Janji Kemerdekaan

Memasuki tahun 1944, tentara Jepang semakin terdesak oleh Sekutu. Pada bulan Juni 1944, pesawat pengebom B-29 yang pertama sampai di Jepang. 47 pengebom B-29 Superfortresse dari Tentara ke-20 AU AS terbang dari Cina untuk mengebom pabrik besi dan baja di Kyushu, Jepang. Dalam Perang Laut Filipina, pesawat tempur AS menenggelamkan kapal Jepang Hiyo dan merusak sebuah kapal perang dan sebuah kapal penjelajah. Tentara ke-15 Jepang diusir dari Imphal dan menyebrang Chindwin untuk kembali ke Birma. Dari 100.000 prajurit, 30.502 orang tewas dan 23.003 luka-luka. Kapal induk AS menyerang pasukan Jepang yang berpangkalan di Iwo Jima dan Chichi Jima. Jepang kehilangan 66 pesawatnya. Pada bulan Juli 1944, Saipan jatuh. Pasukan AS menemukan 8.000 jenazah kebanyakan perempuan dan anak-anak, yang memilih bunuh diri daripada menyerah. Hideki Tojo dipaksa meletakkan jabatan sebagai Perdana Menteri dan Kepala Staf karena dianggap bertanggungjawab atas perkembangan peperangan, digantikan oleh Jenderal Koiso Kuniaki. 15.600 marinir dari Divisi ke-2 dan ke-4 mendarat di Tinian, Kepulauan Mariana yang dipertahankan oleh 6.200 tentara Jepang. Bom napalm digunakan untuk pertama kalinya di Pasifik. Pada bulan Agustus 1944, pertempuran di Biak, Papua, berakhir. Pada bulan September 1944, pasukan Jenderal MacArthur mendarat tanpa perlawanan di Tanjung Gila, Kepulauan Morotai, Kepulauan Maluku. 19.960 prajurit mendarat pada hari pertama. Dalam Pertempuran Teluk Leyte, setelah tiga hari pertempuran, Jepang kehilangan 28 kapal perang termasuk kapal perang utama Yamashiro yang dipimpin Laksamana Nishimura (Hook, 2004 ).

Pada tanggal 7 September 1944, PM Koiso Kuniaki menjanjikan kemerdekaan bagi To Indo (istilah Jepang yang berarti Hindia Timur, dan digunakan hingga April 1945). Akan tetapi, dia tidak menentukan tanggal kemerdekaan itu, dan jelas diharapkan bahwa bangsa Indonesia akan membalas janji ini dengan cara mendukung Jepang sebagai tanda terima kasih. Angkatan Darat ke-16 Jepang di Jawa kini diberi tahu supaya mendorong kekuatan-kekuatan nasionalis. Bendera merah putih boleh dikibarkan di kantor-kantor Jawa Hokokai. 
Angkatan laut tidak tertarik mengikuti jejak angkatan darat, meskipun demikian sejak bulan Maret 1944, angkatan laut membentuk beberapa komite penasihat di daerah kekuasaannya, yang beranggotakan para pejabat dan bangsawan pribumi, dengan kewenangan yang terbatas.
Kini semakin banyak orang Indonesia diangkat menjadi pejabat pemerintahan. Pada bulan November 1944, orang-orang Indonesia mulai diangkat menjadi wakil residen. Para pejabat tinggi termasuk sanyo (penasihat) diikutkan dalam kursus-kursus indoktrinasi pada bulan Januari 1945, yang mendorong pemikiran nasionalis di satu sisi dan ketidaksenangan terhadap Jepang di sisi lain (Ricklefs, 2003 : 421-422).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan