Salah Idenburg


Sarekat Islam (SI) menyatakan diri setia kepada Rezim Belanda. Tetapi ketika SI berkembang di desa-desa, meletuslah tindak kekerasan. Rakyat menganggap SI sebagai alat bela diri dalam melawan struktur kekuasaan lokal dan sebagai lambang solidaritas kelompok yang dipersatukan dan didorong oleh perasaan tidak suka terhadap orang-orang Tionghoa, pejabat-pejabat priyayi, orang orang non SI dan orang-orang Belanda (Ricklefs 2005: 348).
SI benar benar menjadi pemerintahan bayangan dan para pejabat priyayi harus menyesuaikan diri. Aksi boikot terhadap pedagang batik Tionghoa di Surakarta berkembang menjadi aksi saling hina Tionghoa-Indonesia dan tindak kekerasan di seluruh Jawa. Pada tahun 1913-1914 terjadi letupan tindak kekerasan yang sangat hebat di kota-kota dan desa-desa di mana cabang-cabang SI setempat memainkan peranan penting. Pada tahun 1913 Gubernur Jendral Idenburg memberi pengakuan resmi kepada cabang-cabang otonom SI namun tidak mengakui CSI (Centraal Sarekat Islam). Maksudnya Idenburg agar CSI tidak bertanggungjawab terhadap kegiatan cabang-cabang SI. Kenyataannya CSI makin sulit melakukan pengawasan. Orang Belanda lainnya menganggap bahwa pengakuan Idenburg terhadap SI keliru sehingga muncullah ungkapan bahwa arti SI yang sebenarnya adalah "Salah Idenburg."😄

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan