan