Insiden Hotel Yamato

 

Peristiwa pertempuran Surabaya tidak dapat dilepaskan dari insiden yang terjadi sebelumya, di antaranya peristiwa perobekan bendera Belanda menjadi bendera merah putih di Hotel Oranje (Yamato) Surabaya oleh para pemuda pada 19 September 1945 (Purwoko, 2004 :424).

 
Surabaya baru mendirikan pemerintahan daerah yang menjadi bagian RI pada tanggal 3 September 1945. Sejak itu dikeluarkan larangan mengibarkan bendera selain bendera Merah Putih. Pasukan Jepang yang mendapat tugas dari Sekutu untuk menjaga keamanan dan status quo di Indonesia memprotes kebijaksanaan pemerintah RI yang melarang pengibaran bendera selain Sang Merah Putih. Protes ini mendorong rakyat Surabaya mengadakan konsolidasi kekuatan. Mereka mengadakan rapat di Pasar Turi pada tanggal 11 September 1945 dan di Tambaksari tanggal 17 September 1945. Pasukan Jepang dengan kekuatan senjatanya hendak menghalang-halangi rapat tersebut tetapi tidak berhasil.
 
Dalam upaya menentang pemerintah daerah Surabaya, Jepang ternyata mengadakan kerja sama dengan golongan Indo dan Belanda yang baru melepaskan diri dari kamp tawanan. Pada saat itu pasukan Belanda yang membonceng Sekutu telah datang di Indonesia dan disambut dengan suka cita oleh golongan Indo Belanda.
 
Pasukan RAPWI yang tiba di Surabaya pada tanggal 17 September 1945 sebagian ditempatkan di Hotel Yamato Surabaya. Orang-orang Indo Belanda menyambut kedatangan mereka dengan mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru) di atap hotel itu pada tanggal 19 September 1945. Tindakan itu menimbulkan amarah rakyat, terutama para pemuda Surabaya. Dengan segera para pemuda datang menuntut diturunkannya bendera Belanda tersebut.
 
Karena tuntutan tidak terlaksana, para pemuda Surabaya segera menyerbu hotel itu. Setelah berkelahi mereka mencapai atap hotel , menurunkan bendera Belanda dan merobek warna birunya sehingga tinggal warna merah-putih dan menaikkannya kembali. Dalam insiden itu seorang pemuda Indo Belanda bernama Ploegman menemui ajalnya, sedangkan pemuda Indo lainnya melarikan diri.
Meskipun bendera Belanda sudah dirobek, pemuda Surabaya belum juga mau meninggalkan Hotel Yamato. Oleh karena itu residen Surabaya terpaksa turun tangan. Akan tetapi mereka belum juga bersedia meninggalkan halaman hotel. Mereka baru bubar setelah Bung Tomo mengajak mereka menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya (Purwoko, 2004 : 420-421).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan