Dekrit Presiden 5 Juli 1959

 

Pada tanggal 26 Maret 1956, DPR hasil Pemilu 1955 bersidang untuk pertama kalinya. Pada pidato pembukaannya di depan DPR, Sukarno mengutarakan harapannya akan suatu bentuk demokrasi yang benar-benar bersifat Indonesia , yakni demokrasi yang didasarkan atas mufakat daripada demokrasi Barat yang berdasarkan keputusan “50%+1” dengan persaingan antara pemerintah dan pihak oposisi di parlemen. Sukarno kini menghendaki suatu “demokrasi terpimpin” (Ricklefs 2005 : 505).

Konsepsi Presiden

Pada tahun 1957 Republik Indonesia terancam perpecahan akibat timbulnya konflik politis ideologis. Partai-partai yang ada cenderung mementingkan golongannya daripada bersatu untuk kepentingan bangsa dan negara. Untuk memungkinkan mengambil tindakan demi persatuan bangsa, Presiden Sukarno menyatakan negara dalam keadaan darurat, dan sebagai langkah selanjutnya, pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Sukarno melontarkan gagasan yang dikenal sebagai Konsepsi Presiden.


Pada pokoknya Konsepsi Presiden berisi hal-hal sebagai berikut :

(1)    Sistem demokrasi parlementer secara Barat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, oleh sebab itu sistem ini harus diganti dengan sistem demokrasi terpimpin;

(2)    untuk melaksanakan demokrasi terpimpin itu perlu dibentuk suatu Kabinet Gotong Royong, yang anggotanya terdiri atas semua partai politik dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Sehubungan dengan hasil Pemilu 1955 yang menghasilkan empat partai besar, yakni PNI Masyumi NU dan PKI, maka Konsepsi Presiden ini juga mengetengahkan perlunya membentuk Kabinet Kaki Empat , yang berarti bahwa para menterinya terdiri atas empat partai besar hasil pemilihan umum itu. Hal ini diketengahkan dalam rangka menciptakan kegotongroyongan nasional;

(3)    membentuk Dewan Nasional yabg terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam masyarakat .  Dewan nasional ini bertugas memberi nasihat kepada kabinet, baik diminta maupun tidak diminta.

Namun perkembangan politik justru tidak mengarah kepada persatuan nasional.  Konsepsi Presiden yang bertujuan untuk menyatukan bangsa justru telah memicu perdebatan sengit dalam DPR. Beberapa partai politik  menolak.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 membuka jalan bagi presiden untuk merealisasikan konsepsinya itu. Dengan dekrit itulah Presiden Sukarno mulai merealisasikan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin (Herutjahjo, 2004 : 110).

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai berikut :

”DEKRIT

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA / PANGLIMA TERTINGGI ANGKATA PERANG

Dengan ini menyatakan dengan khidmat :

Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 yang disampaikan kepada segenap Rakyat Indonesia dengan amanat presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari  Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian besar Anggota-anggota  Sidang Pembuat Undang-undang Dasar untuk tidak menghadiri lagi sidang, Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh Rakyat kepadanya;

Bahwa hal demikian, menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat adil dan makmur;

Bahwa dengan dukungan sebagaian terbesar Rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkeyakinan, bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-undang Dasar 1945, dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusri tersebut.

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKAT PERANG

Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang-undang Dasar Sementara;

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dari Daerah-daerah dan Golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 5 Juli 1959

ATAS NAMA RAKYAT INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKARAN PERANG

(SUKARNO)”

Setelah itu, bubarlah Kabinet Juanda-Hardi-Idham-Leimena digantikan oleh Kabinet Presidensial yang dipimpin sendiri oleh Presiden Sukarno. Sebagai Menteri Pertama diangkat Ir. Juanda. Dengan demikian, Juanda masih ikut menjalankan pemerintahan hingga akhir hayatnya pada tahun 1963 (Supeni, 2001 : 473-474).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Muhammad Yamin

B.M. Diah

PSII di Zaman Jepang