Perempuan dan Perang

 

Selama pendudukan Inggris di Bandung (1945-1948), Belanda menggunakan taktik lamanya divide et impera (pecah belah dan kuasai). Belanda membujuk beberapa kelompok etnik, baik pribumi, Cina dan Timur asing lainnya supaya terkesan bahwa rakyat Indonesia mendukung Belanda.

Kelompok-kelompok potensial untuk dijadikan antek Belanda a.l. KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger), tentara kerajaan Hindia Belanda  dan sebagian menak (priyayi). Masyarakat Cina yang cukup besar jumlahnya berhasil dibujuk. Mereka dipersenjatai dan bergabung ke dalam pasukan Po An Tui. Belanda menjadikan Po An Tui sebagai mata-mata dan memanfaatkan mereka untuk meneror pribumi (Sitaresmi dkk., 2002).

Belanda juga berusaha memanfaatkan pasukan Inggris dengan menghasutnya bahwa para pejuang yang ada di Bandung adalah pengacau keamanan sehingga memancing kemarahan Inggris terhadap para pejuang.

Belanda memberi logistik kepada pasukan Inggris yang berasal dari India  berupa wanita-wanita  indo, bunga raya pribumi  dan Cina serta gadis-gadis  pribumi yang diculik pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Adminustration) dan Po AnTui.

Akibat berbagai provokasi tersebut, terjadilah pertempuran-pertempuran antara pasukan gabungan NICA, Inggris dan Po An Tui melawan Pejuang  (Samaoen Bakry, Setahoen Peristiwa Bandoeng, 1996: 31-35).

Provokasi yang sangat kejam oleh Belanda dan antek-anteknya mengakibatkan kebencian yang luar biasa di kalangan Rakyat. Bahkan pada taraf tertentu menjadi suasana yang sangat mencekam dan menakutkan di kalangan penduduk. Akibatnya orang mudah sekali saling bunuh hanya karena saling curiga ( Ilen Surianegara, 11 September 1997).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan