Pembentukaan BPUPKI (Dokuritsu Zumbi Coosakai).


Dengan janji PM Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso di dalam Teikoku Gikai (DPR Jepang) pada tanggal 7 September 1944, untuk memerdekakan To Indo (Hindia Timur) di kelak kemudian hari, serta melihat situasi Perang Dunia II yang begitu suram, pemerintah militer Jepang di Jawa di bawah pimpinan Saiko Shikikan (Panglima Tertingi) Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan suatu badan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan yang kemudian menjadi Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepangnya, Dokuritsu Zumbi Coosakai.
Tujuan pembentukan badan tersebut adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting dalam hubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lain, yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Struktur badan ini terdiri dari seorang Kaicoo (Ketua), dua Fuku Kaicoo (Ketua Muda), 60 orang Iin (Anggota), termasuk empat orang golongan Cina dan golongan Arab, serta seorang peranakan Belanda. Terdapat pula tujuh orang anggota Jepang yang duduk dalam pengurus istimewa, mereka akan menghadiri sidang, tetapi tidak memiliki hak suara.
Pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun Tenno Heika (Kaisar Jepang), BPUPKI dibentuk. Ketuanya adalah dr.. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, dengan dua orang Ketua Muda yaitu R.P Suroso, Syucokan atau Residen Kedu, dan Ichibangase, Residen Cirebon. R.P. Suroso juga merangkap sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI, dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan A.G. Pringgodigdo.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilakukan upacara pelantikan dan sekaligus upacara pembukaan sidang pertama BPUPKI di gedung Chuo Sangi-In, bangunan lama Volksraad di Jakarta. Upacara ini dihadiri oleh Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas di Singapura, atasan tentara Jepang yang bertugas di Indonesia), dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Ke-16 di Jawa). Pada kesempatan itu pula dikibarkan bendera Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul oleh pengibaranSang Saka Merah Putih oleh Toyohiko Masuda (Masyhuri, ENI Vol 3, 2004: 28-29).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan