Peradaban Prasejarah di Indonesia

Pada era glasial di zaman Kuaternair permukaan laut turun kadang hingga 100 m (Anne-Marie Semah).Saat itulah terciptalah jembatan darat antara Asia Tenggara dan Indonesia. Satwa dari benua Asia mencapai selatan Nusantara sampai ke Jawa. Dari fosil fosil yang didapat diketahui adanya satwa sejenis gajah, kuda nil dan rusa. Homo erectus mungkin mencapai Jawa sejuta tahun yang lalu.

Pithecanthropus (manusia kera) adalah manusia Jawa yang menyebrang ke khatulistiwa. Pithecantropus adalah nama yang diberikan Eugene Dubois untuk menyebut fosil manusia purba Jawa yang ditemukan dalam penggalian di Trinil pada tahun 1891. Kini ada kesepakatan di kalangan para anthropolog bahwa semua fosil manusia yang ditemukan di Jawa termasuk dalam jenis Homo Erectus (manusia yang berdiri tegak).
Selain di Trinil, fosil homo erectus ditemukan di Sangiran dan Ngandong. Fosil paling tua yang ditemukan di Sangiran diperkirakan berasal dari 1,7 hingga 0,7 juta tahun yang lalu. Fosil termuda berusia 150.000 tahun dan dinamakan Manusia Solo ditemukan di Ngandong, Sambungmacan dan Ngawi. Tengkorak manusia Jawa purba disimpan di Musee National d'Histoire Naturelle, Paris. Penelitian pada bagian atas tengkorak (atap kranial) menunjukkan adanya evolusi besaran dan bentuk otak manusia Jawa hingga 50% dari 840 cc dan 1.000 cc menjadi 1.030 sampai 1.250 cc.

Meskipun demikian penggolongan manusia Solo yang keturunan Pithecanthropus masih dipertanyakan apakah ia termasuk Homo Erectus atau Homo Sepiens. (Semah & Grimaud-Herve).

Meskipun tengkorak Manusia Jawa di simpan di Museum Nasional Sejarah Alam di Paris, tapi beberapa tengkorak lain bisa dilihat Museum Sangiran. Sangiran merupakan situs penghasil fosil manusia purba paling banyak di Jawa. Situs ini terletak pada aliran Bengawan Solo beserta anak sungainya.

Pada situs Sangiran tidak hanya ditemukan fosil manusia dan fauna seperti kerbau dan buaya tapi juga berbagai peralatan terbuat dari batu yang dipipihkan dan batu bulat (pebbles) berusia 500 ribu tahun dan serupa dengan yang ditemukan di Afrika, Timur Tengah dan Eropa dari zaman yang sama (Paleolitikum atau zaman batu tua).
Peralatan seperti itu juga ditemui di Sumatra Selatan, Bengkulu, Sulawesi. Di Flores peralatan seperti itu berasosiasi dengan sisa-sisa stegodon sejenis gajah yang telah punah.

Sementara dari zaman batu muda (Neolitikum) ditemukan kapak batu persegi dan lonjong dengan teknik asah dan poles bukan pangkas dan serpih (Semah & Simanjumtak).

Penemuan di Cabenge, Ulu Leang dan Maros di Sulawesi menunjukkan bahwa kegiatan bercocok tanam di ladang dan berternak telah dilakukan 5000 tahun yang lalu.

Gerabah tertua di Indonesia Timur (Sulawesi dan Timor) sudah dibuat 3000 tahun yang lalu dan sering disebut Sahuyn-Kalanai memiliki persamaan dengan Lapita dari Pasifik barat.

Sampai pada masa prasejarah akhir (10.000 SM - 200 M) penduduk Indonesia Timur sudah mengembangkan teknik pengerjaan logam secara canggih dan belum dipengaruhi oleh corak India maupun Cina (John Miksic 2002:33).

Antara tahun 3000-1500 SM terjadi kolonisasi Austronesia dari Taiwan ke Filipina dan Indonesia. Mereka adalah petani petani pertama di wilayah kepulauan ini. Jejaknya terlihat pada adanya rumpun bahasa Proto- Austronesia yang berasal dari Taiwan kemudian mencakup Filipina, Kalumantan dan Sulawesi kemudian bercabang dua yang satu menyebar ke barat : ke Jawa, Sumatra dan Semenanjung Melayu dan yang satu lagi ke timur melalui Halmahera ke wilayah Oceania (Petel Belwood 2002: 34-35).

Karena periodisasi ala anthropolog Barat tidak memadahi untuk diterapkan di Indonesia, R.P. Soejono ahli pra sejarah Indonesia mengusulkan periodisasi tiga tahap : periode Berburu-Meramu, diikuti dengan periode Bercocok Tanam dan akhirnya periode Perundagian ( pengecoran logam).
Masyarakat prasejarah Indonesia sewaktu beralih ke periode sejarah berada dalam periode Bercocok Tanam dan Penggunaan Logam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat telah tersusun rumit dengan melembagakan stratifikasi dan sistem kepemimpinan. Para pemimpin dan para pembantu mereka bertanggungjawab atas kelangsungan dan kesejahteraan masyarakat (Bambang Sumadio, 2002:17). Kepemimpinan didasarkan pada kepercayaan dan bukan pada kekuasaan yang diwariskan. Orang yang memperlihatkan kemampuan memimpin akan dihormati dan dihargai setelah meninggal seperti terlihat dari benda persembahan yang ditemukan dalam kubur. Tempat upacara dengan kumpulan megalit dan kubur batu dengan dinding yang dilukis menunjukkan lebih dari sekedar upaya untuk menunjukkan rasa hormat. Pada waktu itu satuan sosial mulai terbentuk dan kemudian berkembang menjadi kerajaan kerajaan kuno.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Dari Seorang Teman

UNCI (United Nations Commission on Indonesia)

Museum Sebagai Jendela Kebudayaan